Seminggu berselang, barulah pihak mereka menjengukku. Itu pun tanpa disertai permintaan maaf ataupun mengakui kejadian itu merupakan kelalaian mereka.
Sehabis itu, aku sempat dirawat beberapa hari di rumah sakit di Jakarta. Aku pun sempat memeriksakan diri ke sebuah rumah sakit di Singapura. Hasilnya kurang lebih sama, aku mengalami perdarahan dalam. Bahkan aku jadi mudah lupa.
Setelah dirawat, kondisiku tak juga membaik. Selama beberapa bulan, aku mengalami sakit kepala hebat dan kerap diiringi rasa mual. Aku yang tadinya bekerja di sebuah harian nasional, sampai harus mengundurkan diri karena tak bisa lagi bekerja terlalu lama.
Juni 2008, melalui kuasa hukumku, kulayangkan somasi terhadap pihak Dragonfly. Kami hanya menuntut permintaan maaf secara tertulis yang diterbitkan di beberapa media nasional dan sejumlah uang yang akan disumbangkan ke yayasan pilihanku, atas namaku pula.
Upaya damai bukan tak pernah berusaha ditempuh. Kami sering bertemu untuk membicarakan poin-poin dalam draf perdamaian, tapi tak pernah mencapai titik temu. Mereka selalu menyalahkan pihak Majalah Da Man.
Suatu kali, mereka bahkan membuat seolah-olah aku mengincar uang mereka. Untuk apa? Siapa yang rela menukar kepalanya dengan uang? Hingga kini, aku tak bisa lagi hidup normal seperti dulu karena sering menderita sakit kepala. Setiap 6 bulan sekali aku juga harus pergi ke Singapura untuk mengecek kondisiku. Sejak itu pula aku jadi trauma dan membatasi waktu bepergian.
Tak kunjung menemui titik temu, akhirnya aku memutuskan untuk melaporkan Dragonfly ke Polda Metro Jaya. Sepanjang persidangan yang sudah berjalan sejak 2009 pun banyak keanehan terjadi. Misalnya pada saat sidang pembacaan tuntutan. Oleh karena banyak wartawan yang meliput, kedua terdakwa, yaitu Bimo Ario Setyo sebagai dekorator dan Manajer Humas Dragonfly, Rifky Remy Wibowo, justru menghilang.
Aku sebenarnya sudah berdamai dengan Bimo. Perdamaian itu pun terjadi baru-baru ini karena selama ini aku kesulitan menghubungi Bimo atau pengacaranya. Perdamaian dengan Bimo terjadi karena memang menurut pendapatku, ia tak bisa disalahkan. Dia hanyalah dekorator dari Stupa Caspea yang disewa Da Man untuk mendekor acara Da Man.
Setelah acara Da Man selesai, seharusnya Dragonfly lah yang bertanggungjawab sepenuhnya atas keselamatan pengunjung. Mereka seharusnya lebih paham tentang kapasitas ruangan di sana dan lain sebagainya. Jika memang lampu itu tak disingkirkan, kenapa tidak ada pembatas atau petugas keamanan yang menjaga agar lampu itu tidak tersenggol orang lain lalu jatuh?
Jujur, aku cukup terkejut mendengar Bimo divonis bersalah dengan hukuman 10 bulan masa percobaan, sementara Dragonfly diputus bebas. Aku sangat menyesalkan arogansi Dragonfly. Dan kini, aku hanya bisa berharap keadilan agar tidak ada pihak yang merasa dilukai.
Yang jelas, aku dan pengacaraku, Hironimus Dani, lega karena jaksa mengajukan banding. Semoga hakim di Mahkamah Agung bisa melihat kasus ini dengan lebih jernih dan membuat keputusan seadil-adilnya. Aku juga tak keberatan berdamai dengan Dragonfly, meski itu bukan berarti bisa menjadi celah bagi mereka untuk lepas tanggung jawab.
Sita Dewi/ bersambung