Semula tak ada yang mengira sinetron yang mengangkat kehidupan para preman ini bakal sukses mencuri perhatian penonton. Nyatanya, sejak tayang perdana pada 12 Januari 2015, Preman Pensiun langsung dibuatkan musim tayang kedua. Hal ini tak lepas dari tingginya permintaan pemirsa teve. Padahal, menurut sutradara sekaligus penulis skenario, Aris Nugraha, PP hadir tanpa disengaja.
“Ketika saya ke RCTI mempresentasikan sebuah sinetron, mereka tanya, ‘Pak Aris punya cerita yang lain enggak?’ Saat itu, saya tidak punya ide cadangan. Tapi di benak saya sejak lama ada ide cerita tentang preman orang Sunda, yang tinggal di Bandung. Kemudian baru pihak teve minta ide ini dikembangkan. Makanya, sebetulnya PP bukan proyek yang direncanakan,” ujar Aris.
Langsung memikat pemirsa dengan respons yang bagus, Aris yang juga sukses membesut sitkom Bajaj Bajuri ini pun langsung diminta membuat PP musim tayang ke-2. Namun sayang, begitu sudah syuting 20 episode, pemeran utamanya, Didi Petet meninggal dunia 15 Mei lalu.
“Otomatis cerita diubah. Muslihat didaulat menjadi pengganti Bahar untuk menjaga bisnis premanisme agar tidak terjadi perebutan kekuasan antar kelompok preman. Jalan ceritanya pun dibuat seperti di kehidupan nyata. Seperti apa konsekuensi ketika seorang ayah meninggal, ketika ketiga anak Bahar kehilangan ayah, kehidupan selanjutnya seperti apa, bagaimana nasib pembantu dan supirnya?”
Lantaran kepergian sang tokoh utama yang mendadak itu pula, ritme kerja tim produksi pun ikut berubah. Termasuk syuting berkejar-kejaran dengan episode yang ditayangkan setiap harinya. “Ada tingkat kesulitan menulis skenario. Ini, kan, bukan cerita biasa. Saya harus memikirkan dari sesuatu yang negatif jadi positif di mata masyarakat. Ada preman, tukang palak di pasar, di terminal, tukang todong. Ini jelas bukan PR yang mudah, adegan dan dialog harus diceritakan hati-hati sekali. Kadang itu yang butuh waktu,” ujar Aris yang menyisipkan pesan-pesan moral seperti rasa sayang pada anak, setia kawan, dan cara berbisnis yang fair di cerita sinetron yang selama Ramadan tayang 3 kali sehari tersebut.
Kejutan Lebaran
Meski syuting PP 2 berlangsung nyaris setiap hari, tim produksi tetap menerapkan cara kerja yang sehat. Maksudnya, syuting selalu dimulai di pagi hari dan sudah harus selesai pada sore harinya. Menurut Executive Producer MNC Pictures, Didi Ardiansyah, sangat jarang kru dan pemain syuting hingga malam hari. “Kami lebih banyak mengandalkan lighting dari tenaga matahari. Kamera yang dipakai juga hanya memakai kamera digital DSLR, kamera yang biasa untuk memotret,” kata Didi.
Demi menunjang mobilitas dari satu lokasi ke lokasi lain, seluruh tim produksi pun serempak mengandalkan motor untuk berpindah set. Sebab, “Bayangkan, sehari bisa pindah 11 lokasi. Kalau bawa kamera besar dan perlengkapan lighting yang banyak, tentu sangat merepotkan. Makanya semua adegan dilakukan di siang hari dengan bantuan cahaya matahari. Kru dan pemain pun kemana-mana naik motor,” kata Didi yang berencana akan membuat PP musim ke-3 ini.
“Cerita akhir musim ke-2 belum tahu akan seperti apa, tapi rencananya kami akan lanjutkan yang ke-3. Dan untuk Lebaran nanti, kami punya kejutan untuk penonton. Kejutannya apa? Lihat saja nanti,” kata Didi penuh senyum.
Ikang Sulung
Sosok Jamal (Ikang Sulung) sebagai kepala preman jalanan memang terkesan antagonis. Padahal, awalnya Jamal sama seperti tokoh preman lainnya. “Sebenarnya itu terjemahan saya terhadap skenario biar ceritanya tambah greget. Semula tidak ada yang minta saya jadi antagonis, he he he,” aku Ikang yang juga mengarang sendiri gaya berpakaian Jamal yang seperti koboi.
Uniknya, meski berperan sebagai tokoh jahat, penggemar Ikang justru bertambah banyak. Dari anak kecil hingga kakek-kakek. “Pernah saya ditampar 3 ibu hamil. Eh, habis marah-marah segala macem, malah minta foto (bareng). Tapi, anak kecil juga pada suka. Bingung saya. Sampai anaknya Kang Epy pun berdandan ala Jamal,” aku pria yang pernah mengikuti audisi pelawak TPI (API) 2008 silam ini.