Preman Pensiun 2: Kisah Sukses Sinetron yang Tak Direncanakan

By nova.id, Rabu, 22 Juli 2015 | 02:27 WIB
Preman Pensiun 2 (nova.id)

Epy Kusnandar

Setelah Didi Petet meninggal, sosok Muslihat yang diperankan Epy Kusnandar menjadi tokoh sentral dalam PP 2. Bagi aktor yang tumbuh di dunia teater ini, memerankan karakter preman ternyata sangat sulit karena bertolak belakang dengan kehidupannya. “Saya orang yang sangat tidak ngerti dunia preman. Saya memang sudah takut dengan orang-orang di dunia ini (premanisme). Saya orang rumahan, terkurung, dan teraniaya. Jadi dari kecil, saya sudah di-bully karena enggak gaul,” tutur Epy dengan gaya bicaranya yang khas.

Namun, kesulitan itu justru ia jadikan tantangan. Terutama jika mengingat nama besar mendiang Didi Petet, Epy merasa harus bisa meneruskan jalan cerita PP 2 dengan baik. “Yang membuat saya ingin terus menggali sosok Muslihat, ya, karena saya mendapat lawan main alm. Mas Didi Petet. Tapi, banyak yang bilang, bahwa yang paling kelihatan premannya itu justru si Muslihat ini,” kata Epy yang tak menyangka PP terus berada di rating nomor wahid.

“Rasanya antara bahagia dan sedih. Bahagia karena (sinetron PP) dihargai banyak orang. Sedihnya karena lihat kru dan pemain jadi enggak sehat (syuting setiap hari). Apalagi penulis skenario, Mas Aris, setiap hari bikin skenario, kasihan sekali, pasti sangat stres,” tukasnya lugas.

Mat Drajat

Sebagai kepala preman pasar, penampilan Komar tentu mudah diingat pemirsa. Rambut gondrong kekuningan, jaket jeans belel, dan cincin batu akik di tiap jarinya, membuat Komar terkesan sangar. Namun imej itu langsung lenyap ketika ia berhadapan dengan istrinya, Bebeb dan juga bosnya, Muslihat. Nada bicara Komar sontak melunak, terkesan manja dan takut-takut.

“Penampilan Komar itu preman, tapi di dia punya rasa mellow, kelembutan ketika menghadapi istri dan bosnya. Dia takut sama istrinya. Kalau sama Kang Mus, mellow karena takut kehilangan pekerjaan kalau tidak patuh,” kata Drajat yang menggali sendiri karakter Komar itu.

Ketika dialog khasnya kini menjadi tren di kalangan masyarakat Bandung, ia mengaku senang. “Sekarang jadi bahasa sehari-hari di Bandung seperti ‘iya Bebeb, Bebebnya ke mana’. Artinya, tanggapan masyarakat cukup baik,” ujar pria yang menggeluti dunia teater 12 tahun terakhir ini.

Jual 7.000 Kaos

Popularitas PP yang semakin melambung dari hari ke hari rupanya menghasilkan celah bisnis bagi para kru. Mereka seperti mengerti keinginan para fans dengan membuat aneka suvenir. Mulai dari poster, kaos, gantungan kunci, stiker, topi, gelang, dan gelas. Suvenir itu pun dijajakan di base camp kru dan pemain PP di kawasan Buah Batu, Bandung.

“Hampir setiap sore penggemar PP datang demi bisa berfoto dengan semua pemain dan beli suvenir. Kami sudah menjual 7.000 kaos. Ada juga pesanan dari orang Indonesia yang tinggal di Korea dan Qatar,” kata Sandi Tile, pemeran Amin yang sedang kebagian tugas menjaga lapak suvenir.

Sri Isnaeni / Tabloidnova.com