Perginya Si Gadis Pendiam, SMS Pamit Ke Surabaya

By nova.id, Minggu, 13 September 2015 | 04:15 WIB
Usai tamat sekolah, Ratna Maulia bercita-cita ingin segera bekerja dan membantu ekonomi orangtuanya. (Foto: Repro, Gandi (NOVA) (nova.id)

Aku mulai kepikiran sekitar pukul 15.00 ketika sudah di rumah dan Lia ternyata belum juga pulang. Padahal biasanya jam segitu sudah ada di rumah. Kalau memang main ke rumah temannya atau mengerjakan pekerjaan sekolah, ia selalu memberitahuku. Aku lalu telepon tapi tidak diangkat meski ada nada panggil. Aku SMS pun tidak dijawab juga. Hari makin gelap, kami di rumah makin kepikiran dan mulai cemas.

Karena tidak ada jawaban juga, aku dan kakaknya kemudian mencari Lia ke rumah teman-temannya untuk mencari tahu keberadaan Lia. Tapi lagi-lagi teman-temannya tidak ada yang tahu keberadaannya. Belum juga menemukan jawaban, malam itu aku sempat minta bantuan ke “orang pintar,” menanyakan di mana keberadaan Lia. Tapi, dari mereka juga tidak ada jawaban yang jelas. Mereka cuma menggelengkan kepala saja.

Kendati malam itu keberadaan Lia belum diketahui, aku belum sampaikan itu ke para tetangga. Berita itu kami simpan sendiri. Aku beranggapan, anakku pasti berada di rumah salah seorang temannya. Baru Kamis (27/8) sekitar pukul 06.00, Lilik, kakaknya, tiba-tiba mendapat SMS dari nomor Lia yang isinya mengatakan bahwa dirinya saat itu akan ke Surabaya. Tapi lagi-lagi ketika di telepon balik tidak diangkat.

Baru pukul 09.00, datang lagi SMS dari nomor Lia. “Mbak aku ke Surabaya sama Andri, sepeda motor tak titipkan di Nganjuk,” demikan isi SMS. Ternyata semua itu adalah aksi pelaku untuk mengelabui kami karena Lia saat itu sudah terbunuh.

Kamis (27/8) pagi itu aku berkumpul bersama ibu-ibu untuk memasak untuk acara 17-an di kampung. Sebenarnya batinku tidak tenang sebab Lia saat itu belum juga diketahui keberadaannya. Tapi karena sudah janji sama ibu-ibu, aku tidak enak kalau tidak datang.

Namun, di tengah-tengah acara tersebut, aku dijemput Lilik karena di rumah ada tamu. Seketika itu aku bergegas pulang. Alangkah terkejutnya aku, setiba di rumah ternyata sudah ada polisi bersama para tetangga berkumpul. Saat itu mereka mengatakan bahwa Lia mengalami kecelakaan dan di rumah sakit karena kakinya masih ada yang harus dijahit. Para tetangga juga masih belum memberitahu apa sejatinya yang terjadi. Kendati demikian perasaanku sudah tidak enak.

Aku baru benar-benar tersadar kalau Lia sudah tiada saat sore harinya jenazah putriku itu sampai di rumah. Tak bisa digambarkan bagaimana perasaanku. Mendadak mata ini gelap, kemudian tak ingat apa-apa lagi. Sampai jenazah Lia dimakamkan malam harinya, aku tak ingat apa-apa.

Menjalin Asmara

Beberapa harinya berikutnya aku baru diberi penjelasan mengenai kejadian yang sebenarnya. Dari sana aku tahu bahwa pembunuh Lia adalah seorang lelaki bernama Joko. Ceritanya membuatku miris. Ternyata, pembunuhan yang menimpa anakku sungguh keji. Setelah diracun dan ternyata masih hidup, anakku itu kemudian dicekik lehernya sampai meninggal, baru kemudian malam hari jenazahnya dibuang ke sawah.

Ya Allah, kenapa pelakunya begitu kejam? Aku tak bisa membayangkan bagaimana penderitaan Lia saat meregang nyawa. Saya mohon kelak pelaku ini dihukum seberat-beratnya. Dia harus menerima ganjaran seperti yang dia pernah lakukan.

Yang membuat aku heran adalah si Joko Suhendro yang menjadi pelaku pembunuhan. Aku dan keluarga tak pernah mengenal pelaku yang katanya pernah menjalin asmara dengan Lia. Dia ini tidak pernah main ke rumah, demikian pula Lia, tidak pernah menyebut-nyebut namanya. Setahuku, selain sangat tertutup, Lia selama juga tidak pernah kemana-mana. Sepulang dari sekolah dia langsung di rumah dan tidak pernah keluar kecuali nonton teve.

Satu-satunya lelaki yang kutahu sebagai pacar Lia kalau tidak salah bernama Andri. Anak tersebut sempat sekali datang ke rumah dan mengajak Lia keluar, 2 hari menjelang Lebaran. “Lia, itu siapa, Nak?” tanyaku waktu itu. “Itu ya cowokku-lah, Mak,” jawabnya sambil tersenyum. Saat itu Andri sempat mengajak pergi berboncengan sepeda motor dan tak lama kemudian pulang.

Sejak itu Andri tak pernah datang lagi ke rumah. Lia sendiri juga tak pernah bercerita sampai dia meninggal. Makanya aku berharap Andri bisa datang. Aku ingin meminta maaf seandainya memang Lia selama ini punya salah dengannya.

Meski berat, tetapi aku kini berusaha mengikhlaskan kepergian buah hatiku. Aku yakin kepergian Lia memang sudah takdir Allah yang siapapun tak bakal bisa menghindar. Semoga kamu mendapat tempat terbaik di sisiNya, Nak…

Gandhi Wasono M.