Namun, orang tersebut gigih berusaha. Aku baru sadar ternyata dia benar-benar serius ketika dia menyatakan keinginannya untuk melihat dapur dan mewujudkan hal itu dengan datang ke Indonesia. Saat itu, ia memesan enam ribu botol untuk pengiriman pertama ke Amerika. Semua surat dan kelengkapan dokumen untuk pengiriman dia yang mengurus. Sampai sekarang, sudah beberapa kali ia memesan.
Malah, sambal roaku ia ikutkan ke sebuah festival makanan pedas yang diadakan di sana, juga dimasukkan ke toko-toko Asia di Amerika. Di sana, ternyata banyak orang Meksiko dan Afrika yang menyukai sambalku. Selain ke Amerika, aku juga mengirim pesanan ke Australia. Ada pula yang menjual sambal roaku di Pasar Hamburg di Jerman, pasar tahunannya orang-orang Indonesia di sana. Sambal roaku juga dijual di Malaysia dan Singapura.
Alhamdulillah, khayalanku untuk menduniakan sambal roaku kini jadi kenyataan. Dulu, waktu aku memulai bisnis ini, sebetulnya sudah ada produsen sambal roa. Dan setelah Roa Judes mulai dikenal orang, ada yang menggunakan logoku. Kebetulan, sejak awal aku langsung mematenkan logo dan merekku. Dua kali kutegur, dia tetap menggunakan logoku. Akhirnya kudatangi dan kuajak bicara baik-baik. Syukurlah dia mau mengubahnya.
Kini, setiap bulan aku membutuhkan 300-500 kg ikan roa, jauh melebihi waktu aku berjualan pertama kali. Tentu aku tak mau berpuas diri dengan pencapaianku sekarang. Bukannya tak bersyukur, melainkan aku masih ingin terus mengembangkan usahaku. Masih banyak yang harus kulakukan. Namun, untuk sementara aku menunggu kelahiran anak ketiga kami yang kini tinggal dalam hitungan hari. Doakan usahaku makin sukses, ya.
Hasuna Daylailatu