Yuniana Oktoviati, Warung Sodaqoh Di Seluruh Negeri (2)

By nova.id, Minggu, 18 Oktober 2015 | 03:31 WIB
Yuniana Oktoviati (nova.id)

Warung Sodaqoh Milik Tovi mulai dikenal banyak orang dan masuk pemberitaan media massa. Wajah Tovi juga mulai akrab bagi masyarakat sekitarnya. Tak jarang, saat berbelanja ke pasar, ia mendapat potongan harga dari para pedagang. Ia juga sering menerima titipan sedekah dari pedagang pasar berupa sayuran dan daging. Satu kendala yang dirasakan Tovi adalah sulitnya mencari tenaga relawan di lapangan.

Bisnis batu alam yang saya jalani makin berkembang. Keuntungan dari hasil berbisnis batu alam itu pun saya tabung. Ditambah dengan tabungan lainnya, tahun 2003 akhirnya saya bisa membuka bisnis batu alam sendiri, yang saya namai Yuka Stone. Di Yuka Stone, saya menyediakan aneka produk handycraft dari batu alam untuk interior dan eksterior. Saya bekerja dibantu 10 tukang.

O iya, nama lengkap saya adalah Yuniana Oktoviati, sedikit meralat yang tertulis minggu lalu, Yuniana Oktoviani. BIcara soal lokasi usaha, saya masih menempati rumah dan tanah milik orangtua di Jalan Gedong Kuning, Yogyakarta. Di sinilah dulu orangtua saya berbisnis tegel. Surat tanah dan rumah milik orangtua itulah yang pada akhirnya bisa menolong saya. Caranya? Sertifikat tanah itu saya gadaikan untuk menambah modal. Percaya atau tidak, hingga hari ini sertifikat tanah itu masih tersimpan di bank lantaran saya masih butuh tambahan modal untuk membesarkan usaha.

Saya selalu bersyukur, hingga hari ini bisnis batu alam saya berjalan lancar. Bahkan, dari hari ke hari perkembangannya semakin bagus. Memang sempat ada sandungan ketika setahun lalu saya terpaksa harus bercerai dengan suami. Dan ketika ada pembagian harta gana-gini, saya pun harus memulai usaha dari nol lagi.

Mengusir Bule

Peristiwa perceraian sempat mengganggu bisnis batu alam saya. Tetapi, pasca perceraian, saya kembali fokus melanjutkan bisnis. Pameran demi pameran saya ikuti demi menjaring pembeli, khususnya pembeli dari luar negeri. Produk-produk kerajinan batu alam yang saya pamerkan semua merupakan hasil desain sendiri yang kemudian dikerjakan tukang terpercaya.

Karena sejak awal pembeli produk saya lebih banyak dari luar negeri, akhirnya saya lebih memfokuskan membuat produk untuk pembeli luar negeri. Pembeli dari Eropa terutama, lebih menghargai produk yang berasal dari alam. Selain order untuk dijual kembali, saya juga menerima banyak order berupa proyek. Misalnya proyek pembangunan hotel di salah satu negara. Mereka membutuhkan material batu alam dan saya yang diminta menangani langsung. Itu sebabnya saya sering keliling dunia untuk mengerjakan proyek, dari negara-negara di Amerika, Eropa, maupun Asia.

Beruntungnya saya pernah tiga bulan untuk studi di Amerika. Waktu itu saya mengambil kursus singkat saat musim panas (summer course) di Amerika, jadi saya relatif sudah terbiasa menghadapi bule. Tapi, tidak tidak selamanya pembeli dari luar negeri itu “manis”. Pernah suatu ketika saya kedatangan seorang bule. Ketika menanyakan harga satu barang, dia merasa tawaran saya kemahalan. Padahal kalau saya takar dengan kurs Euro, harga yang saya tawarkan sudah termasuk murah. Bule itu marah dan mengeluarkan kata-kata yang tidak pantas. Lama-lama saya tidak tahan, maka saya usir dia.

Dengan membawa sket desain barang saya, dia lantas pergi ke seorang teman saya yang punya bisnis serupa. Di sanalah dia memesan barang yang desainnya diambil dari barang saya. Merasa karya saya dibajak, saya datangi teman saya dan katakan padanya, layani saja, tetapi dia harus menjual pesanannya itu lebih mahal dari yang saya tawarkan. Kalau dijual lebih murah akan saya tuntut.

Begitulah, kita tidak bisa menghadapi setiap pembeli dengan manis. Kadang memang harus tegas. Bagi saya, penjual dan pembeli harus saling menghargai.

Orangtua Tunggal

Keberuntungan demi keberuntungan dalam bisnis membawa kehidupan ekonomi semakin membaik. Salah satu alasan saya kenapa membuka Warung Sodaqoh, ya, karena ingin berbagi dan mewujudkan rasa syukur sudah diberi rezeki dan dimudahkan segala urusan bisnis.

<>Jadi, bila orang menyorot cara bersedekah lalu mengatakan saya ini kelebihan uang, saya jawab saja, “Amin,” atau, “Alhamdulillah.” Padahal, yang sesungguhnya terjadi adalah, saya sekadar ingin berbagi rezeki dari hasil kerja yang saya lakoni.

Yang belum beruntung adalah urusan rumah tangga. Saat ini status saya single parent. Perceraian setahun lalu terus terang sempat membuat saya agak bingung. Ada dua anak yang mesti saya besarkan, si sulung Jovinka Carenst Azaria (10) dan adiknya, Charlito Trevan (8). Jovinka sejak kecil sudah berprestasi, mengumpulkan puluhan piala dan penghargaan sebagai model cilik. Sekarang, ia punya hobi memasak dan bercita-cita menjadi master chef.

Kedua anak sering saya tinggal ke luar negeri untuk urusan bisnis. Namun, keduanya jarang protes karena di rumah mereka bersama karyawan saya yang biasa membantu keperluan mereka sehari-hari. Sebaliknya bila musim libur anak-anak sering saya ajak liburan ke luar negeri.

Tidak mudah memang menjadi orangtua tunggal, tetapi saya tetap membuka diri, tetap bergaul di sela kesibukan, dan ikut berbagai komunitas perempuan. Bila masih ada jodoh, ya, kenapa tidak? Saya masih membuka hati kok. Di sisi lain, kesendirian saya ada untungnya juga. Sebagai pebisnis, saya bisa menentukan apa yang saya maui. Mengambil keputusan sendiri dan berbisnis ke negara mana pun saya mau pergi.

Sedekah Titipan

Kembali ke urusan Warung Sodaqoh. Sekarang Warung Sodaqoh sudah berjalan kurang lebih setahun. Dalam perjalanannya, saya banyak mendapatkan bantuan dan apresiasi. Misalnya, ketika saya berbelanja daging atau sayur, ada saja bakul langganan di Pasar Kota Gede yang tidak mau dibayar atau memberi potongan harga yang besar. “Saya juga ingin sedekah. Titip ini,” tutur pedagangnya. Begitulah. Istilahnya mereka titip sedekah pada saya.

Yang saya harapkan saat ini sebenarnya adalah mencari lebih banyak relawan untuk membantu melayani di warung. Sejauh ini yang melayani adalah karyawan perusahaan saya, atau tenaga pocokan yang saya bayar. Andai ada tenaga relawan, mungkin saya bisa menambah warung nasi lagi di lain tempat. Dengan demikian semakin banyak kaum duafa kenyang di hari Jumat.

Kalau soal uang, banyak yang bersedia mengulurkan bantuan. Tapi pelaksana di warung itu yang sulit dicari, karena tugasnya memang relatif berat. Atau, banyak orang yang mau jadi relawan, tapi tidak memiliki waktu karena berbenturan dengan hari kerja.

Jadi begitulah, masih banyak yang belum saya lakukan. Tetapi alhamdulillan sejauh ini sudah mendapat apresiasi dari masyarakat. Tentu ini amat saya syukuri. Dari apa yang saya lakukan itu, jadi tambah saudara. Silaturahim dengan kaum duafa terjalin baik. Betapa tidak, ketika sedang jalan-jalan, ada saja yang mengenali. Terutama kaum duafa yang pernah makan di warung. Wajar, saya tidak hafal karena yang antre tiap hari Jumat banyak. Saya tidak ingat wajahnya satu per satu.

Berkah terakhir yang menghampiri saya adalah menjadi bintang iklan. O iya, sebagai model iklan, saya dibayar secara profesional lo. Dan tentu uangnya saya kembalikan lagi ke Warung Sodaqoh. Karena sudah merasakan berkahnya, maka ke depan saya ingin Warung Sodaqoh ini bisa dibuka di seluruh Indonesia. Biar orang lain saja yang bersedekah. Saya jadi konsultannya saja. Karena tidak mungkin saya mengurusi semua Warung Sodaqoh, kan? Saya cukup mengurus yang di Yogya saja.

Rini Sulistyati