Melongok Komunitas Merajut Quiqui Makassar

By nova.id, Jumat, 30 Oktober 2015 | 23:45 WIB
Komunitas Merjut Quiqui Makasar. (nova.id)

Bom Benang

Tahun 2012, aktivitas merajut di Makassar mencapai puncaknya. Kegemaran itu melanda remaja hingga orang dewasa. Bahkan saat itu ada istilah di kalangan remaja, ‘kalau anak remaja tidak bisa merajut itu namanya tidak keren.’ “Saat itu tak cuma hari Minggu, hari-hari biasa pun ada saja yang datang. Biasanya mereka adalah anak-anak SMA sepulang sekolah. Seru sekali,” kata Piyo.

Bagi Piyo, ada sebuah kebanggaan rumahnya bisa menjadi tempat berkumpul sekaligus melakukan kegiatan-kegiatan positif. Apalagi setelah berkumpul, para wanita yang semula tidak saling mengenal itu bisa saling berinteraksi dan berbagi pengetahuan. Misalnya, yang semula hanya menguasai teknik dasar akhirnya belajar lagi. Demikian pula mereka yang bisa merajut pita, akhirnya berbagi pengalaman, demikian seterusnya.

Jenis barang yang dibuat juga lebih variatif. Jika biasanya hanya membuat taplak, hiasan meja, tutup galon, atau pembungkus kotak tisu, kemudian mencoba membuat boneka binatang, hiasan bunga timbul, dan sebagainya. Selain sharing sesama teman, mereka juga belajar melalui kanal Youtube atau buku. Dalam perjalanannya, nama KQ tersebar luas melalui dunia maya, baik Twitter, Instagram, radio, serta media cetak di Makassar.

Yang menarik, saat berkumpul, para anggota komunitas tidak hanya berbicara soal merajut saja tetapi sekaligus juga membahas banyak hal, mulai persoalan sosial kemasyarakatan, masalah perempuan, bahkan membahas masalah keluarga masing-masing sebatas yang bisa disampaikan.

Sifat dari komunitas KQ sendiri cair, siapapun bisa bergabung, hubungannya setara karena tidak ada ketua maupun pengurus lain, dan semua anggota memiliki hak dan kewajiban yang sama. “Yang aktif sekali sekitar 10 orang, lainnya yang keluar masuk belajar merajut ratusan orang,” papar Piyo.

Piyo melihat bahwa kerajinan merajut tidak sekadar untuk mainan tetapi memiliki nilai ekonomi karena hasilnya bisa dijual. “Karena itu banyak yang semula merajut hanya untuk mengisi waktu luang, kemudian justru merajut mengambil seluruh waktunya,” papar Piyo yang di tahun 2012 membuat acara “Bom Benang.”

Waktu itu, bersama KQ dia membuat kain rajut berukuran raksasa yang dibentangkan di tengah-tengah Taman Segitiga di Jl. Sultan Hassanudin, Makassar. Bentangan kain aneka warna itu bisa dilihat dari berbagai arah. Saking besarnya ukuran kain, media menyebutkan andaikata diurai, panjang benang rajutan setara dengan jarak kota Makassar sampai Kabupaten Maros. “Sampai sekarang event itu tetap kami laksanakan antara Juli sampai Desember,” imbuh Piyo yang sedang menyiapkan karya untuk pameran karya seni Jakarta Bienalle dalam waktu dekat.

Gandhi Wasono M.