3 Hari Terapung Di Danau Toba, Baju Penuh Enceng Gondok

By Dok Grid, Kamis, 29 Oktober 2015 | 08:44 WIB
Fransiskus Subihardayan. (nova.id)

Akhirnya, aku melihat lampu-lampu rumah. Aku mengira Tuhan memang akan membiarkanku selamat. Namun, semakin lama badanku semakin lemas. Kugerakkan badan ini menuju ke arah lampu-lampu rumah itu, tapi aku tidak sanggup lagi berenang. Akhirnya aku kembali tertidur. Di antara sadar dan tidak sadar itu aku mengalami halusinasi. Rasanya, aku sudah berada di pinggir danau Toba sedang duduk-duduk dan melihat lalu lalang kapal feri dan speedboat.

Pagi harinya, aku terbangun kembali. Kulihat jam tangan mengarah di angka tujuh. Aku kaget karena aku benar-benar melihat daratan Danau Toba. Aku langsung berenang ke arah daratan. Setengah putus asa, tahu-tahu aku terbangun dan sudah berada di atas kapal boat milik TNI AL. Ya, aku selamat!

Penantian dan perjuanganku akhirnya dijawab Tuhan. Aku sempat tidak yakin selamat sampai akhirnya aku berada di rumah sakit. Saking senangnya, aku masih melayani pertanyaan para wartawan sesaat sampai di rumah sakit.

Aku ditemukan di hari ketiga dalam keadaan telanjang. Padahal seingatku, pada hari ketiga masih pakai kaus. Sebelumnya bahkan aku masih menggunakan pakaian lengkap, kaus, celana panjang dan sepatu. Entahlah, badanku juga sangat licin karena mulai dibalut lumut. Banyak hal yang di luar logika yang kualami. Yang jelas ada pertolongan dan campur tangan Tuhan di sini. Aku seperti mendapatkan kehidupan kedua.

Aku pun mulai menghubungi keluarga. Yang pasti aku hubungi ibuku yang sudah sangat merindukanku. Aku beruntung masih bisa bertemu ibu, kerabat dan teman temanku lagi. Ini benar-benar kuasa Tuhan. Tuhan menjamah sendiri hamba-Nya dan ini mukjizat.

Baret Kehormatan

Tiga hari dua malam terapung di air membuat Ketua Tim SAR Serma Totok memberiku baret. Baret ini merupakan sebuah penghargaan khusus, sebagai tanda bahwa aku diterima menjadi anggota keluarga kehormatan Marinir TNI AL. Katanya, dia bangga aku bisa selamat sampai 3 hari. Pesannya, gunakan baret ini sebaik-baiknya. Selain itu juga selalu ingat dengan Tim SAR di Medan. Kami pun sering berkomunikasi dengan baik sekarang.

Setelah kondisi badanku pulih, aku memutuskan pulang bertemu ibu dan keluargaku. Minggu (18/10) sore, aku terbang dari Medan menuju Jakarta terus ke Yogya. Sampai di rumah sekitar pukul 19.30 malam, kulihat seluruh keluarga berkumpul menyambutku. Kami berkumpul dalam suka dan duka. Sebab hingga saat ini pun pamanku, Nur Haryanto, belum juga ditemukan, termasuk pilot dan awak lainnya. Aku hanya berdoa semoga Tuhan juga menyelamatkan yang lainnya.

Aku butuh seminggu untuk bisa kembali bekerja lagi. Walaupun diberi waktu leluasa untuk beristirahat, namun aku tetap bersikap profesional. Aku akan segera mengurus keperluan administrasi yang hilang, seperti KTP, SIM, ATM dan lainnya. Minggu ini pun aku sudah berencana bekerja lagi. Aku juga akan menggunakan waktu ini untuk refreshing bersama keluarga.

Kini, aku hanya berharap paman dan para awak lainnya selamat. Aku berharap mukjizat itu datang lagi... Percaya Setelah Lihat Foto

Fransisca Sri Handayani, ibunda Frans mengaku mengetahui kabar bahwa anaknya menjadi korban jatuhnya Helikopter Eurocopter B4 call sign PKE-KA carteran milik PT PAS di danau Toba, Sumatera Utara, dari pemberitaan di televisi. “Perasaanku tidak karuan karena kabar itu tidak pernah kuharapkan,” akunya. Sisca tidak memiliki firasat apa pun. Fransiskus adalah lulusan STM Penerbangan Yogyakarta tahun 2011 dan sudah bekerja di PT PAS selama 3 tahun. Ia bertugas sebagai Helikopter Landing Ofiicer (HLO). Tugasnya sebetulnya tidak banyak berada di udara karena hanya mengisi kebutuhan helikopter di darat dan memasang sabuk pengaman penumpang,

Setelah dicek melalui perusahaan dan orang di Medan, lanjutnya, ternyata benar helikopter itu adalah helikopter yang ditumpangi Frans. “Aku gemetar, wajahku pucat, dan akhirnya aku pingsan. Karena tidak hanya buah hatiku yang berada di sana. Kakak kandungku pun ada di helikopter yang sama. Aku merasa mendapat ujian yang besar sekali,” akunya. Saat itu Sisca baru tahu bahwa helikopter yang ditumpangi Frans mulai hilang kontak setelah terbang dari Desa Siparmahan, Kecamatan Harian, Kabupaten Samosir menuju Bandara Kualanamu.

Tak lama, kerabat pun mulai berdatangan ke rumah untuk memberikan support. Saat itu, pemerintah atau pihak terkait belum memberikan keterangan resmi tentang nasib Frans dan Nur Haryanto, kakak kandung Fransisca. Sisca pun harus menunggu kepastian berhari-hari. Setiap hari, ia terus memanjatkan doa untuk anak dan kakak kandung tercintanya. “Apalagi kulihat di televisi, pada hari pertama dan kedua tim evakuasi mengalami kesulitan mencari lokasi jatuhnya pesawat.”

Akhirnya, tepat di hari ketiga, kabar ditemukannya Frans didengar oleh Sisca. Namun tetap saja ia tidak percaya dan belum yakin karena tidak ada foto atau bukti anaknya ditemukan dalam keadaan selamat. Sisca baru lega saat adiknya menunjukkan foto Frans yang tengah dibawa tim SAR ke kapal dalam keadaan selamat.

“Oh, rasanya seperti mukjizat benar-benar datang ke rumah dan kehidupanku. Doa yang selama ini kupanjatkan didengar Tuhan. Bagaikan menikmati es di tengah padang gurun,” kata Sisca yang sempat kontak dengan Frans melalui telepon. “Itu seolah mengobati keringnya rindu hati ini. Aku seolah mendapatkan kehidupan baru dengan anakku. Aku senang Frans tidak mengalami luka yang berarti dan sudah mendapatkan perawatan yang bagus.”

Minggu (18/10), tepat sepekan sejak musibah itu, Frans terbang ke Yogya. “Aku menjadi orang yang paling bahagia malam itu,” kata sang ibunda. Selain Sisca, teman-teman dan jemaah gereja pun datang memberikan selamat.

Rubiyanto Alkhalida