Tahu Tuna Inggil, Sempat Putus Asa
Perajin tahu tuna bernama Marsiah ini memulai produksinya tahun 2010. Waktu itu ia hanya beberapa kali produksi karena belum menemukan formula yang tepat untuk menjualnya. “Saat itu saya belum bisa melanjutkan karena keuntungannya sangat tipis, enggak cocok antara biaya produksi dan harga jual. Makanya saya jualan tahu tuna hanya beberapa bulan dan melanjutkan olahan abon tuna,” ceritanya.
Diakui Marsiah, proses pembuatan tahu tuna yang tergolong rumit dan panjang membuatnya sempat putus asa. “Proses pembuatannya memang rumit. Untuk satu tahu saja prosesnya mulai memotong tahu, digoreng, setelah itu dibelah dan diisi dan kemudian direbus dulu. Setelah itu baru dikemas,” ungkapnya.
Namun, Marsiah pantang menyerah dan terus mencari cara untuk menjual tahu tuna olahannya.
Akhirnya, Marsiah kembali berjualan tahun 2012. “Sambil memproduksi olahan tuna untuk abon dan kerupuk, saya akhirnya menemukan cara yang tepat mengolah tahu tuna. Awal produksi cuma 15kg. Alhamdulillah, responsnya bagus dan sekarang sudah meningkat,” katanya.
Marsiah menggunakan nama anak pertamanya, Inggil, sebagai merek olahan tahu tuna dan olahan ikan tuna lainnya. “Awalnya saya menggunakan Bina Makmur, nama UD saya, tetapi kata orang Dinas, saya harus punya merek. Ya sudah, saya ambil saja nama anak sulung saya, Inggil. Dalam bahasa Jawa itu artinya tinggi. Jadi, ini doa agar produksi tahu tuna semakin meningkat,” jawabnya sembari tersenyum.
Marsiah setiap hari bisa menghasilkan 30 hingga 40 papan tahu tuna, jumlahanya hingga 400 buah tahu tuna. Untuk mengerjakan produksi, Marsiah dibantu 8 orang setiap harinya. “Alhamdulillah, sekarang untuk bisa mendapatkan tahu Inggil enggak cuma langsung di sini, tapi juga ada di tiga lokasi lainnya,” katanya saat ditemui di rumah produksi di kawasan Pantai Teleng Ria, Pacitan.
Selain memproduksi tahu tuna, Marsiah juga memproduksi frozen food berbahan baku ikan. “Selain tahu tuna, saya juga menawarkan produk makanan beku seperti baso tuna, baso marlin, lumpia tuna, pangsit tuna, nugget tuna dan kaki naga tuna. Abon tuna dan kerupuk juga masih terus produksi hingga saat ini. Memang permintaan tahu tuna terus meningkat sehingga setiap hari selalu produksi,” tutur ibu tiga anak ini.
Untuk harga, Marsiah hanya mematok Tahu Tuna Inggil dengan harga Rp6.500 untuk kemasan berisikan 10 buah. “Tahu tuna ini bisa jadi oleh-oleh karena memang tahan lama. Disimpan di freezer bersuhu minus 27 sampai minus 18 derjat, empat bulan saja masih bagus dan enak,” jawabnya lagi.
Diungkapkan Marsiah, potensi usaha tahu tuna di Pacitan memang besar, makanya tren berbisnis tahu tuna ini sangat diminati. “Tipsnya cuma satu, harus dapat ikan yang berkualitas dan segar. Bumbu yang lain, sih, selera saja,” sambungnya.Tahu Tuna Eza Mandiri, Awalnya Jualan Ikan
Pasangan suami istri Sukiran< dan Sri Sumiyati merupakan salah satu penggagas yang mengenalkan tahu tuna sebagai salah satu oleh-oleh khas Pacitan. Tak heran, Sukiran yang akrab di panggil Pak Ran dikenal sebagai pengusaha tahu tuna terbesar di Pacitan. Mengawalinya dengan berjualan ikan segar di pasar dan mengolahnya menjadi masakan lezat membuat kedua pasangan ini termotivasi untuk membuat produk olahan ikan.
“Dulu, kami hanya jualan ikan segar di Pasar Minulyo. Saya juga menjual ikan bakar serta ikan pepes. Ternyata cukup laris. Saya kemudian berinisiatif membuat bakso tuna. Karena memang ikan tuna segar yang kami dapat selalu besar-besar. Setelah bakso tuna, ternyata banyak yang suka. Saya kemudian terpikir untuk mencoba dengan tahu,” jawab ibu satu anak ini saat dikunjungi NOVA di toko Tahu Tuna Pak Ran di kawasan Pantai Teleng Ria, Pacitan.