Cerebral Palsy yang Hapal 30 Juz, Cita-cita Jadi Imam Masjidil Haram

By nova.id, Minggu, 8 November 2015 | 04:25 WIB
Fajar mengisi waktu istirahat di kelas dengan berjalan-jalan di halaman didampingi pengasuh dan ibunya. (nova.id)

Suatu ketika, aku harus pindah ke rumah orangtua karena ayahku meninggal. Aku pun boyongan menemani ibu. Di rumah ibu itu, ternyata ada kebiasaan yang selama ini tidak rutin kami lakukan . Di rumah ibu, televisi selalu menyala. Akhirnya, karena tidak ingin mengganggu perkembangan Fajar, aku dan suami membelikan Fajar laptop.

Kami tetap memperdengarkan alunan ayat Alquran melalui CD murotal. Bahkan, saat memutarkan video melalui laptop, kami sertakan suara murotal bacaan Alquran serta memuat gambar lafaz bacaan Alquran yang sedang diputar. Dengan cara seperti itu, ternyata selain bisa menghapal, Fajar juga mampu melihat tulisan lafaz bacaannya.

Di usia delapan tahun, aku bertemu seorang teman lama di sebuah acara seminar. Dia menyarankan membawa Fajar ke Solo karena kota ini merupakan salah satu pusat fisioterapi untuk para difabel. Lagipula, guru fisioterapis di Bandung juga mayoritas lulusan dari Solo. Aku dan suami pun memutuskan pindah ke Solo agar Fajar mendapatkan fisioterapi yang maksimal. Aku dan Fajar menempati rumah di Tohudan, Colomadu, Karanganyar. Aku pindah saat Fajar berumur delapan tahun, tepatnya tahun 2011.

Imam Masjidil Haram

Atas usulan dari teman, Fajar kudaftarkan menjalani fisioterapi di Bu Nawang, Colomadu. Tiap hari, aku dengan sabar selalu mengantarnya menjalani terapi fisioterapi. Aku harus berjibaku sendirian mengurus anakku. Suamiku di Bandung untuk bekerja. Tetapi semua kulakukan dengan sabar dan ikhas karena kembali lagi, ini adalah takdir yang harus kujalani. Aku berusaha bersyukur, meski Fajar dengan kondisi ini, tetapi aku masih bisa memberikan perawatan yang maksimal untuk anakku.

Kadang aku merasa kasihan dengan anak-anak difabel yang oleh keluarganya dibiarkan begitu saja, tanpa ada usaha agar bisa bangkit. Pada umur sembilan tahun, Fajar kudaftarkan di SDIT Al Ihsan, Colomadu, Karanganyar. Aku suka dengan lingkungan di sini, karena mereka mau menerima Fajar dengan tangan terbuka. Meski bukan sekolah inklusi, tetapi mereka mau menerima Fajar. Bahkan teman-teman Fajar juga mendukung. Mereka sering membantu Fajar.

Aku memang sengaja menyekolahkan anakku, karena kemampuan kognitif Fajar tidak ada masalah. Bahkan saat pelajaran hapalan, seperti sains, bahasa Indonesia bahkan bahasa Jawa, ia bisa menerimanya dengan baik. Mata pelajaran yang agak menyulitkan adalah matematika. Kadang dia marah sendiri kalau harus belajar matematika. Mungkin aku belum mengerti metode belajar matematika yang sesuai dengan kemampuan Fajar.

Kini, anakku sudah berumur 12 tahun, sudah duduk di kelas III SD. Saban hari aku mengantarnya ke sekolah. Siangnya, aku mengantarkannya menjalani fisioterapi. Aktivitas ini aku lakoni tiap Senin-Jumat. Fisioterapi harus rutin untuk mengejar agar saraf motorik Fajar tidak berkembang mundur. Karena kalau absen fisioterapi beberapa hari, maka perkembangan saraf motorik Fajar bisa mundur kembali.

Alhamdullilah, kini tumbuh kembang Fajar terlihat. Ia menjadi anak penurut. Cuma kadang-kadang saat mood-nya enggak bagus, ia ngambek. Bahkan bisa sampe nangis. Oleh sebab itulah, aku berusaha menjaga mood-nya. Caranya dengan memberikan kata-kata motivasi. Misalnya, “Fajar, ayo kita berangkat ke sekolah. Nanti bisa jadi anak pintar dan kalau pintar bisa jadi Imam Masjidil Haram.” Aku sengaja memotivasi seperti itu lantaran Fajar memang bercita-cita menjadi Imam Masjidil Haram.

Undangan Kerajaan Saudi

Cita-cita itu sepertinya mendapatkan jalan. Bermula di hari Lebaran tahun 2015 kemarin, Fajar dipertemukan dengan pimpinan Daarul Alquran, Ustaz Yusuf Mansyur. Rencananya saat itu memang sekadar silaturahmi dengan Ustaz Yusuf Mansyur yang memang concern mensyiarkan hapalan Alquran.

Alhamdullilah, anakku ternyata malah diajak naik bareng ke atas panggung bersama beliau. Sebelum melakukan hapalan bersama, Ustaz Yusuf Mansyur mengetes Fajar. Ustaz membolak-balikkan ayat, dan Fajar selalu bisa langsung mengikutinya. Akhirnya, Fajar diajak Ustaz Yusuf Mansyur tampil bersama melantunkan hapalan Alquran.

Satu bulan kemudian, Fajar diundang panitia Hifzil Alquran di Jakarta. Undangannya mepet dengan jadwal pelaksanaan Hifzil Alquran. Setelah mencari tiket, Fajar pun bisa hadir, meski telat. Di acara itu, ada salah satu juri, seorang Syech yang benar-benar kagum dengan kuatnya hapalan Fajar. Fajar pun kemudian diundang dalam acara konferensi ulama se-Asia. Di acara itu, hadir juga anggota keluarga kerajaan Arab Saudi. Fajar diminta tampil di penutupan acara itu di Jakarta.

Dan ternyata, para duta besar dan keluarga kerajaan Arab Saudi kagum dengan hapalan Alquran Fajar. Ya, Fajar masih 12 tahun tapi sudah hapal 30 juz. Tanpa diduga Fajar mendapatkan kado, yakni undangan naik haji. Syukur alhamdullilah kupanjatkan pada Yang Kuasa. Ini benar-benar hadiah yang indah.

Pada 17 September-6 Oktober 2015 lalu, aku, suami dan Fajar pun berangkat naik haji. Fajar terlihat senang saat di Mekkah. Suhu udara yang tinggi hingga 50 derajat tak membuatnya menyerah. Pada lima hari terakhir di Mekkah, Fajar lebih banyak menghadiri undangan dari para syech. Kesempatan ini pun menjadi peluang Fajar dalam meraih cita-citanya menjadi Imam Masjidil Haram. Mungkin ini adalah jalan yang diberikan oleh Allah untuknya...

Reza Kuncoro