Wali Kota Jakarta Selatan Tri Kurniadi memastikan tembok setinggi dua meter yang menutup seluruh bagian depan rumah Denny (41) di Perumahan Bukit Mas Bintaro akan dibongkar.
Menurut Tri, masalah ini sarat kepentingan dari sejumlah warga karena mereka meminta uang sebagai kompensasi.
"Ini kan masalahnya ujung-ujungnya duit. Sudah jelas kalau pengembang perumahannya sudah pailit, terus warga yang minta gara-gara rumahnya menghadap ke kompleks."
"Izin rumah sudah clear, jadi temboknya pasti akan kami bongkar," kata Tri saat dihubungi pewarta, Kamis (5/11/2015) siang.
Tri menjelaskan, proses untuk merobohkan tembok tersebut sedang berjalan di Kelurahan Bintaro.
Pemerintah Kota (Pemkot) Jakarta Selatan akan mengerahkan personel Satpol PP untuk merobohkan tembok yang sudah hampir sepekan menutup rumah Denny.
Baca juga: Ketua RT Heran Polisi Diamkan Pembangunan Tembok di Rumah Denny
Secara terpisah, Denny mengaku telah mendengar rencana itu. Dia pun menyambut baik respons Pemkot Jakarta Selatan yang akan merobohkan tembok di sana.
"Iya betul ada rencana begitu. Saya lagi tunggu perintah Lurah Bintaro yang akan eksekusi lewat Satpol PP," ujar Denny.
Rumah Denny ditutup dengan tembok setinggi dua meter saat dia dan keluarganya sedang tidur, Minggu (1/11/2015) lalu.
Kelompok warga yang menutup rumah Denny dengan tembok dikenal dengan nama Warga Peduli Bukit Mas (WPBM).
Berdasarkan informasi yang dihimpun Kompas.com, beberapa orang yang dituakan dalam kelompok WPBM adalah mantan pengurus warga setempat, seperti RT dan RW.
Baca juga: Rumah Ditutup Warga dengan Tembok, Sang Pemilik Dimintai Uang Lebih dari Rp 200 Juta
Mereka merasa berhak memperkarakan soal arah rumah Denny yang menghadap ke kompleks karena pengembang perumahan sudah pailit sejak tahun 2000.
Padahal, izin rumah Denny untuk menghadap ke jalan kompleks telah diurus dan disetujui oleh pengurus RT dan RW setempat.
Lokasi rumah Denny memang berbatasan dengan perkampungan yang ada persis di belakang kawasan kompleks perumahan Bukit Mas.
Dalam sebuah mediasi, WPBM sempat ditawari uang kompensasi sebesar Rp 200 juta, namun ditolak.
WPBM menilai, jika hanya diberi Rp 200 juta, lebih baik rumah Denny tetap ditutup dengan tembok.
Akibat penembokan itu, Denny dan keluarganya merasa terintimidasi dan tidak bisa beraktivitas seperti biasanya. Kendaraan Denny pun tertahan di dalam.
Hanya ada akses kecil dari sisi paling pinggir tembok yang dibangun WPBM untuk keluar-masuk satu orang dewasa.
Andri Donnal Putera / Kompas.com