7 Rahasia Agar Suami Bahagia dan Pulang Kantor Lebih Cepat

By , Selasa, 19 Januari 2016 | 09:48 WIB
Agar suami bahagia, renungkan hal-hal berikut. (Nova)

2.    Jangan Terlalu Banyak Berharap

Kekesalan dan kekecewaan kita pada pasangan lahir karena harapan yang tak tercapai. Soal harapan ini ditandai dengan kata “mestinya dia tahu”, “kok dia begini, bukan begitu?” “heran deh, ngapain, sih, dia begitu?”.

Pilihan kata yang kita ucapkan dalam hati maupun terang-terangan menunjukkan harapan kita yang tak tercapai. Sehingga kita kecewa, lalu kesal, lalu menggerutu, lalu geram, lalu memendam murka, kemudian meledak pada suatu ketika.

Turunkan harapan. Jangan berharap ia akan berpikir atau bertindak seperti yang kita inginkan.

Begitu harapan disusutkan, maka bersamaan dengan itu rasa bahagia meningkat. Mengapa? Karena kita sudah melipir dari kesal-geram-murka. Kita akan menerima pikiran dan tindakan pasangan dengan apa adanya. Bila kita menginginkan ia melakukan sesuatu, tinggal katakan. Lalu, selesai urusan.

Pada tataran ini, kita akan lebih santai. Dan lebih mudah tersenyum.

3.    Bilang, Jangan Simpan

Pikiran buruk, prasangka, cemburu, sedih, kecewa adalah emosi negatif yang tak layak disimpan, apalagi dipelihara. Membuangnya tentu tak mudah. Semua emosi itu, kan, ada sebabnya. Ada pencetusnya. Untuk meniadakan, kita perlu membaginya pada pasangan.

Kadangkala, apa yang kita rasakan itu hanya bangunan yang ada di kepala. Bangunan yang kita yakini benar, padahal belum tentu begitu adanya.

Tak hanya emosi minus, emosi gembira, bahagia, terharu, serta cinta pun perlu dikatakan. Dibagi. Bila emosi negatif makin berkurang ketika dibagi, maka sebaliknya emosi positif justru membesar saat disebarkan.

BACA: Yang Dilakukan Pasangan Bahagia Sebelum Sarapan

Ujung-ujungnya, perasaan jadi lebih tenang, mimpi tak lagi buruk lantaran sudah tidak menyimpan apa-apa, bangun lebih segar, lalu berakhir lebih bahagia. Mengakui perasaan itu serupa pagi-pagi menyeruput kopi atau teh hangat. Rasanya menenangkan dan menenteramkan.

4.    Cerna Sebelum Bicara

Baiklah, kita sudah mulai bisa mengakui perasaan, menyampaikan pikiran dengan lugas. Namun, sebelum bicara ada baiknya kita cerna dahulu persoalannya, redakan emosi, pilih kosa-kata, dan focus pada masalah (tidak menyenggol soal-soal lain yang sebenarnya tidak ada hubungannya).

Katanya, kata-kata yang menyakitkan bisa dimaafkan tapi belum tentu bisa dilupakan. Sehingga, ketika sangat marah, jangan dulu bicara. Kita tak bisa menarik kata-kata yang sudah telanjur menusuk. Bekas lukanya akan menetap. Mungkin sampai akhir hayat.

Karenanya, tarik napas panjang dan senyum bisa jadi mula yang bisa dicoba ketika murka meradang. Percayalah, kita akan menyesali kalimat yang terlontar pada saat lidah dikuasai emosi.