Hidup dengan Saluran Anus di Perut, Anak Kecil Ini Menderita Invaginasi

By nova.id, Senin, 4 April 2016 | 03:31 WIB
Rajaswa Elang Priyangga (3) menderita invaginasi sejak usianya enam bulan (nova.id)

Tabloidnova.com - Layaknya anak kecil yang hidup normal, Rajaswa Elang Priyangga, nampak riang bermain di halaman rumahnya. Ditemani oleh ibunya, Nurhayati Amaliya, keduanya bermain bola sepak. Sesekali Rajaswa terlihat memegangi bagian perutnya, kemudian kembali bermain.

Sang ayah, Sugiarto, sedikit demi sedikit menyeruput kopi hangat. Ia hanya duduk di teras rumah sambil tersenyum memperhatikan kedua orang yang dicintainya itu.

Elang, begitulah sapaan akrab anak ini. Bocah yang baru berusia tiga tahun ini, mendapat vonis dari dokter menderita invaginasi (intususepsi) di usianya yang saat itu masih enam bulan.

Kala itu, dokter memvonisnya sudah parah. Penanganan medis dilakukan untuk menyelamatkan nyawa Elang. Dokter melakukan operasi pertama dengan membuka ususnya yang terlilit. Namun, itu belum bisa menyembuhkannya. Selang empat hari melewati masa kritis, ternyata ada bagian ususnya yang bocor sehingga dokter menyarankan untuk melakukan operasi lanjutan.

"Operasi pertama berhasil. Dokter terus cek dengan memasukkan cairan makanan. Ternyata ususnya bocor. Dokter bilang harus ada operasi kedua dengan membuat saluran pembuangan lewat perut," ucap Sugiarto, ketika ditemui di rumahnya di Pajeleran Gunung, Sukahati, Kabupaten Bogor, Kamis (31/3/2016).

Sampai sekarang, Elang pun harus membuang kotoran (feses) lewat saluran anus yang dibuat sementara di bagian perutnya (kolostomi).

Awalnya, orang tua Elang tidak menyadari jika anaknya terkena invaginasi. Sampai ketika bocah malang ini mengalami kembung di bagian perut dan dari anusnya keluar cairan bercampur darah menyerupai jelly.

Elang kemudian langsung dibawa ke rumah sakit. Di rumah sakit tersebut, Elang didiagnosis mengalami infeksi pencernaan.

"Dokter bilang enggak apa-apa, efek sampingnya emang perut kembung kalau infeksi pencernaan. Kasih aja minyak kayu putih," cerita Sugiarto.

"Tapi setelah sampai rumah, kondisi anak saya makin drop. Saya langsung bawa lagi ke rumah sakit yang lain," tambahnya.

Di rumah sakit kedua inilah, Elang kemudian divonis menderita invaginasi. Ia kemudian dirujuk ke sejumlah rumah sakit di Bogor, sampai pada akhirnya Elang mendapat penanganan dari pihak Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta.

"Dua kali anak saya menjalani operasi. Operasi pertama lipatan ususnya dibuka. Karena ususnya sudah bocor, operasi kedua dilakukan. Dokter disana langsung mengoperasi Elang dengan membuat saluran pembuangan kotoran sementara di perut karena khawatir akan menjalar ke jantung dan organ yang lainnya," tutur Sugiarto.

"Saya enggak punya biaya untuk operasi. Untungnya ada kartu Jamkesda, jadi seluruh biaya gratis," katanya.

Baca juga: Kisah Para Relawan Asap, “Ini Mirip neraka Kecil…”

Selama 22 hari Elang menjalani rawat inap paska operasi. Selama itu pula, Sugiarto dan istri berada di rumah sakit untuk menemani buah tercintanya.

"Saya sama istri sampai tidur di parkiran karena nggak kebagian tempat," kisah dia.

Sugiarto berharap, keadaan Elang bisa membaik dan normal seperti anak pada umumnya. Untuk mewujudkan impian itu, Elang harus menjalani operasi ketiga. Namun, operasi tersebut belum dapat dilakukan hingga sekarang sampai infeksi yang dideritanya benar-benar sembuh.

"Dokter ahli disana belum bisa mengoperasi kembali untuk menutup saluran anus sementara di perutnya karena infeksinya masih belum sembuh dan basah," papar dia.

Sampai usianya memasuki 1,5 tahun, Elang harus menggunakan kantung kolostomi untuk menampung kotoran yang keluar. Rutinnya, kantung itu harus diganti setiap hari agar tidak terjadi infeksi. Tetapi, bukan hal mudah bagi keluarga Sugiarto untuk membelinya. Harga per kantung kolostomi dirasa mahal bagi Sugiarto.

Pekerjaannya yang hanya sebagai tukang cat motor tak mampu untuk terus-menerus membeli kantung tersebut. Belum lagi, ada tiga anaknya yang masih membutuhkan biaya sekolah.

Keputusan terberat pun diambil Sugiarto. Ia mengorbankan anak pertamanya untuk tidak melanjutkan pendidikan sampai jenjang SMA.

Mahalnya kantung kolostomi, membuat Sugiarto terpaksa mengganti kantung itu dengan tisu, yang secara ekonomis lebih murah. Terkadang, lap kanebo pun dipakai untuk menampung kotoran Elang.

"Jujur, saya nggak sanggup beli kantung kolostomi. Apalagi kantung itu harus diganti tiap hari. Tapi saya juga nggak mau menyusahkan orang lain dengan minjem-minjem uang. Lebih baik, saya berusaha sendiri," kata dia.

"Kalau mau ngeluh, ngeluh ke siapa. Kalau mau curhat, curhat ke siapa. Bagi saya, lebih baik berusaha sendiri tanpa mengandalkan orang lain. Toh, orang lain belum tentu mau denger masalah saya," kata dia lagi.

Hanya satu keinginan Sugiarto dan istri, yaitu anak tercintanya, Rajaswa Elang Priyangga, bisa sembuh kembali. Melihat anaknya bisa bermain tanpa menahan rasa sakit. Mendengar anaknya tertawa tanpa menangis di tengah malam.

"Saya ingin infeksi yang dialami Elang bisa sembuh total, sehingga dokter bisa melakukan operasi untuk mengembalikan saluran anusnya," ucap dia.

Ramdhan Triyadi Bempah / Kompas.com