Billy Dahlan Sebelas Kali Ditolak Bank

By nova.id, Jumat, 6 Mei 2016 | 05:01 WIB
Billy Dahlan (nova.id)

Dengan bekal tekad kuat, saya pun membicarakan hal ini dengan orangtua. Saya bilang mau berbisnis hotel. Saat ditanya papi darimana modalnya, saya pun polos menjawab mau berhutang ke bank sebesar Rp50 miliar. Tak hanya terkejut, papi juga sempat marah dan cemas karena memang tidak ada sejarah dalam keluarga kami berhutang dengan pihak bank. Saya ingat ucapan papi ketika itu, “Kamu mau seluruh keluarga mati atau gimana dengan utang Rp50 miliar?”

Belum lagi sejumlah pertanyaan lain dari orangtua mengenai bisnis hotel. Saya pun sebenarnya belum bisa menjawab semua pertanyaan karena memang belum menyiapkan segala informasi mengenai bisnis hotel ini. Bukannya kapok dan mundur, saya malah makin ingin tahu lebih banyak dan belajar.

Selama enam bulan, saya mencari informasi ke berbagai kota dan menemui orang-orang yang ahli di bidang perhotelan. Mulai dari perencana keuangan hotel, manajemen, arsitektur, hingga beberapa pejabat bank untuk mengetahui lebih banyak mengenai produk pinjaman. Entah kenapa saya masih ngotot membangun bisnis hotel dan insting saya mengatakan bisa. Pokoknya yakin saja. Modal Nekat Beberapa orang menganggap saya nekat kalau tetap mau terus melanjutkan bisnis hotel. Lucunya, saya pernah merasakan hanya mengerti soal bisnis hotel 10% saja ketika ada yang berbicara dan memberikan informasi, sisanya saya hanya berlagak paham dan menunjukkan keyakinan saja. Ini modal utama saya. Selama enam bulan penuh belajar dari para ahli saya jadi makin tahu apa yang harus dilakukan. Semua puzzle pun tersusun dan saya tahu harus memulai dari mana. Untuk meyakinkan orangtua bahwa saya meyakini bisnis hotel ini juga butuh proses yang tidak mudah. Maju mundurlah. Dari yang tidak disetujui sampai akhirnya mendapat lampu hijau dari orangtua. Usai mendapat persetujuan dari orangtua, saya masih harus ke bank untuk mencari dana sebesar Rp50 miliar. Tentu tidak semudah yang diperkirakan. Saya ditolak 11 bank. Iya sih, apalagi saat itu saya masih berumur 24 tahun, tidak memiliki pengalaman usaha dan kredit. Apalagi saat ditanya bisnis hotel yang dibangun akan dimanajemeni oleh siapa, saya pun dengan polos tapi tegas menjawab, ya oleh saya sendiri.

Bukannya menyerah, saya justru makin termotivasi untuk terus mencari dana karena tanah keluarga sudah diizinkan untuk dipakai membangun hotel. Saya terus berkonsultasi dengan Andhy sambil menyusun langkah lain. Syukurlah, bank keduabelas yang saya temui di tahun 2010 akhirnya menyetujui pinjaman walaupun dananya juga disunat cukup besar. Usaha saya tidak sia-sia. Saya langsung membangun dan mendirikan hotel dengan nama Dafam di Jalan Imam Bonjol 188, Semarang. Proses pembangunan membutuhkan waktu 10 bulan, tetapi di bulan keenam saya sudah mendirikan PT sehingga modal tanah yang dipinjamkan oleh orangtua sudah bisa langsung saya kembalikan, bahkan berharga dua kali lipat.

Bisnis hotel ini memang sejak awal saya tujukan sebagai bisnis keluarga, yang melibatkan orangtua, kakak, saya dan adik saya. Ketika mulai membangun Dafam Semarang tahun 2010, saya sudah paham cara bekerjanya. Jadi ketika ada peluang lain datang langsung saya tangkap. Ya, di tahun yang sama, lewat pinjaman bank saya membangun hotel Dafam Pekalongan dan mengakuisisi mal yang tengah bangkrut. Prosesnya hampir sama, jadi saya hanya menduplikatnya saja. Swita Amallia