Hal itu kemudian mengundang perdebatan apakah hal semacam itu merupakan bentuk pendidikan kedisiplinan atau penyiksaan anak.
Aparat kepolisian menyebut, orangtua Yamato memerintahkan anak itu turun untuk membentuk kedisiplinannya.
Sebelumnya, saat melapor kepada polisi, mereka tidak berkata jujur. Orangtua bocah ini mengatakan, Yamato hilang ketika mereka sedang melakukan perjalanan memetik sayur-sayuran.
Sang ayah mengatakan, anaknya itu hilang ketika dia kembali setelah meninggalkannya selama beberapa ment saja.
Polisi lalu menyebut, hukuman terhadap Yamato dijatuhkan karena anak ini kerap melempari batu kepada orang dan mobil ketika dia bermain di sungai, hari itu.
"Membuat anak menurut dengan memberikan dia rasa takut atau sakit, adalah bentuk pendidikan orangtua yang buruk," kata Naoki Ogi.
Naoki Ogi adalah seorang profesor pendidikan di Universitas Hosei. "Itu adalah penyiksaan," tulis dia dalam blog-nya.
Glori K. Wadrianto / Kompas.com