Safrina, Penderita Cerebral Palsy Calon Master (1)

By nova.id, Selasa, 7 Juni 2016 | 09:36 WIB
Safrina Rovasita (nova.id)

Sejak saat itu, Ibu rajin membawa saya ke kolam renang umum di jalan Kaliurang. Kemajuan otot-otot kaki saya juga semakin baik. Hari-hari selanjutnya, Ibu memasukkan saya ke sekolah TK ABA karena tetangga di Perumnas yang kala itu masih banyak penghuni baru sering tanya anak-anaknya sekolah dimana. Karena itu, meski saya CP, sekolah juga wajib bagi saya.

Ibu juga mengajari saya belajar naik sepeda. Luar biasa, ternyata saya bisa naik sepeda! Bahkan di kemudian hari saat sudah remaja, saya bisa mengendarai sepeda listrik sendiri ke berbagai tempat.

Tidak cukup mengajari naik sepeda, Ibu juga mengajari saya mengancingkan baju, cara mandi, memegang gayung, mencuci tangan, hingga makan dengan sendok khusus yang bengkok. Itu hal-hal kecil yang sangat besar manfaatnya di kemudian hari.

Memang tidak mudah bagi Ibu dan saya di awalnya. Tapi semangat “harus bisa” membuat kami berhasil.

Di tengah keluarga, dulu sampai sekarang saya diperlakukan sebagaimana Bapak dan Ibu memperlakukan kakak-kakak. Hanya untuk hal-hal khusus saya harus dibantu. Tak segan Ibu juga marah bila saya membuatnya emosi atau membuat kesalahan.

Ibu mengajarkan pada saya bahwa setiap orang punya masalah dan punya cara sendiri-sendiri untuk menyelesaikannya. Apa yang diperbuat Ibu untuk saya mungkin dipandang luar biasa, tetapi sesungguhnya Ibu melakukannya untuk saya biasa saja. Ibu selalu menyemangati saya bila sedang down.

Tidak ada yang lebih saya cintai selain Ibu. Bapak juga memiliki peran dalam kehiduoan saya. Saya bisa terbuka dengan semua orang juga karena peran Bapak dalam membimbing saya tulis-menulis. Saya bisa membungkapkan semua yang saya rasakan dan pikirkan lewat menulis.

(Lewat telepon, Masriyah, sang ibu, mengungkapkan, dirinya kala itu tidak paham penyakit apa yang diderita anaknya. Istilah CP baru ia dengan dari Nina setelah putrinya itu menginjak bangku kuliah. Perlakuan sama yang diberikan kepada anak-anaknya, kata Masriyah,  terjadi secara alami, bahwa semua manusia ada kelebihan dan kekurangannya. Nina harus dibantu untuk segala sesuatunya lantaran Nina kala itu tidak bisa mengerjakan sendiri)