Perbedaan Reaksi Obat pada Tubuh Pria dan Perempuan

By nova.id, Rabu, 10 Agustus 2016 | 09:30 WIB
Perbedaan Reaksi Obat pada Tubuh Pria dan Perempuan (nova.id)

Selain dosis dan waktu minum serta tingkat keparahan sebuah penyakit, ternyata kemanjuran obat pereda nyeri bergantung juga pada jenis kelamin. Alasannya, karena hormon dan gen berpengaruh pada cara tubuh memetabolisasi obat.

Hal itu terungkap dalam penelitian baru. Mereka mengungkapkan banyak perempuan diberi resep obat yang belum pernah secara khusus diuji pada tubuh perempuan.

Kaum perempuan sering tak dilibatkan dalam uji klinis didasarkan asumsi obat itu berlaku untuk pria dan perempuan. Dipercaya pula bahwa pereda nyeri baru bakal sama efektifnya untuk pria dan perempuan.

Baca: Penting! Pembagian Jenis Obat Sesuai Warna Tanda Kemasan

Tetapi, semakin banyak ilmuwan yang mengatakan perbedaan hormon dan genetik mempengaruhi perilaku obat dalam tubuh. Artinya, obat mungkin bereaksi berbeda di tubuh laki-laki dan perempuan.

Dilaporkan dalam jurnal Cell Metabolism, gender harus diperhitungkan dalam uji klinis untuk membuat kemajuan dalam pengobatan.

Studi-studi sebelumnya membuktikan ibuprofen lebih efektif pada pria. Sedangkan wanita mengalami penurunan nyeri lebih besar dari pereda nyeri opioid.

Baca: Jangan Minum 7 Obat Ini Saat Anda Belum Makan

Riset lain membuktikan perempuan merespon lebih baik pada antidepresan SSRI sementara pria lebih baik merespon tricyclics.

Profesor Deborah Clegg dari Cedars-Sinai Hospital California mengatakan, "Saat ini ketika Anda periksa ke dokter, mungkin Anda diberi resep yang mungkin belum pernah diuji secara khusus terhadap perempuan."

Hampir semua riset dasar, tak memandang riset itu melibatkan hewan percobaan atau manusia, umumnya percobaan dilakukan pada pria. "Kebanyakan riset dilakukan dengan asumsi secara biologi pria dan wanita itu sama," katanya.

Baca: Ini Alasan Jangan Minum Susu Bersamaan dengan Konsumsi Obat

Profesor Clegg mengatakan satu alasan perempuan tak dilibatkan dalam studi karena kadar hormon seperti oestrogen dan progesteron berfluktuasi selama siklus menstruasi. Hal ini dapat berdampak pada studi. Karena itu mereka menggunakan responden pria.

Tetapi hormon berdampak pada semua proses biologi, termasuk sensitivitas terhadap asam lemak atau juga kemampuan memetabolisir gula sederhana.

Profesor Clegg mengatakan perbedaan itu berdampak pada uji klinis, termasuk pengujian efek obat atau kemampuan tubuh mentolerir transplantasi organ.   Dorothea/KompasHealth Sumber: DailyMail