Mencicipi Rendang dan Sate Tanpa Tusuk di Restoran Indonesia Pertama di Ibu Kota Australia

By nova.id, Senin, 29 Agustus 2016 | 04:36 WIB
Restoran Indo Cafe, restoran Indonesia pertama di Canberra, Australian Capital Territory, Australia (nova.id)

Menjelang pukul 13.00 waktu setempat, sekitar awal Juni 2016, antrean pembeli di depan gerai Indo Cafe di lantai dasar Canberra Centre masih ramai. Ada sekitar 14 orang yang berdiri di depan restoran Indonesia pertama di ibu kota Australia ini.

Orang-orang dengan beragam warna kulit mengantre untuk membeli makan siang. Sebagian terkihat asyik memilih makanan, sedangkan sebagian lagi tinggal menunggu pesanannya jadi.

Eleanor, putri pemilik restoran ini, ikut melayani para pelanggannya siang itu. Dia berpakaian serba hitam, sama seperti pegawai lainnya. Di sini, mulai dari kasir, pelayan, hingga koki mengenakan seragam hitam.

Indo Cafe didirikan oleh Yetty Daly, perempuan asal Indonesia, pada tahun 1999. Sebelum membuka restoran ini, Yetty sudah lama bermukim di Australia. Yetty pindah ke Australia pada tahun 1978.

“Restoran ini dibuka pada tahun 1999. Saat itu, ibu menjual makanan ala barat, makanan Australia. Lalu beberapa orang yang datang  bertanya dia dari mana. (Ibu jawab) Indonesia. Mereka lalu mulai sering bertanya tentang Indonesia. Lalu ibu mulai belajar masak makanan Indonesia,” ungkap Eleanor.

Sejak itu, perlahan Yetty mulai mengganti menu yang dijualnya dengan makanan khas Indonesia. Dari semula hanya restoran kecil, kini Indo Cafe membuka gerai di pusat perbelanjaan di pusat kota Canberra.

Baca juga: Sate Lidah Manis, Kuncinya Rendam Selama 2 Jam!

Di tempat ini, nasi goreng, laksa, sate daging, soto ayam dan gado-gado dibanderol masing-masing dengan harga 12 dolar Australia per porsi.

Pelanggan juga bisa membeli nasi dan campuran lauk dalam pilihan paket. Nasi dengan satu pilihan lauk atau sayur dihargai 10 dolar Australia, sedangkan nasi dengan dua pilihan dihargai 12 dolar Australia.

Pilihan lauk, misalnya rendang daging sapi, opor ayam, sate ayam, tumis tofu dan sayuran, atau bakwan jagung.

Rendang di restoran ini dimasak dengan bumbu yang kental dan tidak terlalu kering bersama kentang. Sedangkan sate dihidangkan dalam bentuk potongan daging ayam tanpa tusuk, dilengkapi bumbu kacang manis dengan tekstur yang halus. Rasanya enak dan kaya bumbu.

"Tusuknya dihilangkan untuk memudahkan orang memakannya saja," kata Eleanor.

Eleanor mengatakan, rendang daging sapi, sate ayam, opor ayam dan gulai ayam menjadi menu andalan yang kerap dicari para pelanggannya. Tak hanya orang Indonesia atau dari negara Asia lain yang menjadi pelanggan, orang-orang Australia juga kerap datang untuk makan.

“Saya pikir orang (asing) menyukai makanan Indonesia. Pedas, rasanya kaya, segar dan menarik. Banyak orang Australia pergi ke Bali. Mereka biasa makan nasi goreng, soto ayam, jadi kami bawa menu-menu itu ke sini,” ungkapnya kemudian.

David Harfield, misalnya. Warga Australia ini tengah menikmati nasi dengan rendang daging sapi dan ayam balado sebagai menu makan siangnya saat ditemui. Dia mengaku suka dengan makanan Indonesia, termasuk yang dijual di Indo Cafe.

"Makanannya enak. Saya sangat menikmati dan sangat segar. Saya sangat suka rasa pedas," kata David.

Eleanor mengatakan, sejak berdiri, bisnis terus berjalan dengan baik. Lebih dari seratusan orang datang untuk makan siang saat restoran buka dari pukul 11.00 hingga 15.00 waktu setempat. Jadi, selama sepekan, minimal ada 700 pelanggan yang datang.

“Kami sangat beruntung. Setiap pelanggan puas dan kami punya pelanggan yang masih sama selama 15 tahun,” ucapnya.

Untuk menjaga rasa yang otentik, Eleanor mengatakan, ibunya menggunakan bumbu dan rempah asli Indonesia. Namun, mereka harus membelinya di Sydney, New South Wales.

Selain itu, lanjut Eleanor, ibunya sangat menekankan pentingnya menjaga kualitas makanan agar tetap bersih dan segar. Oleh karena itu, setiap hari mereka mengganti beberapa menu agar makanan yang dijual tetap segar.

“Setiap hari berganti menunya, rendang, gulai ayam, sate, semur, ayam sambel. Kami akan menjualnya sampai habis setiap hari, jadi setiap hari makanan yang dijual selalu segar,” tuturnya.

Caroline Damanik / Kompas.com