“Setelah keluar dari ruang operasi, keesokan harinya saya nanya langsung ke mama, bagaimana kondisi kaki saya mengingat tangan saya kan tidak bisa memegang kaki kiri saya. Ibu sempat berbelit-belit, mungkin karena tidak tega, tetapi akhirnya dengan berat hati, sambil menangis mama jelaskan kalau kaki saya sudah diamputasi,” imbuh Silvi yang menjadi ketua OSIS di sekolahnya tersebut.
Meski mendapat kabar mengejutkan, Silvi tetap berusaha tegar dan tidak menangis. “Mau apalagi memang sudah terjadi seperti ini,” cerita Silvi yang sempat mendapat amputasi dua kali mengingat pemotongan pertama di bawah lutut belum sempurna. Operasi kedua dilakukan di atas lutut.
Ketangguhan mental dara berkulit hitam manis tersebut memang di atas rata-rata anak pada umumnya. Bagaimana tidak, dia mengaku sejak kejadian hingga saat ini tidak pernah menangis meratapi musibah yang dia alami. Bahkan, ketika ayah ibunya menangis di depannya ketika pertama kali melihat, dia sempat protes dan “mengusir.” “Abah (panggilan Silvi pada sang ayah-Red.) sama Mama jangan menangis di depan saya. Kalau mau nangis silahkan tetapi jangan di depan saya,” kata Silvi saat itu.
Silvi baru menangis ketika akan disuntik dokter. “Saya sejak kecil memang tidak suka disuntik, tapI waktu itu saya harus disuntik. Jadi, itulah kali pertama saya menangis,” kata Silvi yang menceritakan pengalamannya dengan mimik ceria dan selalu senyum.