Pinggang Luna dan Maya terlilit tali yang dihubungkan dengan rantai. Rantai itu kemudian diikat di tiang besi dan beton ornamen taman di halaman Kantor Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Sulawesi Utara. Sudah sekitar dua minggu mereka berdua berada di situ.
Luna dan Maya adalah nama yang diberikan kepada dua ekor yaki atau monyet hitam Sulawesi di Kantor BPNB Sulut. Yaki merupakan satwa endemik Sulawesi yang terancam punah.
Setelah diidentifikasi, Luna tergolong spesies Macaca nigrescens. Adapun Maya dari spesies Macaca nigra.
"Yaki ini kami peroleh saat mengunjungi Bolaang Mongondow. Ada warga yang menyerahkannya. Kami bawa ke sini dan mencari cara untuk menyerahkannya ke yang berwenang," ujar Kepala BPNB Sulut Rusli Manorek, Rabu (21/9/2016).
Mendapat informasi bahwa ada yaki di tempat yang tidak semestinya, sejumlah pegiat lingkungan di Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) f/21 melakukan pendekatan agar satwa itu bisa dikembalikan ke habitatnya.
"Kami coba fasilitasi dan dari pihak BPNB Sulut juga bersedia menyerahkannya ke BKSDA yang punya kewenangan mengurus hal ini," ujar Sekretaris LPM f/21 Ferry Rasubala.
Baca juga: Dokter Hewan Ini Meninggal Diseruduk Gajah
BKSDA Sulut mendatangi Kantor BPNB Sulut. Sesuai dengan kewenangannya, BKSDA Sulut mengambil kedua ekor yaki itu.
"Ini contoh baik, ada pihak yang secara sadar ingin menyerahkan satwa endemik dan terancam punah," ujar Kepala BKSDA Sulut, Sudiyono.
Penyerahan dilakukan dengan penandatanganan berita acara penyerahan yang disaksikan pejabat Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup.
Selanjutnya kedua ekor yaki itu dititipkan ke Pusat Penyelamatan Satwa (PPS) Tasikoki.
"Kami akan mengarantina Luna dan Maya, memeriksa kesehatannya, lalu direhabilitasi sebelum diikutkan dalam program pelepasliaran," ujar Staf PPS Tasikoki Deity Mekel.
Luna dan Maya harus melalui rehabilitasi sebelum dilepas ke habitatnya. Jika tidak, perilaku alamiah keduanya dikhawatirkan telah berubah.
Satwa ini sudah diberi pakan yang seharusnya tidak mereka konsumsi, seperti cokelat dan susu. Kemungkinan besar kedua ekor yaki ini telah dipelihara cukup lama oleh pemiliknya sebelum diserahkan ke Kepala BPNB Sulut sebab saat didekati keduanya sudah cukup jinak.
Ketergantungan mereka terhadap manusia dikhawatirkan akan mengganggu perilaku alamiah mereka jika langsung dilepas. Oleh kerena itu, PPS Tasikoki akan menanganinya.
Yaki merupakan salah satu satwa kunci yang dimiliki Sulawesi Utara selain maleo, babi rusa, dan anoa.
Keberadaan yaki dilindungi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi dan Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
"Pasal 21 ayat 2 menyatakan larangan bagi setiap orang untuk menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup," jelas Sudiyono.
Habitat Macaca nigra tersebar di hutan daratan Bitung, Minahasa, hingga ke Bolaang Mongondow. Adapun Macaca nigrescens tersebar di wilayah Bolaang Mongondow hingga Gorontalo.
Perburuan terhadap yaki menjadi ancaman serius terhadap kelestariannya. Di sebagian wilayah, satwa ini dianggap hama tanaman perkebunan. Ada pula sebagian masyarakat yang mengonsumsi daging yaki.
Upaya konservasi harus terus dilakukan agar yaki tak punah. Jumlah Macaca nigra di habitat aslinya diperkirakan tinggal 5.000 ekor. Kurang dari setengahnya atau kira-kira 2.000 ekor berada di kawasan terproteksi area konservasi Tangkoko. Sisanya hidup di hutan-hutan yang tidak terproteksi.
"Kami senang, sekarang kedua ekor Yaki itu sudah ditangani oleh pihak yang lebih berkompoten," kata Rusli.
Ronny Adolof Buol / Kompas.com