15 Keluhan Paling Sering Dialami Ibu Soal Anak dan Cara Jitu Mengatasinya

By nova.id, Sabtu, 20 Mei 2017 | 06:30 WIB
Gawat! Ini Akibat Buruk Pada Otak Jika Anak Suka Dibentak (nova.id)

Menghadapi sikap atau perilaku anak, tak jarang membuat orangtua kewalahan. Misalnya, anak ngotot melakukan A, tapi orangtua ingin anaknya bersikap B. Alhasil, tidak ada titik temu karena masing-masing keukeuh pada pendapat sendiri. Nah, sebagai jalan tengah, orangtua dan anak perlu bernegosiasi.

Menurut Lisnani Sukaidawati, S Sos, M. Si, Konselor Keluarga dan Pelatih Parenting di Yayasan Kita dan Buah Hati, bernegosiasi adalah suatu strategi agar anak bisa bekerja sama, yaitu mau mendengarkan saran, permintaan, ataupun keberatan orangtua terhadap perbuatan/ tindakan anak.

Caranya, melalui proses komunikasi dua arah yang aman dan nyaman bagi kedua pihak. Tapi, mengapa perlu negosiasi?

“Agar anak tahu apa yang orangtua harapkan sehingga ia memiliki panduan boleh/tidaknya melakukan sesuatu berdasar sudut pandang orangtua, tanpa merasa dilarang, ditekan, atau diperintah. Terutama, hal ini penting bagi anak yang menginjak usia remaja. Bagi anak yang berusia lebih muda atau masih kecil, biasanya masih penurut. Kebiasaan bernegosiasi dapat melatih kemampuan anak untuk membiasakan diri sejak dini berpikir memilih dan mengambil keputusan,” terang Lisnani.

Berikut beberapa contoh kejadian dan bagaimana bernegosiasi dengan anak. Termasuk bagi Anda para ibu bekerja:

Sedikit-sedikit Menangis

Pahami dan terima kondisi anak yang sedang berada di tahapan perkembangan emosi. Maka terima tangisnya, berikan pelukan. Jika anak meronta, biarkan sejenak, tatap matanya dengan kasih sayang, bicara dengan suara rendah, kalau perlu bicaralah dekat telinganya.

Sebutkan emosi yang mungkin dirasakan anak, contoh: “ Adek marah?”, “Adek enggak suka ya?” atau “Adek mau apa?”. Nangis itu gejala yang tampak. Pasti ada sebab mengapa anak menangis. Itu yang perlu Anda gali agar paham situasi.

Ibu Tidak Boleh Bekerja

Beraktivitaslah dulu dengan anak, misal membacakan buku cerita, menyuapi, dengarkan kata-katanya, dsb. Setelah tenang, katakan ibu akan melakukan sesuatu. Latih anak untuk berpisah dengan ibu setahap demi setahap. Ajak anak untuk melihat sendiri ibu pergi dan menghilang dari pandangannya.

Wajar ketika anak masih menangis. Ketika ibu selesai mengerjakan sesuatu atau datang kembali, cari  anak dan katakan ibu sudah pulang. Ekspresikan rasa senang ibu bertemu kembali dengan sang buah hati.

Hanya Mau Main Sama Ibu

Coba cari tahu, apa yang membuat ia merasa takut kalau ditinggal atau saat bermain dengan teman-temannya. Beri pengertian saat harus meninggalkan anak dengan kegiatannya dan menerima tangisannya setelah mendekap beberapa saat untuk menenangkan.

Sulit Diatur

Yang paling mudah, lakukan pembiasaan sehingga anak memiliki ritme teratur dalam tubuhnya; kebiasaan bangun pagi, mandi, makan, menyimpan mainan, handuk, sepatu, buku, dan lainnya. Semua itu perlu dukungan tempat dan aturan yang jelas dari orangtua. Jelaskan aturannya, di mana tempatnya, dan bagaimana caranya.

Tak kalah penting, penghargaan berupa pujian dan bentuk kasih sayang lain diperlukan untuk terus-menerus bisa membuat anak semangat. Perlu juga contoh nyata dari orangtua.

Baca: Tips Mendidik Anak Tukang Bantah dari Psikolog

Ngotot Minta Beli Mainan

Cek dulu, adakah kesepakatan mengenai aturan pergi ke mal. Pastikan semua anggota keluarga tahu dan bersedia untuk mematuhinya.

Ketika anak meminta masuk, coba tahan sebentar dan bertanya, “Adek mau ke mana?” Dengarkan jawabannya. “Adek ingat, kan, dengan janji di rumah?” Tunggu responsnya.

Bagi orangtua yang tidak tahan mendengar tangisan anak atau malu dengan orang sekitar, biasanya akan luluh dan membelikan anak. Karena itu, sebaiknya orangtua tetap fokus pada tujuan semula. Risiko anak nangis, tidak apa-apa. Jika semua tegas, anak akan paham. Jika sudah tenang, ucapkan terima kasih dan beri pelukan.

Mengajak Pulang Sebelum Acara Selesai

Pahami kebutuhan anak untuk bergerak dan bereksplorasi, jika tidak anak akan mudah bosan. Bawa perlengkapan anak untuk mengisi waktunya, sementara ibu bercakap-cakap dengan pihak lain. Sesekali berikan perhatian pada anak.

Baca: Mulai dari 5 Hal Sederhana Ini untuk Ajari Anak Sopan Santun Saat Bertamu

Tidak Bisa Diam

Bernegosiasi dengan anak yang overaktif seperti ini memang sulit. Berikan anak aktivitas yang mampu mengelola kebutuhan geraknya. Jangan hanya melarang tanpa memberikan penyaluran.

Berkata Kasar dan Suka Memukul

Pahami bahwa anak cuma meniru. Anak belajar dari lingkungan, maka jauhkan anak dari pemicunya. Katakan perasaan orangtua ketika anak mengatakan kata yang kasar atau memukul. Ajarkan untuk berlaku sopan, praktikkan bersama anak tidak di depan orang banyak. Puji dan peluk anak ketika anak berhasil melakukannya.

Baca: Agar Anak Pintar Bergaul dan Humoris, Didik dengan 7 Cara Ini

Tak Mau Rapi

Pembiasaan sangat berperan dalam menumbuhkan karakter rapi dan mandiri. Perilaku anak di rumah akan mengikuti iklim lingkungan yang disediakan orangtua di rumah. Apakah Ibu suka beres-beres juga? Apakah ayah suka membantu?

Bagi anak, yang dilihat adalah contoh konkret bagaimana melakukan beres-beres. Maka duduklah bersama dan bicarakan kesulitan dan harapan ibu terhadap kondisi tersebut. Kemudian, sebutkan perilaku apa yang orangtua inginkan dari anak, apa tujuan dan harapannya.

Baca: Main di Rumah Teman Tak Selalu Aman, Ini Cara Agar Anak Tak Jadi Korban Kejahatan

Tak Mau Makan Sayur dan Buah

Mencoba makanan baru apalagi berupa sayur dan buah, perlu usaha sosialisasi atau ajakan, contoh, dan pengondisian yang menyenangkan anak. Bacakan buku tentang sayuran dan manfaatnya.

Ajak anak langsung melihat, memegang sayuran dan buah-buahan. Biarkan pula ia melihat bagaimana proses mengupas, mencicipi dalam suasana menyenangkan. Jadikan kebiasaan makan buah dan sayur agenda penting dalam keluarga dan di sekolah.

Baca: Resolusi 2017: Orangtua, Yuk Ajari Si Kecil Belajar Mandiri Sesuai Usianya

Cuek Dengan Kebersihan Diri

Bersih bukan berarti anak tidak boleh kotor, karena bermain bisanya melibatkan eksplorasi lingkungan. Yang penting adalah setelah melakukan kegiatan yang dianggap kotor, biasakan anak membersihkan diri, misalnya mencuci kaki dan tangannya atau mandi jika kotor sekali.

Jadi, saat anak minta izin main bola di lapangan tanah belakang rumah padahal sudah sore sekali, tentukan berapa lama bermain dan berikan pesan kalau sudah selesai langsung mandi. Kondisikan anak untuk menepati janji dengan mengingatkannya kembali.

Mogok Sekolah

Cermati keluhannya, mengapa anak malas atau mengeluh sakit perut setiap harus ke sekolah. Cek dulu apakah baru sekali ini ataukah sudah sering? Pertimbangkan informasi yang didapat ibu. Jika tidak ada alasan apapun silakan bernegosiasi, terima keluhannya.

Pahami suasana yang membuat ia malas ke sekolah. Mendung? Capek ? Masih ngantuk? Atau ada hal lain di sekolah. Ajak anak melakukan kegiatan yang disukainya sebentar dengan tujuan anak senang dan semangat, sehingga termotivasi untuk sekolah.

Baca: Mengapa Si Kecil Dijauhi Temannya?

Fobia Terhadap Sesuatu      

Hilangkan stimulus yang dapat menimbulkan ketakutan yang tidak jelas seperti fobia. Kemudian kenalkan secara perlahan dan bertahap. Di sisi lain rasa takut itu juga sebagian menjadi sarana perlindungan diri bagi anak, misal: takut untuk menyeberang, takut ketemu orang baru, takut berada dalam sitasi yang asing dan banyak orang.

Bimbing dan dampingi dulu, setelah anak mendapatkan kepastian dirinya aman, atau yang dikhawatirkan itu tidak ada, pasti akan timbul keberanian. Yang penting, jangan pernah melabel anak dengan sebutan penakut. Justru sebaliknya yakinkan anak, bahwa ia pemberani.

Baca: Ada 4 Tipe Orangtua Dilihat dari Cara Mendidik Anak, Anda Termasuk yang Mana?

Kecanduan Game

Cek dulu apakah ada kesepakatan bergadget pada anak? Kalau belum. Lakukan dulu kondisi tersebut. Negosiasi memerlukan persyaratan pendahuluan, tidak bisa serta merta.

Anak usia SD sudah bisa diajak untuk berdiskusi tentang kewajiban, hak, dan konsekuensi. Karena itu panggil anak sebelum memberikan, kemukakan keberatan dan harapan Anda pada anak. Kapan anak boleh bermain game, kapan perlu berhenti. Semua perlu disepakati, termasuk konsekuensi jika terjadi pelanggaran.

Baca: Orangtua, Begini Cara Mengasuh dan Mendidik Anak Generasi Alfa

Anak Malas Belajar

Jika anak malas, diskusikan penyebabnya, tanya kondisi yang diinginkan, jelaskan mengapa ortu ingin anak belajar. Dengarkan jawabannya. Minta anak memilih waktu belajarnya sendiri. Jika sesuai, dukung pilihannya. Buatlah suasana menyenangkan.

Cek juga kecenderungan anak dalam belajar, apakah anak termasuk dominan auditori, visual, atau dengan praktik. Anak-anak tertentu yang memiliki rentang konsentrasi pendek, perlu pembagian aktivitas belajar.

Negosiasi bagi orangtua dalam hal ini termasuk menyesuaikan ekspektasi orangtua terhadap anak. Fokus pada proses yang dilakukan anak bukan hasilnya.

Hilman Hilmansyah/Tabloid NOVA