Minggu ini kita dikejutkan dengan berita bunuh diri live di media sosial yang dilakukan PI (35) karena masalah rumah tangganya.
Baca: Cekcok dengan Istri, Pria Ini Bunuh Diri Secara Live di Akun Facebook
Belum hilang rasa terkejut, lagi-lagi berita bunuh diri ramai di media. Kali ini pelakukanya adalah salah satu manajer JKT48 IJ (47), yang ditemukan tewas dalam posisi tergantung tali di kamar mandi rumahnya.
Baca: Manajer JKT48 Bunuh Diri, Motif Belum Diketahui
Fenomena maraknya kasus bunuh diri ini menjadi perhatian, karena kesehatan mental terkadang luput dari perhatian. Padahal, jiwa yang sehat juga sangat penting, selain fisik yang sehat.
Beberapa studi mengatakan wanita lebih rentan depresi ketimbang pria. Apa saja faktor pencetusnya?
“Sebenarnya masalah kejiwaan adalah hal yang wajar dan bisa ditemui dalam kehidupan kita. Gangguan jiwa itu banyak dan kita semua rentan mengalami,” papar Dr. Andri,Sp.KJ,FAPM, Psikiater Klinik Psikosomatik OMNI Hospitals Alam Sutera, Serpong.
Saat ini masyarakat masih sulit membedakan stres, depresi, cemas, skizofrenia, atau penyakit jiwa lainnya. Sayangnya,masyarakat masih menganggap bahwa orang yang mengalami gangguan jiwa itu berarti gila atau ada hubungannya dengan kegilaan.
Pastinya stigma tersebut harus dihilangkan karena akhirnya akan membuat orang yang mengalami gangguan jiwa menjadi tidak mau meminta bantuan lantaran merasa malu dirinya mengalami masalah kejiwaan.
Kenali Faktor Pemicu
Menurut staf pengajar Bagian Psikiatri FK UKRIDA Jakarta ini, beberapa studi mengatakan, wanita lebih rentan mengalami sakit mental ketimbang pria.
Ya, ternyata wanita lebih sering mengalami depresi. Prevalensi atau angka kejadiannya memang bisa dua kali lipat dibandingkan pria.
Ada banyak faktor yang memengaruhi wanita lebih banyak mengalami depresi, di antaranya adalah:
• Faktor Hormonal
Sama seperti pada riset di Barat, wanita Indonesia juga sangat terganggu dengan siklus hormonal bulanan yang sering berbarengan dengan timbulnya perubahan mood atau suasana perasaan yang tidak nyaman.
Kaum hawa biasanya mengalami kondisi tidak nyaman menjelang dan selama haid. Secara statistik di masa kehidupannya sejak fase pertama kali menstruasi sampai nanti setelah menopause akan cukup sering mengalami masalah mood terkait dengan fluktuatif hormonal.
Maka jangan heran dikenalistilah Pre Menstrual Syndrome dan Pre Menstrual Dysphoric Disorder. Ada juga depresi saat kehamilan dan pascapersalinan, serta masalah psikologis terkait menopause dan sebelum menopause.
Terkait hal tersebut, pada kriteria diagnosis gangguan jiwa dari Amerika Serikat yang terbit Mei 2013 lalu, gangguan suasana perasaan akibat menstruasi (Pre Menstrual Disforik Disorder/PMDD) dimasukkan ke dalam kelompok depresi.
Lantaran itu, perempuan perlu beradaptasi dengan kondisi yang menyertai saat haid. Pasalnya, walaupun itu normal, tapi sering menimbulkan masalah atau perubahaan pada suasana perasaan menjadi tak nyaman.
• Tuntutan Peran
Peran wanita, apalagi yang menikah, sangatlah kompleks. Wanita harus menjadi istri, ibu buat anak, dan bahkan kadang "ibu" buat suaminya.
Belum lagi sebagai wanita berkarier dituntut oleh bidang pekerjaannya. Wanita juga seringkali menjadi orang yang diharapkan oleh keluarga untuk membantu.
Kompleksitas peran ini membuat wanita rentan stres karena tekanan kehidupan setiap hari dengan berbagai macam bentuk.
Untuk membantu mengatasi permasalahan ini tentu penerimaan terhadap peran dan tuntutan ini penting sekali.
• Konflik Rumah Tangga
Banyak kasus yang terkait dengan konflik rumah tangga dan yang paling sering adalah perselingkuhan suami.
Terkadang hal ini ditambah dengan sikap sebagian masyarakat di sekitar lingkungan wanita itu yang memaklumi perselingkuhan suami. Ini semakin menjadi beban yang berat bagi wanita karena merasa diperlakukan tidak adil.
•Anak bermasalah
Anak seringkali menjadi pemicu stres orangtua, terutama ibu. Wanita dalam rumah tangga seringkali diberikan tugas lebih banyak dalam mengurus anak.
Karena itu, wanita seringkali lebih rentan terhadap stres, terutama dalam menghadapi anaknya yang bermasalah.
Peran suami dalam kondisi ini diharapkan dapat lebih membantu sehingga peran istri menjadi lebih mudah.
Hilman Hilmansyah/Dok.Nova