Benarkah Suami Lebih Cepat Orgasme? Istri Wajib Tahu Ini

By nova.id, Selasa, 28 Maret 2017 | 12:00 WIB
Agar vagina tetap sehat dan terhindar dari infeksi ketika atau setelah berhubungan seks, maka hindari hal-hal berikut ini. (nova.id)

Tak ada istilah menang dan kalah dalam hubungan paling intim suami-istri. Gunakan langkah-langkah antisipatif agar suami tak selalu orgasme lebih dulu.

Fenomena kalah-menang selagi melakukan hubungan suami istri seolah sudah melekat dalam masyarakat. Makanya, tak sedikit suami yang merasa kalah sekaligus bersalah bila dia lebih dulu mengalami ejakulasi, sementara istrinya masih berada dalam taraf pemanasan, atau sebaliknya.

Padahal, kalah-menang dalam hubungan suami istri hanyalah istilah awam. Sementara secara ilmiah atau medis, istilah tersebut tidak ada.

Istilah kalah-menang ini muncul karena ada anggapan idealnya orgasme dicapai secara bersamaan, Sehingga ketika suami atau istri mencapai puncak kenikmatan lebih dulu dari pasangannya, yang bersangkutan akan merasa gagal alias kalah.

Benarkah kaum pria pada dasarnya lebih cepat mencapai orgasme? Pria memang lebih mudah terangsang, sehingga lebih cepat pula mencapai fase puncak. 

Terutama pria muda usia atau pasangan yang baru menikah, di mana peralihan dari fase normal ke fase puncak umumnya dicapai dalam waktu relatif amat singkat. Baru melihat istri berpakaian minim saja, sang suami sudah langsung terangsang.

Kalau sudah sedemikian terangsang, berarti suami sudah siap melakukan penetrasi yang selanjutnya akan segera diikuti fase ejakulasi.

Tanpa dibarengi tenggang rasa dan keinginan untuk belajar menahan diri, sudah pasti pria akan mencapai puncak kenikmatan lebih dulu.

Proses Alam

Lebih lambatnya wanita mencapai fase puncak bisa dipahami, mengingat organ-organ seksualnya tidak seluruhnya berada di luar tubuh seperti halnya pada pria.

Itulah mengapa pola kehidupan seksual kaum Hawa relatif lebih lambat dibanding kaum Adam. Hanya saja wanita "diuntungkan" dengan kemampuannya untuk tidak segera kehilangan sensasi-sensasi rangsangan yang sudah diperolehnya.

Wanita butuh perangsangan berkualitas untuk bisa mencapai fase puncak atau orgasme. Namun, tidak setiap rangsangan berkualitas bisa segera mengantar wanita yang bersangkutan menuju fase puncak.

Soalnya, cepat atau tidaknya wanita mengalami orgasme dipengaruhi banyak faktor luar, di antaranya faktor psikologis.

Wanita yang mendapat pengalaman seksual yang baik atau menyenangkan, besar kemungkinan akan lebih mudah mencapai fase puncak.

Sebaliknya, mereka yang sering mengalami hal-hal yang tidak mengenakkan bisa dipastikan prosesnya menuju orgasme akan lebih lambat.

Ini berarti proses perangsangan jadi lebih sulit, meski suami boleh jadi sudah melakukan jurus pemanasan atau foreplay yang canggih.

Toh, meski lebih lambat, bukan berarti mustahil bagi istri mencapai puncak kepuasaan secara bersama dengan suami tercinta. Terlebih bila kedua belah pihak sudah siap memberikan rangsangan lebih dulu lewat berbagai cumbu rayu.

Di usia yang lebih tua, yakni sekitar 40 tahunan, biasanya laki-laki butuh waktu yang lebih lama untuk sampai ke fase puncak.

Tak heran bila banyak istri mempertanyakan, kenapa dulu suami mudah terangsang, sedangkan sekarang tidak. 

Menahan Diri

Bila suami sudah memberi rangsangan berkualitas sekaligus mampu belajar menahan diri, tapi suami-istri tak kunjung bisa mencapai orgasme secara bersamaan, maka ada baiknya berkonsultasi ke seorang ahli.

Bukankah yang paling didambakan dalam hubungan suami istri adalah kepuasan bersama? Bila ada salah satu yang (kerap) tidak mengalami orgasme, bisa dibilang kehidupan seksual mereka belum mencapai tingkat kepuasan atau masih mengalami gangguan.

Sebetulnya, setiap pasangan dapat mencapai kepuasan seksual secara bersama. Syaratnya, persiapkan momen tersebut secara baik pula.

Sebelum melakukan hubungan intim, contohnya, pasangan harus memiliki rasa saling tertarik. Bisa juga dengan melakukan foreplay lewat aneka bentuk cumbuan agar bisa saling terangsang, terutama terhadap istri agar tak lagi "ketinggalan kereta".

Lain cerita kalau keintiman suami istri dilakukan tanpa persiapan apa-apa atau tembak langsung. Kalau istri tidak nyaman dengan kondisi suami yang seperti itu, besar kemungkinan meski sudah berlama-lama, istri tidak akan terangsang.

Jadi, bagaimana mungkin si istri bisa sampai ke fase puncak. Apakah peristiwa seperti ini layak dinilai dengan menang atau kalah di satu pihak?

Begitu juga dengan kondisi emosional. Istri yang tengah uring-uringan karena sebal pada suaminya yang ternyata ketahuan membohonginya pasti akan emoh diajak bermesraan.

Sama halnya dengan istri yang lelah secara fisik menghadapi kenakalan anak-anak sekaligus mengurus rumah tangga sendirian.

Itulah mengapa setiap kali hendak melakukan hubungan suami istri, setiap pasangan hendaknya memperhatikan kebersihan tubuh dan mengupayakan emosi diri maupun pasangannya dalam kondisi stabil.

Dengan kondisi tersebut, kepuasan hubungan intim diharapkan lebih mudah digapai.