(Baca: Terpapar AC atau Kipas Angin Tiap Hari Sebabkan Paru-paru Basah, Benarkah?)
Setelah itu, anak yang menderita penyakit jantung bawaan akan memiliki gangguan pertumbuhan.
“Ukuran tubuh anak akan lebih kecil dibandingkan anak lainnya yang tidak memiliki penyakit bawaan,” tuturnya.
Kemudian, jangan anggap sepele batuk dan flu yang sering diderita anak, karena bisa menjadi gejala hipertensi paru.
“Bayi yang sering batuk dan pilek bisa dirontgen. Susahnya kalau batuk pilek dianggap biasa, apalagi di kampung enggak ada dokter dan rontgen jadi ketahuannya telat,” ucap dokter dari RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita, Jakarta ini.
(Baca: Sudah Tahu Beda Pilek yang Wajar dan yang Harus Diwaspadai?)
Prof. Bambang berharap agar dokter umum dan bidan bisa melakukan deteksi dini pada anak dengan rekam jejak pengidap jantung bawaan, misalnya dengan menggunakan stetoskop atau echocardiogram.
Bila kita menemukan ada gejala-gejala tersebut, kita bisa segera membawanya ke dokter agar diberi penanganan yang tepat.
“Misalnya ada bolong (pada jantung) lubang pemisah antara darah bersih dan darah kotor. Nah, itu harus cepat ditutup dengan operasi. Masalahnya, biaya operasi mahal,” jelasnya.
Meskipun operasi tersebut terbilang mahal, namun masih jauh lebih murah dibanding pengobatan hipertensi paru.
(Baca: Perempuan Lebih Rentan Alami Hipertensi Paru, Apa Bedanya dengan Hipertensi Biasa?)
Faktor risiko hipertensi paru yang kedua adalah riwayat keluarga, namun belum bisa dijelaskan secara pasti apa penyebabnya.
Lalu, faktor risiko berikutnya adalah penggunaan obat-obatan tertentu, seperti obat penghilang nafsu makan.
Konsumsi zat terlarang dan narkoba juga bisa menambah risiko penyakit hipertensi paru.
Kemudian, faktor risiko terakhir adalah penyakit paru bawaan yang bisa disebabkan oleh merokok.