Perempuan Lebih Rentan Alami Hipertensi Paru, Apa Bedanya dengan Hipertensi Biasa?

By Ade Ryani HMK, Jumat, 5 Mei 2017 | 08:30 WIB
Perlukah Mewaspadai Hipertensi Sejak Dini pada Usia Muda? (Ade Ryani HMK)

Paru-paru adalah organ pernapasan yang berfungsi untuk pertukaran dalam pertukaran antara oksigen dari udara yang dibutuhkan tubuh dengan karbondioksida yang dihasilkan dari metabolisme tubuh.

Proses pernapasan sendiri dipengaruhi oleh banyak faktor, di antaranya adalah tekanan dalam pembuluh darah paru.

Sebaliknya, apabila tekanan darah paru menjadi tinggi, maka aliran darah bisa merusak jaringan paru.

(Baca: Hipertensi Sebabkan Kematian Mendadak, Berapa Tekanan Darah yang Normal?)

Istilah hipertensi paru memang masih asing di telinga masyarakat Indonesia.

Berbeda dengan hipertensi yang sudah kita kenal yang merupakan kondisi di mana adanya kenaikan tekanan darah di pembuluh darah, hipertensi paru merupakan kondisi yang lebih fatal dan langka.

Hipertensi paru atau yang juga disebut hipertensi pulmonal adalah terjadinya tekanan darah tinggi di arteri paru atau saluran yang menghubungkan jantung kanan ke paru.

Kondisi tersebut mengakibatkan jantung kanan harus bekerja lebih keras untuk memompa darah ke paru dan menimbulkan berbagai gejala, seperti yang dijelaskan oleh Prof. Dr. dr. Bambang Budi Siswanto, Sp.JP(K).,Ph.D.

(Baca: Dada Sering Terasa Sesak? Jangan-jangan Kena Hipertensi Paru)

Menurut Prof. Bambang, peninggian tekanan di pembuluh darah paru menyebabkan arteriol dan kapiler paru menyempit, terhambat, dan rusak.

“Akibat peninggian tekanan tersebut, maka beban meningkat pada ventrikel kanan, dan otot ventrikal kanan makin kecapaian dan gagal jantung kanan,” jelas Prof. Bambang.

Gejala hipertensi paru sendiri tidak khas dan cenderung mirip seperti penyakit jantung atau paru.

Namun umumnya, gejala orang dengan hipertensi paru di antaranya susah bernapas, cepat lelah, pusing seperti ingin pingsan, jantung berdebar, dan rasa begah.

(Baca: Sering Tak Disadari, Ini 5 Penyebab Kaki Bengkak Tiba-tiba)

Selain itu, terkadang juga muncul tekanan atau rasa nyeri pada area dada dan kaki menjadi bengkak.

“Bila sudah cukup parah, bisa juga muncul kebiruan di bibir dan ujung jari pasien. Nafsu makan juga turun. Kalau sudah ada nyeri dada, sudah cukup serius juga.,” jelas Prof. Bambang.

Kemudian, pembuluh darah di parunya kalau dilihat sudah menyempit, lebih kecil dibandingkan dengan pembuluh darah normal.

Hipertensi paru sendiri bisa diderita pada usia muda dan pertengahan, dan lebih banyak ditemukan pada perempuan dibanding pria dengan perbandingan 2 : 1.

Diperkirakan ada 15 hingga 50 kasus per 1 juta penduduk, dengan 0,5 persen di antaranya pada penderita HIV, 7-12 persen pada penderita systemic sclerosis, dan 2-3,75 persen pada pasien dengan penyakit sickle cell.

(Baca: Mana yang Lebih Berisiko Obesitas, Perempuan Atau Laki-laki?)

Di Indonesia sendiri diperkirakan ada 2 hingga 3 kasus per 1 juta penduduk.

Sayangnya, belum ada pendataan atau registry yang akurat mengenai jumlah penderita hipertensi paru di Indonesia.

“Umumnya wanita lebih rentan mengalami penyakit jantung bawaan karena pengaruh hormonal,” jelas Prof. Bambang.

Perubahan hormonal terutama saat menstruasi mudah memicu terjadinya pengentalan darah.

(Baca: Alasan Mengapa Hipertensi Memicu Stroke dan Serangan Jantung)

Selain itu, penggunaan obat-obatan tertentu juga berisiko pada pembuluh darah di paru.

Kemudian, konsumsi obat pelangsing yang menimbulkan efek samping pada paru-paru juga berisiko memicu hipertensi paru.

“Hipertensi paru rentan pada perempuan, terutama pada perempuan gemuk yang merasa malu kemudian menggunakan obat pelangsing,” tutur Prof. Bambang.

Untuk itu, bagi perempuan dengan hipertensi paru tidak disarankan untuk hamil, karena bisa membahayakan jiwa baik bagi ibu maupun janin.