Menyedihkan, Ini Potret Sekolah di Pedalaman Sumba, Gedung Reyot Mirip Kandang Ayam

By Laili Ira Maslakhah, Minggu, 10 September 2017 | 09:09 WIB
Kondisi sekolah di pedalaman Sumba / Tribunnews-Yulis (Laili Ira Maslakhah)

NOVA.id - Suara nyanyian riang gembira anak-anak sekolah dasar nyaring terdengar lantang di halaman sekolah hingga ke bukit dan lembah.

Sebagian anak-anak masih bertelanjang kaki, sebagian lagi mengenakan sendal jepit berwarna warni dan beberapa siswa memakai sepatu.

Mereka tak peduli dengan debu yang menghambur ke wajah dan seragam pramuka yang mereka kenakan pada Sabtu (9/9/2017).

Baca juga: Riasannya Dinilai Terlalu Tua, Laudya Cynthia Bella Jawab Seperti Ini

Tak lama kemudian, para siswa SDN (Paralel) Mata Wa Matee yang berada di Dusun Wee Tame, Desa Lolowano, Kecamatan Tana Righu, Kabupaten Sumba Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT), secara tertib memasuki ruang kelas.

Jangan bayangkan mereka masuk ke ruang kelas dengan gedung megah dan ber-AC layaknya siswa di kota-kota besar seperti Jakarta.

Ruang kelas hanya terdiri dari bangunan reyot yang terbuat dari kayu beratap seng.

Baca juga: Ransel Yang Bisa Jadi Meja untuk Siswa di Pedalaman India

Ada enam kelas berdiri di sekolahan yang didirkan atas swadaya warga setempat.

Setiap kelas berukuran sekira 3 x 4 meter. Tak ada daun pintu masuk.

Bangunan mirip kandang ayam itu hanya disekat dengan anyaman bambu atau biasa disebut gedek oleh warga.

Baca juga: Wah Ternyata Ini 5 Hal yang Harus Diperhatikan saat Beli Lemari Es buat Rumah Barumu!

Gedek yang dipasang sejak sekolah paralel itu dibangun 1 November 2013 sudah bolong di beberapa lokasi.

Bahkan, anyaman bambu seadanya itu tidak rapat lagi.Sinar matahari pun bisa masuk ke setiap celah.

Memasuki ruang kelas, kaki tetap berdebu. Lantai hanya diuruk ratakan dengan batuan kapur yang mendominasi kawasan terpencil di Sumba Barat tersebut.

Baca juga: Catat, Ini 7 Kebiasaan Orang Tua yang Malah Bikin Si Kecil Tak Sukses

Meja dan kursi pun juga tak seperti sekolahan pada umumnya. Kayu seadanya yang dibuat meja disangga di beberapa bagian.

Beberapa bahkan menggunakan bangku panjang dari kayu-bambu untuk duduk beramai-ramai.

Semakin siang, suasana kelas makin gerah lantaran atap kelas yang pendek dengan hanya ditutup dengam seng. Terlebih di musim panas dan kering seperti bulan September, cuaca sangat terik.

Baca juga: Orangtua, Ini 5 Cara Kompak dengan Suami untuk Mendidik si Kecil

Untuk menjangkau SDN Paralel Mata Wa Matee, kalau anda naik pesawat dari Jakarta atau kota besar seperti Surabaya, Bali, turun saja di Bandara Tambolaka di Sumba Barat Daya.

Dari bandara, dengan kendaraan roda empat atau roda dua tinggal mencari arah ke Jalan Trans Sumba.

Butuh 1,5 jam untuk melaju di jalanan nan mulus nan lebar untuk kawasan Sumba. Setelah sampai di kawasan Wewewa Timur, tinggal belok kiri.

Baca juga: Mam dan Pengasuh Beda Cara Asuh? Ini Bahayanya

Kepala Sekolah SDN Mata Wa Matee, Simon Bebuma mengatakan, sekolah ini didiririkan di atas lahan yang dihibahkan warga seluas sekitar 30 x 50 meter.

"Rata-rata jarak tempuh anak-anak dari rumah ke sekolah induk (.SDN Mata Wa Matee sekitar 6 km."

"Jalanan berbukit dan sangat jauh untuk anak-anak. Oleh karena itu, warga swadaya membangun sekolahan ini. Yah hasilnya seperti ini, " ujar Simon Bebuma.

Hal senada disampaikan penanggungjawab SDN (Paralel) Mata Wa Matee Eno Mandenas.

"Warga yang menyumbangkan semua bahan bangunan dan kemudian bergotong-royong membangun sekolahan ini," ujar Eno Mandenas.

Saat ini jumlah murid di SDN Paralel mencapai 126 siswa. "Untuk kelas 6, ujian di sekolah induk," ujar Simon Bebuma.

Baca juga: Bikin Haru, Melly Goeslaw Ungkap Perjalanan Cinta Laudya Cynthia Bella yang Penuh Liku dan Air Mata

Menurut Simon, Pemda setempat berjanji membangun gedung sekolah pada tahun 2018.

"Kami menunggu realisasi pemerintah tahun depan nanti" ujar Simon.

(Yulis Sulistyawan / Tribunnews.com)