NOVA.id – Pada 2016, Bandung melalui surat edaran walikota melarang penggunaan kemasan berbahan Busa Polistirena (PS-Foam, biasa disebut Styrofoam) karena menimbulkan masalah lingkungan.
Pelarangan penggunaan kemasan PS-Foam itu sangat berdampak pada para produsen dan pedagang yang menggunakan kemasan tersebut.
(Baca juga: Belanja Produk Ritel Kekinian Hanya di Easy Shopping, Mudah dan Terpercaya!)
“Ada sekitar 3,500 orang yang bekerja di industri polistirena, dan semua dapat terancam kehilangan pekerjaan jika terjadi pelarangan. Bukan hanya itu, ketika dilarang, maka kemasan ini akan sulit ditemukan sehingga harus diganti oleh kemasan berbahan lainnya yang dampaknya akan berat bagi pedagang kaki lima Indonesia dan nantinya pasti akan memberatkan konsumen dari segi harga” ujar Wahyudi Sulistya, Direktur Kemasan Grup yang bergelut di industri polistirena alias Styrofoam.
Namun, masalah tersebut tak akan terjadi jika kita mengolah kembali sampah kemasaan PS-Foam.
(Baca juga: Sedang Gendong Raphael, Adik Sandra Dewi Bikin Salah Fokus!)
Benar sekali, PS-Foam yang selama ini digembor-gemborkan akan terurai dalam waktu yang lama ternyata bisa didaur ulang.
Kemasan yang biasanya kita temukan mengambang di sungai itu ternyata bisa disulap menjadi pigura, bahkan dicampurkan ke beton material.
PS-Foam yang terbuat dari polistirena sendiri termasuk ke dalam jenis kemasan plastik sehingga masih bisa didaur ulang.
(Baca juga: Bila Tahu Caranya Ini, Pasti Kita Bisa Mencegah TBC dengan Benar)
Namun, proses pengolahan ulang sampah plastik di Indonesia masih harus terhambat beberapa kendala.
“Di Indonesia, kami menghadapi beberapa tantangan yang harus diatasi dalam mengembangkan industri daur-ulang plastik. Beberapa dari tantangan tersebut adalah pengetahuan masyarakat mengenai pengolahan sampah yang masih rendah dan kebijakan pemerintah yang belum dimanfaatkan secara maksimal,” ujar Christine Halim, pimpinan Asosiasi Daur Ulang Plastik Indonesia (ADUPI).
Karena itulah, Christine berharap pemerintah dan pelaku industri dapat bekerja sama dalam mengembangkan industri daur ulang plastik.
Selain dapat menyelesaikan permasalahan lingkungan, seperti pada masalah sampah PS-Foam, hal tersebut juga akan membantu pembangunan ekonomi di Indonesia.
(Baca juga: Bermodalkan Koran Bekas, Haerani Bawa Kerajinan Kreatif Keliling Indonesia)
“Dibandingkan sampah lainnya, plastik dan polistirena adalah sampah yang paling bernilai, karena bahannya dapat didaur-ulang dengan semaksimal mungkin,” ujar Christin lagi.
Selain bernilai, polistirena juga ternyata ramah lingkungan.
(Baca juga: "Bonsai" Unik dari Lembar Styrofoam)
“Kita harus menilai suatu bahan ramah lingkungan adalah jika dari sisi produksi sampai ke sampahnya paling sedikit menggunakan energi dan sampah tersebut bisa di daur ulang. Jangan menyerahkan sampah untuk diurai oleh alam saja, tetapi kita harus bertanggung jawab atas sampah tersebut,” kata Ir. Akhmad Zainal Abidin, Msc, Ph.D, Peneliti dari Laboratorium Teknologi Polimer dan Membran Institut Teknologi Bandung (LTPM ITB).
Penggunaan polistirena dalam kemasan makanan pun sudah dijamin aman untuk kesehatan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Indonesia.
(Baca juga: Ssst… Ternyata Premix Jauh Lebih Mudah Digunakan untuk Bisnis Kuliner, Loh! Ini Dia Alasannya)
“Di tahun 2009, BPOM telah melakukan penelitian independen untuk 17 kemasan berbahan polistirena. Dalam 17 kemasan tersebut ditemukan bahwa residu ppm masih dalam angka yang sangat aman, yakni 10 - 43 ppm. Angka ini jauh di bawah level berbahaya untuk residu kemasan makanan,” kata Dra. Ani Rohmaniyati M.Si., Kasubdit Standarisasi Produk dan Bahan Berbahaya, BPOM Indonesia. (*)
Tanayastri Dini Isna