NOVA.id - Sebuah kuburan Belanda yang telah berumur 167 tahun masih berdiri kokoh di tengah-tengah pemukiman masyarakat Desa Sungai Selan, Bangka Tengah, Kepulauan Bangka Belitung.
Kuburan yang dibangun berbentuk tugu, berlapis keramik, dibangun pada tahun 1851 untuk mengenang komandan infantri Belanda, Mayor DW Becking.
Sejarawan Pangkal Pinang, Akhmad Elvian mengisahkan, Mayor DW Becking merupakan salah satu perwira yang dianggap berjasa oleh pemerintahan kolonial dalam memadamkan pemberontakan Depati Bahrin.
Baca juga: Dilan, Inikah Sosok Milea yang Asli? Geulis Pisan!
Salah satu panglima Depati Bahrin yang terkenal dan memiliki ilmu kebatinan, yakni Batin Tikal berhasil ditangkap Belanda.
Batin Tikal kemudian diasingkan hingga wafat di Benteng Amsterdam Manado.
Pada masa kontemporer ini, Benteng Amsterdam telah dibongkar dan berganti dengan bangunan pusat perbelanjaan.
Baca juga: Berjuta Kebaikan dalam Segelas Susu Gurih Tanpa Garam yang Wajib Kita Tahu
“Kematian Mayor DW Becking dikaitkan dengan adanya kutukan karena telah memotong rambut Batin Tikal yang dianggap keramat,” kata Akhmad Elvian saat peninjauan ke Sungai Selan, Minggu (28/1).
Akhmad mengungkapkan, masyarakat setempat menyebut Mayor DW Becking meninggal karena tersambar petir setelah memotong rambut Batin Tikal.
Sementara sumber Belanda menyebut perwira mereka meninggal karena sakit demam. “Istilahnya demam Bangka,” ujar Akhmad.
Baca juga: Jangan Keliru! Ternyata Susu Tanpa Garam Jauh Lebih Sehat Loh, Ini Buktinya
Atas pengorbanan yang telah dilakukan, pemerintah Belanda menganugerahi Mayor DW Becking dengan tanda jasa Der Wilhelm Orde.
Dari pengamatan Kompas.com, rumah-rumah penduduk berdiri cukup padat di sekeliling kuburan.
Masyarakat sekitar seperti tidak ambil peduli dengan keberadaan kuburan di tengah pemukiman mereka.
Kurangnya kepedulian masyarakat terlihat dari kondisi kuburan yang mulai ditutupi tanaman liar.
Baca juga: Belanja Produk Ritel Kekinian Hanya di Easy Shopping, Mudah dan Terpercaya!
Lokasi kuburan Mayor DW Becking terpaut sekitar 100 meter dari markas infantri Belanda yang kini telah berganti menjadi kantor Polsek Sungai Selan.
Tak jauh dari lokasi tersebut, terdapat sebuah pelabuhan yang dibuka Belanda untuk kegiatan perdagangan dan mobilisasi pasukan.
Pelabuhan Sungai Selan hingga saat ini masih berfungsi dengan baik.
Pengelolaan Timah Munculnya pemberontakan melawan Belanda, kata Akhmad Elvian tak bisa dilepaskan dari praktik monopoli timah.
Masyarakat Bangka yang merasa kecewa kemudian melakukan pemberontakan.
Baca juga: Sama-Sama dari Kalangan Selebriti, Pihak Sandy Tumiwa Bongkar Identitas Kekasih Tessa Kaunang
Batin Tikal kemudian memimpin penyergapan pada 14 November 1819 terhadap rombongan Belanda yang bergerak dari Pangkal Pinang menuju Muntok.
Dalam penyergapan di daerah Sungai Buk (Perbatasan Kampung Z dan Puding) pemberontak berhasil membunuh Residen Bangka SMI Saert.
Kepalanya kemudian dipenggal dan dibawa menghadap Sultan Palembang.
“Harapannya ketika itu Sultan bersedia mendukung perjuangan di Bangka dalam upaya melawan Belanda. Namun Sultan tidak bersedia. Sebagai gantinya Sultan menaikan harga beli timah dari 7 gulden menjadi 11 gulden per pikul,” papar Akhmad.
Baca juga: Hamil 17 Minggu, Vicky Shu Terjatuh Saat Sedang Manggung
Terkait rambut Batin Tikal yang dianggap keramat, dibenarkan Ernawati (50) yang mengaku sebagai generasi kelima dari Batin Tikal.
“Orang tua saya pernah menyimpan beberapa helai rambut di dalam lemari. Namun saat rumah ini diperbaiki, rambut disimpan oleh tukang asal Banjar. Kami berikan ketika itu karena memang tidak tahu digunakan untuk apa,” kata Ernawati di rumahnya di Sungai Selan.
Ernawati mengakui sering mendengar kabar akan rambut Batin Tikal yang keramat.
Pemegang rambut konon akan memiliki ilmu kebal, dan saat rambut dibawa ke ruangan terbuka, matahari akan tertutup lingkaran seperti pelangi. (*)
Heru Dahnur/Kompas.com