Mendengarkan Musik atau Merokok Saat Mengemudi Dipenjara 3 Bulan, Benarkah?

By Healza Kurnia, Jumat, 2 Maret 2018 | 03:30 WIB
Ilustrasi mendengarkan radio di dalam mobil (Healza Kurnia Hendiastutjik)

NOVA.id - Sebuah keputusan mengejutkan dilontarkan oleh pernyataan Kasubdit Gakkum Ditlantas Polda Metro Jaya AKBP Budiyanto.

Publik digegerkan dengan aturan mengenai larangan merokok dan mendengarkan musik atau radio saat berkendara.

Dilansir dari Kompas.com, menurut dia pada Kamis (1/3) kemarin, mendengarkan musik dan radio beserta kegiatan lainnya seperti merokok, menggunakan ponsel dan terpengaruh minuman beralkohol melanggar UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Hal itu tercantum di Pasal 106 ayat 1 junto Pasal 283. Pasal 106 ayat 1 menyebutkan, setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan wajib mengemudikan kendaraannya dengan wajar dan penuh konsentrasi.

Baca juga: Wajib Disimak, Minum Ayamnya Punya Manfaat Bagi Kita Sekeluarga

Pasal 283 menyebutkan, setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan secara tidak wajar dan melakukan kegiatan lain atau dipengaruhi oleh suatu keadaan yang mengakibatkan gangguan konsentrasi dalam mengemudi di jalan dapat dipidana dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp 750.000 (tujuh ratus lima puluh ribu rupiah).

Sejumlah tindakan yang masuk kategori mengganggu konsentrasi saat mengemudi antara lain tak boleh dalam kondisi sakit, lelah, mengantuk, menggunakan telepon, dan menonton televisi atau video. 

Budiyanto menyarankan, pengendara memanfaatkan fasilitas visual dan audio tersebut saat kondisi mobil berhenti.

Baca juga: Simak Kisah Sri Purwanti, Sukses Sulap Bahan yang Biasa Dipandang Sebelah Mata Jadi Panganan yang Mendunia

Namun bukan berarti pada saat macet pengendara boleh mendengarkan musik atau radio.

Larangan mendengarkan radio dan musik inilah yang agaknya menuai kontroversi.

Meski demikian, Budi mengatakan larangan ini belum mulai dilaksanakan karena sedang dalam tahap sosialisasi.

“Yang merokok atau dengarkan musik belum ada yang kami tilang. Karena baru kami sosialisasikan sekarang ini. Jadi boleh saja mendengarkan musik, tetapi ketika kendaraan sedang berhenti atau istirahat,” ujar Budiyanto.

Baca juga: Dengan Samsung Galaxy J Series, Jangan Pernah Bosan Lagi Sambil Menunggu di Mobil

Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar menilai, tafsir Budiyanto terhadap peraturan tersebut berlebihan.

"Menurut saya tafsir atas ketentuan itu berlebihan, lebay. Kalau kegiatan-kegiatan yang memang nyata-nyata menghilangkan konsentrasi seperti misalnya merokok, terus kemudian menerima telpon, nah itu masih bisa diterima bahwa perbuatan itu bisa menghilangkan konsentrasi," kata Abdul saat dihubungi Kompas.com, Kamis (1/3).

Menurut dia, mendengarkan radio saat perjalanan dapat memudahkan pengendara menerima berbagai informasi yang mencerdaskan.

"Kedua, radio itu kan one way, bukan perbuatan yang timbal balik seperti telepon misalnya yang harus meladeni orang lain bicara," kata dia.

Baca juga: Waduh! Roro Fitria Beberkan 5 Nama Artis yang Turut Konsumsi Narkoba, Siapakah Mereka?

Abdul menilai, Budiyanto tak bisa menafsirkan peraturan tersebut secara serampangan.

Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI) Profesor Topo Santoso secara terpisah mengatakan, tafsiran atas suatu undang-undang beserta kebijakannya harus dilandaskan pada penelitian atau data-data yang valid.

"Kalau tafsirnya terlalu luas bahaya karena membatasi ruang kebebasan masyarakat. Nanti mereka takut membawa anak karena kan juga bisa memecah konsentrasi. Belum lagi untuk industri hiburan melalui musik dan radio. Pasti terdampak itu," kata dia.

Baca juga: Ayo Bersiap Ramaikan Women's March 2018, Yuk Catat Tanggal dan Waktunya!

Sementara Training Director Jakarta Defensive Driving Consulting (JDDC), Jusri Pulubuh, kepada Kompas Otomotif mengatakan, polisi harus menjelaskan tafsiran mereka atas undang-undang itu secara lugas demi mencegah kesalahan presepsi di masyarakat.

Ia membenarkan, kegiatan degar musik saat mengemudi bisa mengganggu konsentrasi. Indikasi konsentrasi terganggu yakni saat pengemudi mulai bersenandung atau mulai mengetuk-ngetuk seperti pemain drum.

“Undang-undang itu sebenarnya sama seperti di negara-negara lain, tetapi harus dibaca dengan seksama yang "mengganggu konsentrasi”. Saya khawatir persepsi waktu penjelasan tersebut. Yang saya maksudkan, mendengar musik sah-sah saja, tetapi tidak kehilangan konsentrasi,” kata Jusri.

Ia menambahkan, jika mendengarkan musik dilarang saat berkendara, produsen mobil di Indonesia juga seharusnya dilarang untuk menyediakan sistem audio mobil.(*) Sherly Puspita / Kompas.com