Berkaca pada Kasus Penganiayaan Bayi Calista, KPAI Himbau Masyarakat Perlu Lakukan Hal Ini

By Amanda Hanaria, Rabu, 28 Maret 2018 | 11:00 WIB
Sinta (27) ditetapkan sebagai tersangka penganiayaan putri kandungnya, Calista (15 bulan) (Amanda Hanaria)

NOVA.id - Bayi Calista, korban penganiayaan yang diduga dilakukan oleh ibu kandungnya sendiri itu sudah menghembuskan nafas terakhirnya pada Minggu (25/3).

Kasus penganiayaan yang terjadi pada Calista tentunya menambah daftar panjang jumlah kasus kekerasan pada anak, tanpa terkecuali bayi.

Belum lagi dengan kejadian-kejadian yang tidak terekspos.

Akibatnya, banyak pihak yang menyayangkan kejadian miris tersebut, termasuk pihak Komisi Perlindungan Anak (Komnas PA).

Baca juga: Berjuta Kebaikan dalam Segelas Susu Gurih Tanpa Garam yang Wajib Kita Tahu

Dilansir dari Kompas.com, pihak Komnas PA menyebutkan bahwa kasus yang menimpa Calista di Karawang bisa terjadi lantaran faktor adanya kesalahan orang dewasa dan kurangnya kepedulian masyarakat.

"Apa yang terjadi pada Calista itu adalah kesalahan orang dewasa. Orang dewasa tidak sekadar ibu Sinta saja, tapi juga lingkungannya," ujar Ketua KPA Aris Merdeka Sirait, dikutip dari Kompas.com.

Menurutnya, orang dewasa seharusnya memberikan perlindungan kepada anak, bukan malah mengabaikan. 

Baca juga: Setelah Diskusi Panjang, Polisi Pastikan Proses Hukum Penganiayaan Bayi Calista Tetap Berlanjut

Selain itu, kata dia, kepedulian masyarakat terhadap lingkungan di sekitar perlu ditumbuhkan kembali melalui edukasi. 

Selain itu, kata dia, kekerasan terhadap anak bisa terjadi lantaran para orangtua menganggap anak tidak mempunyai hak dan merupakan hak 'milik'. 

Sebab, jika bukan bukan miliknya, pasti tidak berani melakukan kekerasan. 

"Coba kalau anak tetangga nakal pasti tidak berani. Tapi karena anak kita anggap sebagai milik, karena kita punya otoritas, kita pukul.

Padahal di dalam konteks agama konteks hukum, HAM (Hak Asasi Manusia), anak berhak dilindungi oleh semua orang dari tindakan kekerasan itu," jelasnya. 

Baca juga: Belanja Produk Ritel Kekinian Hanya di Easy Shopping, Mudah dan Terpercaya!

Aris mengatakan, nilai-nilai keagamaan, spiritual, religius, dan kekerabatan sudah mulai luntur. 

Padahal, Indonesia dikenal beradab dan mempunyai nilai-nilai, serta kultur yang baik. 

"Sekarang sudah tidak ada lagi," tuturnya. 

Karenanya, ia berharap nilai-nilai kekerabatan dibangun kembali. Sebab, di dalamnya terdapat ketahanan keluarga dan nilai-nilai keagamaan.  Sehingga solidaritas dan nilai spiritual menjadi utuh. 

"Jangan kira orang solidaritas hanya pada orang di luar rumah, tetapi solidaritas berlaku juga di dalam rumah. Perempuan juga harus dihargai," tandasnya. (*)