NOVA.id – Rendang adalah salah satu santapan yang disebut-sebut sebagai makanan terenak.
Sementara di Sumatera Barat, beragam jenis rendang bisa dijumpai di sejumlah sudut kota.
Mulai berbahan utama daging, telur, hingga belut, bisa dijumpai di pusat kuliner khas Minang.
(Baca juga: Mantan Aktor Zumi Zola Ditahan KPK, Beginilah Potret Kebersamaannya Bersama Istri)
Di Kabupaten Sijunjung, perempuan muda alumni Agribisnis Institut Pertanian Bogor (IPB) berkreasi mengembangkan rendang dari daun singkong.
Dialah Mya Amelia Harma.
Mya jadi ikon perempuan muda Tanjung Ampalu, Kabupaten Sijunjung, Sumatera Barat, yang termotivasi untuk memajukan daerahnya.
“Ini yang memotivasi kami untuk berbuat, memajukan Sijunjung,” ujar Rahmi Henda Yani (29), rekan Mya pada NOVA yang berkunjung ke rumah produksi Cuk.bi, di Pasar Tanjung Ampalu.
(Baca juga: Salah Memilih Ulekan Bisa Berpengaruh pada Rasa dan Kesehatan, Ini Penjelasannya)
Cuk.bi adalah produk rendang daun singkong yang berawal dari ide Mya saat kuliah di IPB, Jawa Barat.
Berawal kiriman dari kampung dan hasil penelitian untuk menamatkan kuliah, Mya memulai usahanya di rantau.
Pertengahan tahun 2015, perempuan kelahiran Tanjung Ampalu, Sumatera Barat pada 22 Mei 1990 ini memulai usahanya dengan modal uang Rp500.000.
Sempat vakum beberapa saat, usaha Cuk.bi kembali digeluti begitu kembali dari Bogor ke tanah kelahirannya di Tanjung Ampalu.
(Baca juga: Berdebat untuk Jenguk Anaknya, Seorang Kakek Tua Tega Lakukan Hal Ini kepada Istrinya, Sadis!)
“Mya mulai mengikuti sejumlah lomba, dan mendapat apresiasi dari kementerian,” cerita Rahmi, yang saat ini lebih banyak berada di rumah untuk mengawasi produksi Cuk.bi.
Di tangan Mya, Cuk.Bi mendapat sentuhan tiga rasa: pedas, petai, dan rasa original.
Migrasi Usaha
Namun, usaha yang dijalani Mya memang tak mudah membalikkan telapak tangan.
Ada saja kendala yang harus dihadapi.
Kata Rahmi, Cuk.bi sempat berhenti produksi selama enam bulan karena sulitnya mendapatkan lokasi untuk tempat produksi di Kota Bogor.
Beruntung, persoalan ini terpecahkan kemudian saat salah seorang kerabat bersedia meminjamkan rumahnya untuk produksi Cuk.bi.
(Baca juga: Mitos atau Fakta? Perempuan yang Sedang Menstruasi Dilarang Berkunjung ke Habitat Komodo)
"Setelah dipinjamin fasilitas rumah oleh Pak Boy baru mulai lagi," cerita Rahmi.
Namun, bukan hanya rumah produksi yang sempat jadi kendala, ketersediaan bahan baku daun singkong berkualitas baik di daerah itu juga sangat terbatas.
Akibatnya, Mya harus memutar otak agar produksi dan kualitas rendang daun singkong olahannya tetap terjaga.
Akhirnya, Mya memutuskan untuk migrasi ke Sijunjung, karena bahan baku yang melimpah di Sijunjung jadi alasan utama.
(Baca juga: Ini 5 Alasan Mengapa Kulit Wajah Bisa Mengalami Kelebihan Minyak, Nomor 2 Perlu Dihindari)
Di daerah itu, daun singkong jurai untuk memasak rendang daun singkong mudah ditemukan.
"Kembali ke visi awal ingin menjadikan Cuk.bi sebagai oleh-oleh khas Sijunjung.
Kalau produksi di Bogor, tentu tagline oleh-oleh khas sijunjung nggak bisa digunakan," ungkap Rahmi.
Setelah masalah produksi bisa diatasi, usaha rumahan Cuk.bi mulai mendapatkan tempat di hati masyarakat.
Mya juga rajin ikut pelatihan pemasaran.
(Baca juga: Jangan Terlalu Cemas Jika Alami Perut Kembung, Cukup Konsumsi Makanan Enak Ini Ternyata Bisa Meredakannya loh!)
Kesempatan mengembangkan usaha juga didapati Mya saat ia menyodorkan proposal ke Kementerian Pertanian lewat Program Pedoman Penumbuhan Wirausahawan Muda Pertanian pada 2016.
Dia berhasil masuk nominasi 10 besar dan mendapatkan suntikan dana sebesar Rp35 Juta.
“Dari situ usaha Mya terus berkembang dan packaging Cuk.bi jadi lebih menarik seperti saat ini,” ujar Rahmi.
Saat ini, packing Cuk.bi terlihat lebih menarik dengan berat 125 gram per paket. Satu paket sebesar 125 gram dijual seharg Rp23.000.
(Baca juga: Pergi Bulan Madu, Mulan Jameela dan Ahmad Dhani Alami Kejadian Mengerikan saat Tiba di Oman)
Tak Kalah dengan Daging
Dari segi rasa, tekstur daun singkong yang diolah dengan cara membuat rendang, memberikan sensasi keras saat memakannya.
Dari segi bentuk, rendang Cuk.bi nyaris sama dengan rendang belut, masakan khas masyarakat di Batusangkar, Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat.
Daun singkong yang terlihat kaku dan memberikan kesan renyah saat dimakan, membuat rendang ini tidak kalah dengan rendang daging yang umum dikonsumsi pencinta kuliner.
(Baca juga: Pusar Menghitam Saat Hamil, Mengapa Bisa Terjadi? Ini Jawabannya)
Pada dasarnya, proses memasak rendang daun singkong tak ubahnya dengan rendang daging.
Dari segi bumbu nyaris sama, tetap memanfaatkan santan kelapa sebagai bahan utama.
Hanya saja, rendang daun singkong menggunakan cabai rawit sebagai bahan untuk mendapatkan rasa pedas.
“Butuh delapan jam untuk mengolah rendang daun singkong dengan api yang kecil (bara),” ujar Rahmi.
Pemilihan daun pun menjadi penentu untuk mendapatkan rendang daun singkong berkualitas.
(Baca juga: Waspada Saat akan Menitipkan Anak, Jika Tidak Bisa Berakibat Fatal Seperti Kasus Berikut Ini!)
Di Sumbar, daun singkong atau suka juga disebut daun ubi dikenal sebagai sayur yang menjadi konsumsi masyarakat setempat.
Daun ubi yang diolah pun diutamakan yang bagian pucuk, karena memberikan tekstur lembut.
“Untuk quality control tetap ditangani mama Mya (Gusni Haryeti),” ujar Rahmi.
Ibu Gusni (58) selalu hadir di dapur produksi untuk memastikan rendang daun singkong siap dipasarkan. Rendang daun singkong merupakan masakan khas masyarakat setempat.
“Umumnya orang tahu rendang itu khas dengan daging sapi, tapi di sini rendang juga menggunakan bahan dasar daun singkong.”
(Baca juga: Meski Warnanya Terlihat Tak Menarik tapi Kembang Kol Punya Segudang Manfaat untuk Tubuh)
Rendang daun singkong yang sering dikirimkan ibu Mya saat sang anak menimba ilmu di IPB, Jawa Barat.
Kawan-kawan kos Mya jadi pasar pertama yang mencicipi rendang daun singkong kiriman dari kampung.
Berkat masakan khas Sijunjung ini, Mya berhasil mendapatkan penghargaan dalam mata kuliah praktik kewirausahaan.
Rendang daun singkong berhasil menjadi produk bisnis terbaik dalam praktik kewirausahaan tahun 2015.
(Baca juga: Pakai Alat Kontrol Jantung, Kakek Ini Nekat Ikuti Lomba Lari dan Berhasil ke Garis Finish)
“Dari situ dosen pembimbing Mya menyarankan agar produk ini dilanjutkan sebagai identitas bisnis,” tambah Rahmi.
Selama enam bulan penelitian, Mya mendapatkan daun singkong yang pas untuk dikembangkan sebagai produk olahannya.
Berkat packaging yang terbilang baik, rendang daun singkong olahannya bertahan dalam waktu tiga bulan.
Sebenarnya lebih dari tiga bulan, karena waktu kami buka setelah tiga bulan, tetap tidak ada masalah, tetap aman untuk dikonsumsn namun untuk keamanan konsumen, dibatasi tiga bulan sesuai uji.
(Baca juga: Agar Kulit Terawat Sempurna, Ini Aturan yang Benar Soal Pemakaian Lulur, Masih Banyak yang Salah!)
Kembangkan Pasar Baru
Meski saat ini Cuk.bi telah menjangkau sejumlah pasar di tanah air, Mya masih berusaha mengembangkan pasar baru bagi produknya.
Modal untuk biaya promosi masih menjadi kendala ke depan yang akan terus dicarikan solusi.
Bagi Mya, jasa perbankan, termasuk BANK BRI membuat usaha yang dijalaninya itu semakin dekat dengan target pasarnya.
“Karena penjualan Cuk.bi lebih banyak dilakukan secara online, dengan pembayaran via rekening yang sangat memudahkan proses penjualan,” kata Rahmi.
(Baca juga: Jaket Denim Milik Presiden Jokowi Mengundang Perhatian Publik, Ternyata Begini Desain dan Gambar yang Ada di Jaketnya)
Selain didukung modal dan jaringan keuangan yang luas, Mya juga mengandalkan media sosial untuk pengembangan produknya.
“Kami terus berusaha mendapatkan pasar potensial dan menemukan rasa baru untuk mengembangkan produk kami,” pungkas Rahmi.(*)
Erinaldi