Terkenal Hingga ke Eropa, Ini Keistimewaan Tenun Songket Silungkang

By Healza Kurnia, Senin, 9 Juli 2018 | 09:30 WIB
Hj. Aina, pemilik Aina songket (Erinaldi/NOVA)

NOVA.id - Sejak seabad lalu, tenun songket Silungkang mulai dikenalkan ke daratanEropa, tepatnya Belgia.

Kala itu, tahun 1907, Ande Baensah memperkenalkan cara menenun Songket Silungkang di Brussel.

Namun ternyata, jauh sebelum Ande Baensah sampai di Brussel, tenun Silungkang mulai menemukan coraknya.

Masyarakat Silungkang meyakini, pada 1800-an, kegiatan menenun sudah menjadi ciri masyarakat Silungkang yang minim sumber daya alam.

Perkampungan yang dikelilingi bukit batu ini berkembang menjadi pusat perekonomian bagi masyarakat Sawahlunto, Sumatera Barat.

Baca juga: Ingin Santap Sarapan dengan Spaghetti Spesial? Bikin Italian Meatball, yuk!

“Tahun-tahun itu, pohon kapas banyak di sini. Kita memproduksi sendiri dari kapas menjadi benang dan ditenun menjadi kain, pewarnanya juga alami,” kata Aina Ulmardiah (60) pelaku bisnis Songket Silungkang saat ditemui Nova di galeri Aina Songket di jalan Raya Silungkang, Sawahlunto.

Peraih penghargaan One Village One Product (OVOP) Bintang Tiga dari Menteri Perindustriantahun 2015 ini memulai usaha songket sejak tahun 1985.

Kemampuan menenun diperoleh Aina secara turun temurun dari orang tuanya.

Jatuh bangun mempertahankan industri songket khas Silungkang dijalani ibu dengan empat anak ini tanpa modal besar.

“Bisa dikatakan dari nol, SK pegawai Bapak digadaikan untuk mendapat pinjamanmodal dari bank,” tutur Aina bercerita.

Baca juga: Punya Uang Warisan Besar dan Bingung Cara Mengelolanya? Ikuti Cara Ini Saja!

Usahanya sempat mengalami pasang surut.

Krisis moneter tahun 1998 sempat menerpa dan membuat usahanya nyaris gulung tikar.

Ratusan pekerja dirumahkan dan ia kembali turun ke rumah-rumah sambil menjajakansongket.

Berkaca dari pengalaman pahit krisis moneter tahun 1998, Aina pun memutar otakdan membuat sistem kemitraan dengan para pekerjanya.

Merajut benang menenun songket (Erinaldi/NOVA)

Meski menciptakan pesaing baru dalam bisnis ini, Aina tidak ragu memberikan order dari pelanggan kepada para pekerjanya yang sudah membuka usaha sendiri.

“Konsep ini lebih minim risiko dan saya juga ikut membantu mereka,” katanya.

Baca juga: Ucapkan Selamat Tinggal Pada Noda di Kemeja Putih dengan Ini!

Ratusan pekerja yang ia didik kini telah berkembang menjadi penenun Songket Silungkang dan tersebar di sejumlah daerah di Tanah Air.

Di keluarganya saja, dua anaknya telah disiapkan untuk mewarisi keahlian turuntemurun menenun songket.

Kini, Aina bisa bernapas lega.

Ia aktif membantu ratusan penenun untuk beproduksi menghasilkan hasil tenunan terbaik.

“Kita hanya menyiapkan motif dan standar kualitas, nanti anak tenun kami yang mengerjakan, lalu saya beli dari mereka,” lanjut Aina.

Baca juga: Gadis Cantik Ini Akan Jadi Perempuan Pertama yang Mendarat di Mars

Motif yang melekat pada Songket Silungkang dibagi dalam tiga kategori besar, yakniItiak Pulang Patang, Pucuak Rabuang, dan Saik Kalamai.

Motif ini muncul dari kearifan lokal masyarakat Minang yang diadopsi dalam motif-motif menarik. 

“Sekarang justru berkembang lebih dinamis. Misalnya, ada motif Keong Mas, tapi terkadang tergantung permintaan juga,” katanya.

Soal harga, Songket Silungkang berupa sarung, bahan baju, dan selendang, dijual mulai Rp350 ribu, hingga jutaan rupiah.(*)

(Erinaldi)