Ia juga harus berbagi tugas dengan Eugene.
Myrna diminta untuk mengarahkan dari helikopter.
Lantas apakah Myrna tak takut?
“Jadi kalau lihat adegan helikopter, aku yang (arahin) di atas dan Eugene arahin barisan mobil polisi di bawah. Sesuai pembagian, kalau enggak ada yang komplain berarti let’s go! Aku suka sih di situ, tantangannya lebih gede karena aku belum pernah syuting di dalam helikopter kayak gitu," ujar Myrna di Kuningan, Jakarta Selatan baru-baruini.
Selama di atas, dengan banyaknya muatan dan kamera yang sangat besar, Myrna harus pintar-pintar mencari posisi.
(Baca juga: Haru, Ibu Lahirkan Bayinya Pasca Kecelakaan Sebelum Meregang Nyawa)
Meski tak duduk nyaman, Myrna tetap harus berkoordinasi dengan orang-orang di bawah melalui sambungan HT.
“Itu di atas setengah mati karena (disuruh) ‘rendah-rendah-rendah’. Kalau terbang di tempat rendah di antara dua gedung itu ada turbulensi. Itu kamera saya goyang-goyang, saya juga goyang-goyang and I have to concentrate on what to shoot,” ungkap dia.
“Jadi refleks dan intuisi saya sama kameramen (harus bisa) kira-kira habis ini ia (helikopter) jalannya ke mana dan apa yang harus di-shoot,” lanjutnya.
Saking menantang dan lamanya, Myrna merasa seperti seumur hidup berada di atas helikopter.
(Baca juga: Musnahkan Jerawat dengan Masker Aspirin, Ini Langkah Mudahnya!)
Namun, itu menjadi salah satu pengalamannya sebagai sutradara film aksi.
Buat Myrna, untuk profesinya yang terpenting ialah kuat mental, sebab secara fisik pun tidak mudah dan harus bekerja sama dengan kebanyakan laki-laki.
“Jadi musti kurangin speed-nya atau enggak dikejar-kejar karena aku di belakang. Aduh kamera gue. Tunggu-tunggu, dia mundur lagi ke belakang, kita enggak bisa ngesyut lagi. Aduh ada gedung bagus kamu mesti maju ke sana biar kita dapat refleksi. Itu sih koordinasinya,” ungkap Myrna.(*)
(Aghnia Hilya N.)