NOVA.id - Saat ini, perempuan sukses sudah tak bisa dihitung dengan jari, entah dalam bekerja atau berbisnis.
Pencapaian kita tak bisa lagi diragukan.
Hal ini tentu selaras dengan pergerakan kesetaraan gender yang semakin naik kelas.
Perempuan tak melulu diharuskan mengurus rumah, melainkan bisa memilih apa yang dilakukan.
Meskipun tetap memilih mengurus rumah sebagai ibu rumah tangga, hebat juga.
(Baca juga: Ternyata Kita Lebih Lama Sembuh dari Flu Dibanding Pria, Kenapa ya?)
Sayangnya, kadang-kadang kita yang sudah menjelma menjadi pribadi sukses malah memiliki tingkat ego yang semakin tinggi.
Alias, mementingkan keuntungan diri sendiri, tanpa peduli dengan orang lain.
Kalau sikap ini dibiarkan berlarut-larut, maka bukan tidak mungkin semakin sulit dikendalikan.
Alhasil, masalah baru dalam diri kita, keluarga dan lingkungan bisa timbul.
Berawal dari tingginya ego mereka yang suka mendominasi dan mengendalikan apapun karena merasa memiliki kekuasaan, akhirnya memunculkan sebuah identitas baru di dunia gender yang disebut dengan alpha female/perempuan alfa.
“Alpha female ini memiliki ego (egoisme) sangat tinggi dan mendominasi apapun. Mereka tak hanya mengambil keputusan dalam perusahaan tetapi juga dengan keluarga,” jelas psikolog Ajeng Raviando yang praktik di Teman Hati Konseling.
(Baca juga: Tenang, 3 Tips Ini Bikin Kita Lebih Pede Datang ke Undangan Klien)
Biasanya, mereka juga tak lagi takut dengan apapun, bahkan dengan perceraian.
Karier melonjak dan finansial stabil membuat mereka bahkan berani menanggung kehidupan anak tanpa perlu pemasukan finansial dari pasangan.
Kedengarannya mungkin baik dan mandiri.
Tapi, apakah memang lebih baik?
Tidak, jika perempuan alfa tidak mau lagi memahami kebutuhan orang lain.
Contohnya, dalam hal keluarga, sesukses apapun kita, tentunya kita masih harus berkompromi.
Jika ingin keluarga awet, kita harus menurunkan sikap egois kita.
(Baca juga: Selamat! Ini 5 Fakta Menarik Bagi Orang yang Memiliki Mata Coklat)
Caranya tak sulit, Sahabat NOVA hanya perlu memahami kebutuhan orang lain, khususnya suami dan anak.
“Perempuan harus mengendalikan ego. Pernikahan itu harus didasari dengan kerja sama yang baik bersama pasangan,” tukas Ajeng.
Dalam kasus keluarga, termasuk pasangan, kita bisa memulai untuk peduli dengan kemauan mereka.
Misal, pasangan kita membutuhkan waktu luang kita untuk mengeratkan kembali hubungan.
(Baca juga: Tora Sudiro 'Ngobat' Karena Sindrom Tourette, Ternyata Ini Cara Penyembuhannya)
Tak ada salahnya jika meluangkan waktu untuk suami dan anak.
Tentu, mereka membutuhkan waktu dan perhatian kita.
Ingat, selain suami, anak juga membutuhkan sosok seorang ibu terlebih jika mereka sedang dalam masa pertumbuhan.
(Baca juga: Viral Makeup)
Rasa peduli ini secara perlahan akan menghidupkan kembali rasa empati yang sudah lama mati.
Bentuk empati ini juga akan membuat kita sebagai pribadi menyenangkan tak hanya dari keluarga, tetapi dalam pekerjaan dan kehidupan sosial.
Dengan tingkat empati lebih tinggi, bukan tidak mungkin lingkungan sekitar akan lebih menghargai dan merasa dihargai.(*)
(Tentry Yudvi)