Keramat, Orang Jawa Larang Menikah di Bulan Suro, Ternyata Ini Alasannya

By Tiur Kartikawati Renata Sari, Selasa, 11 September 2018 | 22:00 WIB
Keramat, Orang Jawa Larang Menikah di Bulan Suro, Ini Alasannya Menurut Pengamat Budaya! (Tribunnews.com)

NOVA.id - Pada Tahun Baru Islam yang jatuh di Selasa (11/09), umat Muslim memasuki bulan Muharram atau yang dalam bahasa Jawa disebut bulan Suro.

Bagi masyarakat Jawa, bulan Suro dianggap sebagai bulan yang keramat.

Bahkan, ada pantangan untuk menyelenggarakan hajatan pernikahan selama bulan Suro.

Baca Juga : Nadine Chandrawinata - Dimas Anggara Disambut Cara Aneh, Warganet: Tempatnya di Wakanda!

Tak heran, menjelang akhir bulan Dzulkahijjah atau Dzulhijjah, masyarakat Jawa buru-buru menggelar hajatan pernikahan sebelum memasuki bulan Suro.

Alasan pantangan menggelar hajatan pernikahan di bulan Suro adalah dikhawatirkan pasangan yang menikah akan mendapat nasib buruk.

Ada beberapa hal yang menyebabkan masyarakat Jawa begitu mengeramatkan bulan Suro.

Baca Juga : Vicky Shu Beri Sugesti Positif Saat Hamil, Setelah Lahir Bayinya Miliki Sifat Seperti Ini

Sebagaimana dikutip TribunTravel.com dari laman Intisari Online, menurut pengamat budaya Jawa, Han Gagas bulan Suro dikuasai Batara Kala.

Ini berdasarkan pada kepercayaan Hindu.

Adapun Batara Kala sang penguasa Suro juga merupakan penguasa waktu yang menjalankan hukum karma atau sebab akibat.

Baca Juga : Gugat Cerai Sule, Lina Tak Lagi Tinggal di Istana Megah Ini, Seperti Apa Isinya?

"(Bulan) Suro, dewanya Batara Kala, yang suka makan manusia, dalam arti nasibnya. Sehingga buruk nasibnya," kata Han Gagas.

"Untuk itu, hal tersebut harus dihindari agar auranya menjadi baik," tambahnya.

Melihat Batara Kala yang suka memakan nasib (baik) manusia, masyarakat Jawa tidak menyelenggarakan hajatan di bulan Suro.

Baca Juga : Maia Estianty Pamer Foto Bersama Idolanya 10 Tahun Lalu, Warganet Soroti Wajah Keduanya, Tak Berubah?

Jika melanggar, dikhawatirkan nasib buruk akan datang.

Menurut Han Gagas, hajatan yang dilarang diselenggarakan di bulan Suro tak hanya pernikahan.

Namun juga hajatan lain seperti pendirian rumah, sunatan, pindah rumah dan lainnya.

Baca Juga : Ikut Pengajian bersama Natalie Sarah, Prilly Latuconsina Berhijab Dipuji dan Didoakan Segera Hijrah!

Meski larangan menggelar pernikahan di bulan Suro dimaksudkan untuk menghindari nasib buruk, itu tidak berarti resepsi pernikahan di bulan ini juga dilarang.

Han Gagas mengatakan, "Jika ijab kabul dilaksanakan sebelum bulan Suro lalu mengadakan resepsi pada bulan Suro, itu masih bisa dilakukan."

Selain kepercayaan Hindu di atas, ada alasan lain di balik pantangan menikah di bulan Suro.

Baca Juga : Billy- Hilda Minta Nikita Mirzani Turun Tangan, Kriss Hatta Batal Menangkan Gugatan?

"Budaya Suro bisa dianggap bulan spiritual sehingga waktunya untuk ibadah dan membersihkan dari sifat, sikap, watak nafsu angkara, aluamah, sufiyah, mutmainah, dan bisa dianggap sebagai bulan rehat dan refleksi renungan."

"Bukan untuk membuat hajat yang berdampak pada pengeluaran keuangan terlalu banyak," jelas Han Gagas.

Artinya, di bulan spiritual ini sebaiknya masyarakat memanfaatkannya untuk lebih memaknai hidup dan tidak mengutamakan keduniawian.

Baca Juga : Klarifikasi Sule Diisukan Selingkuh dengan Pramugari: Saya Berani Sumpah Demi Al Quran

Seperti beribadah, merehatkan diri dari hingar-bingar dunia, atau merenungkan kehidupan agar berjalan lebih baik.

Sementara itu, menggelar pernikahan atau jenis hajatan lainnya hanya akan mendorong seseorang mengeluarkan biaya yang banyak.

Hal ini tentu membuat bulan spiritual tidak dimanfaatkan dengan maksimal karena kesempatan untuk beribadah dan renungan berkurang atau malah hilang sama sekali.

Baca Juga : Bagai Keluarga Keraton, Begini Potret Keluarga Vicky Shu Saat ke Istana

Menurut Han Gagas, selain dari segi spiritual, pantangan menikah di bulan Suro bisa pula dikaitkan dari segi sosial dan ekonomi.

"Orang Jawa perlu 'let' (jeda), termasuk kondisi keuangan."

"Jika terlalu banyak hajatan yang kudu nyumbang (memberi sumbangan), nanti kasihan bisa buat banyak yang marah atau terlalu ngoyo kerja buat nyumbang, itu bisa buat aura negatif."

Baca Juga : Istri Jeremy Thomas Kerap Dihina Kurang Gizi, Ini Tanggapannya yang Menohok

"Ini versi yang modern dan condong ke manajemen uang," tambahnya.

Masayarakat Jawa memang bisa menggelar pesta pernikahan sepanjang tahun, kecuali di bulan Suro.

Sehingga terdapat rehat atau jeda sejenak dari biaya hajatan, tidak hanya dari pihak penyelenggara, tetapi juga bagi orang yang menghadiri hajatan.

Baca Juga : Kenang Persahabatannya dengan Nike Ardila, Melly Goeslaw Ceritakan 2 Hal Ini

Jika tak ada rehat dalam satu bulan, bisa dipastikan sepanjang tahun masyarakat akan mengadakan atau menghadiri hajatan.

Sehingga perlu kerja yang lebih keras untuk memenuhi pengeluaran tersebut.

Seringnya frekuensi gelaran pernikahan bisa membuat orang sebal karena menghadiri hajatan pernikahan atau hajatan lain yang tak ada hentinya.

Baca Juga : Resmi! Ahok Beri Konfirmasi Terkait Rumor Akan Nikahi Polwan Cantik, Benarkah?

Jadi, jika ada jeda selama satu bulan, pengeluaran pun ikut 'beristirahat' dan uang yang ada bisa disimpan.

Saat semua hal itu dilakukan akan masuk dalam kearifan lokal yang akan memunculkan toleransi, meningkatkan spiritual, atau lebih memahami keadaan sekitar.

Bahkan, dalam Islam, ada sunah untuk berpuasa pada tanggal 9, 10 dan 11 Muharram (Suro).

Baca Juga : Tak Disangka! Ternyata, Daun Kelor Bisa Bikin Bibir Sehat, loh!

Hal ini mengindikasikan, kita bisa mengambil hikmah dari puasa dengan merenung dan mengekang diri dari hawa nafsu, bukannya membuat hajatan pesta.

Selain itu dengan berpuasa, kita juga dapat belajar untuk tidak mengonsumsi makanan dan minuman yang berlebihan.

Mengenai perbedaan pendapat di kalangan masyarakat tentang pantangan hajatan di bulan Suro, semuanya memiliki tujuan yang baik.(*)

Artikel ini telah tayang di Tribuntravel.com dengan judul Inilah Alasan di Balik Larangan Menikah pada Bulan Suro, Tak Sekadar Mitos Batara Kala.