NOVA.id - Pekan lalu, Asian Para Games (APG) 2018 telah usai.
Kita jelas bangga dengan prestasi tim Indonesia yang mampu melebihi target menduduki peringkat ke-5 dengan mengantongi 37 medali emas, 47 perak, dan 51 perunggu.
Kita bukan hanya terpesona dengan perjuangan para atlet di gelanggang, tapi bisa jadi juga terinspirasi dengan teman-teman disabilitas ini.
Kita juga ikut senang, pemerintah bukan hanya mampu menggelar event olahraga ini kurang lebih sama baik dan meriahnya dengan Asian Games 2018 yang hanya berselang sebulan sebelumnya, tapi juga mengapresiasi atlet yang berprestasi.
Baca Juga : Seorang Jurnalis Perempuan Diperkosa dan Dibunuh Usai Melaporkan Kasus Korupsi
Selain memberi bonus uang yang relatif besar, rumah, juga mengangkat mereka yang berminat dan memenuhi syarat untuk jadi aparatur sipil negara di Kemenpora.
Hari ini, para atlet APG telah kembali ke rumah masing-masing atau ke tempatnya berlatih.
Tapi, sudah selesaikah pertandingan mereka?
Bertarung di gelanggang olahraga, mereka sudah usai.
Baca Juga : Berkaca dari Titi Qadarsih, Kebiasaan Makan Sepele Ini Picu Kanker Usus!
Tapi, perjuangan mereka di kehidupan keseharian yang merupakan gelanggang sesungguhnya sepertinya belum mencapai finis.
Kita, seperti juga Presiden Jokowi paham sekali hal itu.
Karenanya, masih saja terbayang terus adegan di pembuka APG 2018 saat Jokowi bareng Bulan Karunia Rudianti dan seorang teman memanah target “disability”, hingga tersisa kata “ability” saja.
Pesan ini jelas tersurat dan tersirat.
Baca Juga : Selingkuh Saat Masih Berstatus Suami Nafa Urbach, Zack Lee: Itu Masa Paling Berat dalam Hidup Aku
Bahwa, bukan hanya atlet disabilitas yang mampu merontokkan “kekurangan” mereka dan terbukti, tapi juga buat para disabilitas lainnya.
Apa pun profesi mereka.
Kita pasti sepakat, bahwa teman-teman kita yang disabilitas ini tak pernah minta dikasihani.
Tapi, masihkah kita memasang pagar hingga membatasi pandangan dan langkah mereka?
Sepertinya tidak, toh UU No. 4 Tahun 1997 masih berlaku sampai hari ini.
Baca Juga : Bertemu di Bandara, Rossa Bersandar Mesra di Bahu Ivan Gunawan
Inti dari isi undang-undang itu mewajibkan penyedia kerja memberikan kuota satu persen bagi para penyandang disabilitas sebagai bagian dari tenaga kerja mereka.
Bahkan, ada juga UU Penyandang Disabilitas, 2016 yang mewajibkan Badan Usaha Milik Negara mempekerjakan penyandang disabilitas paling sedikit dua persen dari jumlah pekerjanya.
Jika pun UU itu dilaksanakan betul, apakah sudah cukup untuk membuat saudara-saudara kita itu terbantu?
Baca Juga : Main dengan Bunga Zainal, Dimas Anggara Mengaku Menderita, Kenapa ya?
“Untuk penyandang disabilitas, hambatan terberat ada di infrastruktur. Sekolahnya sedikit, biayanya jadi mahal. Kalaupun dia survive pendidikan, dia pun harus lanjut memikirkan bagaimana menghidupi dirinya,” tukas Maulani Agustiah Rotinsulu, aktivis yang memperjuangkan akses bagi penyandang disabilitas, sekaligus ketua umum Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia (HWDI).
Yup. Bisa menghidupi diri sendiri tanpa banyak minta bantuan orang lain adalah kunci.
Satu cara agar bisa hidup mandiri, ya bekerja.
Bisa sebagai wirausaha atau sebagai pegawai di perusahaan, seperti yang dimaklumatkan oleh UU tadi.
Baca Juga : Apa Kata Zodiak Minggu Terakhir di Bulan Oktober 2018? Ada Perubahan Mendadak untuk Taurus
Namun menurut Lani, begitu ketua HWDI diakrabi biarpun sudah ada, jumlah perusahaan yang mau membuka diri ini masih sedikit sekali jumlahnya.
Dan sulitnya, belum semua perusahaan berhasil menerapkan proses seleksi yang mumpuni dan ramah.
Sebut saja sarana dan prasarana tes yang terbatas.
Seperti penggunaan pensil dan kertas yang jelas-jelas tidak bisa diakses tuna netra.
Baca Juga : Seminggu Tak Makan Gula Buah dan Tepung, Perempuan Ini Alami Hal Menakjubkan Pada Tubuhnya!
Kalau diterima pun, fasilitas di kantor terbatas.
“Oke, disabilitas boleh apply. Tapi kemudian ketika melamar dan ada tes, ada disabilitas yang tidak bisa mengaksesnya. Pemahaman memberi perlakuan yang adil dan setara ini yang belum dipahami. Ini yang kita namakan aksesibilitas yang layak. Fasilitas-fasilitas harus disesuaikan dengan cara penyandang disabilitas itu mengakses. Caranya enggak ribet-ribet banget, kok. Kalau enggak bisa nyiapin tes huruf Braille, kan bisa rekam jawaban pakai tape recorder,” tukas Lani.
Ooh, jika betul seperti yang disampaikan Lani, bagaimana dengan Mutiara Cantik Harsanto, perenang di APG 2018?
Mutiara yang baru 14 tahun itu padahal bercita-cita ingin jadi psikolog, loh.
Baca Juga : Sederhana dan Cantik, Begini Tampilan Kahiyang Ayu Hadiri JFW 2019!
Atau, cukup saja seperti Mella Windasari (34), peraih emas di cabor lawn balls yang berencana mengandalkan hadiah dari pemerintah, yakni jadi PNS?
Tentu, kita tak boleh pesimis.
Karena, meskipun tidak kelewat benderang, kesempatan penyandang disabilitas untuk masuk ke lapangan kerja selalu terbuka lebar.
Baca Juga : Akui Clift Sangra Perintahkan Bunuh Ratu Horror, 3 ART Ini Saksi Kunci Kematian Suzzanna?
Lalu, seperti apa bekal yang benar-benar harus dipersiapkan oleh para penyandang disabilitas ini ketika telah masuk dalam dunia kerja?
Simak ulasan selengkapnya dalam rubrik "Isu Spesial" yang telah tayang mulai Senin (22/10) di edisi terbaru Tabloid NOVA 1600.(*)
(Melissa Tuanakotta/Aghnia Hilya N/Jeanett Verica)