NOVA.id – Beberapa musisi hadir dalam sebuah diskusi untuk mendorong Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk mengkaji ulang Rancangan Undang-undang (RUU) Permusikan.
RUU tersebut dinilai belum mengatur tata kelola industri musik secara menyeluruh dan lebih sehat.
Salah satu musisi, musisi Kartika Jahja menyatakan menolak RUU Permusikan karena merepresi kebebebasan berekspresi.
Baca Juga : Ini Alasan Nama Della Perez Terlibat Kasus Prostitusi Online Vanessa Angel, Ada Hubungan dengan Mucikari?
"Musik bukan hanya penghibur, tapi merespon situasi sosial politik budaya di masyarakat, dan itu tidak selalu indah. Pasal-pasal karet dalam RUU membuat musisi rentan dikriminalisasi," katanya.
Di sisi lain, Glenn Fredly menyebut, hal ini perlu dilakukan untuk memajukan permusikan di Indonesia.
“Pengaturan tata kelola industri musik sangat penting untuk memastikan perlakuan adil untuk semua pihak yang terlibat di dalamnya. Sehingga, kita dapat lebih memajukan musik di Indonesia,” ujarnya, Senin (04/02).
Baca Juga : Veronica Tan Disebut Tak Mau Urus BTP, Nicholas Sean Justru Rekam Pekerjaan Ibunya saat Imlek
Tak hanya Glen Fredly, beberapa artis penyanyi, pencipta lagu, manajer, produser, akademisi, serta penggagas Kami Musik Indonesia (KAMI) pun hadir dalam diskusi yang digelar Senin pagi.
Beberapa hal yang dibahas ialah terkait dari pengembangan sumber daya manusia, musik tradisional, fasilitas, sampai kebebasan berekspresi.
Peneliti Koalisi Seni Indonesia, Hafez Gumay menjelaskan RUU ini masih dalam proses di DPR dan harus dipastikan berkualitas baik dalam konteks tata kelola industri musik.
“Selagi RUU-nya masih dalam proses di DPR, semua orang, termasuk pelaku musik, berhak memberi masukan. Kami harap masukan ini akan diakomodasi DPR dan pemerintah saat pembahasan RUU Permusikan di Senayan,” tutur Hafez.
Baca Juga : Cerai dari BTP, Penampilan Terkini Veronica Tan Akhirnya Tertangkap Kamera
Beberapa hal yang disarankan untuk menciptakan ekosistem musik Indonesia yang lebih sehat, KAMI dan Koalisi Seni Indonesia menyarankan beberapa hal terkait pembagian peran dan tanggung jawab pemangku kepentingan dalam ekosistem musik secara jelas.
Misalnya, adanya pembedaan antara pencipta lagu, jasa studio rekaman, pengedaran musik, dan pengarsipan musik.
Riset dan pengembangan juga bagian penting dalam ekosistem yang perlu diatur, agar karya musik baru dan berkualitas terus muncul secara berkelanjutan.
Baca Juga : Sudah Dibui, Vanessa Angel Ditempatkan Satu Sel dengan Mucikarinya
Para peserta diskusi lainnya pun berpendapat sejumlah hal tak perlu diatur dalam RUU Permusikan.
Seperti, hal-hal yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan lain seperti UU Hak Cipta, UU Pemajuan Kebudayaan, serta UU Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam.
Larangan menodai nilai agama, mendorong khalayak umum melakukan tindakan melawan hukum, membawa pengaruh negatif budaya asing, serta merendahkan harkat dan martabat manusia juga tidak perlu diatur RUU Permusikan karena berpotensi mengancam kebebasan berekspresi.
Selain itu, larangan tersebut sudah cukup diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dan UU Informasi dan Transaksi Elektronik. (*)
Penulis | : | Alfiyanita Nur Islami |
Editor | : | Dionysia Mayang Rintani |
KOMENTAR