NOVA.id - Tidak ada pasangan yang menghendaki perceraian.
Namun, ketika sudah terjadi anaklah yang menjadi korban dan kerap membuat mantan pasangan saling curiga.
Begini tanggapan psikolog yang telah diwartakan Tabloid NOVA edisi 1619.
Baca Juga : Bak Senjata Makan Tuan, Tagar Audrey Juga Bersalah Viral Gantikan Justice For Audrey, Ada Apa?
Yth. Bu Rieny,
Saya adalah seorang ibu tunggal berusia sekitar 40 tahun, sekarang saya tinggal dengan dua anak saya yang keduanya duduk di bangku SMA, saya dan suami sudah bercerai sejak anak pertama kami masih duduk di kelas 1 SD, saya harus bekerja di sebuah kantor juga, dan saya sulit membagi waktu untuk memperhatikan kedua anak saya, walaupun dibantu oleh ibu saya dan adik laki-laki saya yang belum menikah, tetap saja saya seringkali merasa tidak dekat dengan anak-anak saya, terutama yang pertama.
Anak saya yang pertama perempuan, sayangnya dia kurang bagus di bidang akademis, kerkadang saya merasa kalau saya frustasi terhadapnya, saya memintanya belajar dengan giat, tapi entah mengapa nilainya tetap rendah, ketika saya tidak memantaunya belajar sebelum ulangan saya meminta adik saya untuk melakukannya, namun ketika dilihat hasilnya, tetap saja nilainya tidak meningkat, saya pernah membiarkannya belajar sendiri, dan hasilnya tetap tidak berubah, terkadang frustasi saya berujung pada adu mulut dengannya, pernah dia berkata kalau saya lebih menyayangi adiknya daripada dia, apakah karena saya tidak sadar memperlakukannya seperti itu?
Dia memang lebih sering berinteraksi dengan ayah kandungnya dibanding adiknya, entah apakah karena efek itu? Saya tidak mau curiga, atau memikirkan hal-hal yang tidak baik tentang mantan suami saya atau anak saya, namun terkadang saya merasa dengan dia berinteraksi dan bercerita keapada ayahnya, hal tersebut justru semakin menjauhkan dirinya dengan saya.
Tolong bantu saya, Bu Rieny.
Anita − Somewhere
Baca Juga : Reaksi Gisella Anastasia Ditanya Soal Citra Juvita yang Dikabarkan Kekasih Baru Gading Marten
Jawab:
Dear Bu Anita,
Saya membaca email Anda berulang-ulang, mencoba mencari apa sebenarnya masalah Anda, khawatir tentang prestasi akademik Ananda yang sulung, atau Anda sedang resah mengenai kedekatan dia dengan ayahnya?
Boleh, ya, Bu Anita, kalau saran pertama saya justru cobalah untuk menelaah diri terlebih dahulu, kondisi emosi Anda, yang menyertai perceraian dulu apakah sudah sempat terselesaikan? Bila itu didominasi rasa marah, sudahkah marah itu reda? Bila itu lebih ke arah sedih karena merasa kehilangan, apakah Anda sudah bisa mengikhlaskan kepergian mantan suami Anda? Bila itu adalah benci, adakah saat di mana Anda merasa lelah sekali harus memelihara rasa benci dalam diri Anda, sementara pengalaman menyakitkan hati sebenarnya sudah lama berlalu dan Anda sudah berpeluang untuk move on?
Bohong, memang, kalau ada orang yang mengatakan bahwa setelah bercerai, dia tak punya perasaan negatif sedikitpun pada mantannya, kecuali memang saat menikah tak pernah ada cinta, akan tetapi, dinamika setelah perceraian, biasanya masih menyisakan emosi-emosi negative, pada perempuan yang diselingkuhi, perasaan tersakiti biasanya membuat hati ngilu, sengilu-ngilunya, hal tersebut dikarenakan, selain kehilangan suami, juga ada rasa kalah dari perempuan yang merebut suami dari sisinya.
Baca Juga : Selingkuh, 2 Oknum Kepala Dinas Mesum Dipergoki Istri Sah: Saya Temukan Video Porno di Handphone Suami
Proses penyembuhan rasa ngilu hati tadi, ngilu itu sudah di atas sakit hati, ya, Bu, berlangsung untuk waktu yang tak sama buat tiap orang, tetapi mereka yang relatif lebih cepat bisa move on, tegak kembali, adalah mereka yang mampu fokus pada hari ini, dan termotivasi untuk meraih target-target keberhasilan hidup yang dicanangkan setelah bercerai.
Yang sibuk mengintip kaca spion untuk melihat masa lalu, adalah mereka yang menghabiskan waktu dan energi untuk meratapi, atau marah-marah terhadap apa yang ada di masa lalu, mereka melakukan hal tersebut tanpa menyadari bahwa sebenarnya, kan, tak akan merubah apapun, di hidup kita saat ini bukankah lebih efektif bagi hidup kita dan anak-anak kalau kita sibuk berpikir, berniat, dan bertindak, untuk mewujudkan kehidupan yang lebih nyaman?
Dari mana datangnya energi untuk itu? Yang paling mudah, adalah membangkitkannya dari dalam diri sendiri, anak-anak sebenarnya adalah sumber energi luar biasa bagi para janda, bukankah rasanya kita mau melakukan apapun, untuk membuat anak bahagia dan mencegah mereka terus menerus merasa tak bahagia karena ayahnya tak hadir dalam hidupnya? Lebih penting lagi, seorang ibu yang sibuk dengan hal-hal positif di dalam dirinya, akan memancarkan pula energi positif bagi lingkungannya, untuk Bu Anita, untuk kedua anak, begitu pula untuk ibu dan adik Anda, bukan?
Baca Juga : Bak Kasih Tak Sampai, Begini Awal Perkenalan Luna Maya dan Reino Barack hingga Pacaran
Kalau Anda mampu menghadirkan suasana hati yang tidak fokus ke masa lalu plus sang mantan, coba, deh, Anda lebih banyak tersenyum, mengeluarkan kata-kata positif, tidak mengecam, menuduh, menyalahkan sehingga kesannya selalu mencari kesalahan orang di sekitar Anda, ketika anda bisa merubah suasana hati menjadi lebih positif, saya yakin, Anda akan punya kebutuhan untuk membuat diri Anda dekat dengan keduanya.
Bagus sekali kalau si sulung bisa mengkespresikan perasaannya bahwa sang mama lebih sayang adik daripada dirinya, mengapa ini tak ditindak lanjuti dengan pembuktian dan bukan penyangkalan?
Ketika bu Anita mengatakan, “Ah, mama sayangnya sama, kok, cuma kakak saja yang selalu bikin kesal,” ini bisa diinterpretasikan sebagai ketidakmauan Anda untuk memahami perasaan anak, padahal, itulah saatnya Anda melakukan dan mengatakan sesuatu yang bermakna, Anda paham dan Anda ingin mendengar lebih lanjut darinya, Anda bisa bertanya kembali kepada si sulung, “Mama harus bagaimana supaya kakak tidak merasa begitu lagi?”
Baca Juga : Tangisnya Pecah, Terduga Pelaku Kasus Penganiayaan Audrey Mohon Tak Lagi Difitnah Namanya
Jadi, tata kembali kondisi perasaan Anda, jangan-jangan luka lama itu belum sempat sembuh, sehingga, selama bertahun-tahun Anda justru membagikan kegetiran dan kepahitan serta rasa marah ke mantan, pada anak-anak, bahkan ke ibu dan adik Anda. Bisa, ya, Bu.
Menurut saya, setelah Anda bisa merubah siuasi hati dan perasaan, baru Anda akan mampu melihat masalah anak Anda yang sebenarnya dan bagaimana pula Anda mencari solusi efektifnya, dari pengalaman, kedekatan hubunan ibu dengan anak, akan sangat membantu penyelesaian masalah anak, bukankah anak yang tertekan tak akan bisa fokus belajar?
Bila anda mau bantuan profesional, cari psikolog anak yang bisa membantu, utamanya dalam memperkenalkan cara belajar yang efektif pada anak Anda, sembari, Anda juga tetap menjalin hubungan yang lebih mesra dan terbuka dengan anak-anak Anda, jangan lelah, ya, Bu, apalagi merasa putus asa sebelum mencoba, bukankah Anda sudah lama bisa membuktikan bahwa Anda adalah perempuan perkasa? Bisa survive tanpa suami dan mampu membesarkan dua anak sendirian, ayo bu Anita, sembuhkan luka hati, lembutkan hati saat berinteraksi dengan si sulung, begitu pula dengan adiknya.
Ingat juga, ya, mereka sudah beranjak dari masa kanak-kanak mereka dan memasuki masa dewasa pasti ada gejolaknya, sabar, tangguh, dan tetap cerdas, ya.
Salam sayang. (*)
Penulis | : | Tiur Kartikawati Renata Sari |
Editor | : | Alsabrina |
KOMENTAR