Melalui pendekatan observasional, Shalahuddin membuat film dokumenter ini untuk mengungkapkan lebih jelas kepada penontonnya, bahwa pesantren dan para santri di dalamnya tak seburuk yang dikira banyak orang.
Sang sutradara pun berterus terang alasan yang membuatnya tertarik menggarap film ini.
Dalam film “Negeri di Bawah Kabut” (2009), Shalahuddin menyebut ada anak berusia 12 tahun yang pengin masuk SMP.
Baca Juga: Panggilan Sayang untuk Sang Pacar Dikritik Netizen, Cita Citata: Dia Happy!
Nilai kelulusannya bagus, tapi orangtua si anak enggak mampu membiayai karena banyak kebutuhan. Alhasil, si anak kemudian masuk pesantren.
“Ketika filmnya diputar, banyak yang menyayangkan anak itu masuk pesantren, karena mereka menganggap nanti anaknya jadi teroris,” kata Shalahuddin.
“Saya selalu terganggu dengan stigma, karena itu saya kepengin mengenal pesantren dan pembuatan film ini adalah pencarian itu," lanjutnya.
KOMENTAR