NOVA.id - Kisah keinginan pasangan artis, Ruben Onsu dan Sarwendah, untuk mengadopsi anak membuka banyak pertanyaan di antara kita seputar adopsi.
Apa yang membuat sepasang suami istri memutuskan untuk mengadopsi anak?
Bagaimana prosedurnya? Apa yang harus disiapkan sebelum adopsi anak?
Baca Juga: Angkat Anak, Ruben Onsu: Urus Anak Ini, Selama Saya Masih Bernapas
Tergantung siapa dan seperti apa pasangan suami istri, ada banyak alasan orang mengadopsi anak.
Tapi, jangan sampai adopsi yang kita lakukan hanya untuk kepuasan kita atau pasangan.
Kebahagiaan anak adalah tanggung jawab kita.
Baca Juga: Terluka dan Berdarah, Anak Artis Alice Norin Dilarikan ke UGD
Ini kisah Talita, seorang ibu dengan 2 anak.
Suatu hari, saya dimintai tolong oleh teman untuk mencarikan orangtua yang mau mengadopsi bayi. Saat itu bayinya sendiri masih di dalam kandungan, berumur 5 bulan.
Saya kemudian dikenalkan ke orangtua bayi tersebut—sebutlah namanya Sarah.
Setelah berdoa, akhirnya saya memutuskan pergi ke rumah sakit dan membawa pulang bayi tersebut.
Saya sendiri sudah memiliki 2 orang anak yang saat itu berusia 17 tahun dan 18 tahun.
Tapi saya merasa kasihan pada orangtua si bayi, karena ekonomi mereka kurang baik dan lingkungan kehidupan mereka juga kurang baik untuk si bayi.
Setelah usia dini, saya mengatakan kepada anak angkat saya tersebut, “Kamu keluar dari perut Mama Sarah, tapi keluar dari hati Mama Talita”.
Baca Juga: Habibie Ainun, Kisah Cinta yang Menginspirasi Rakyat Indonesia
Saya mengatakan itu supaya sang anak enggak shock di kemudian hari, lalu memengaruhi mentalnya.
Waktu memutuskan untuk mengadopsi, banyak sekali beban tanggung jawab yang saya dan suami pikul.
Salah satunya harus memberikan pendidikan yang baik, memberikan perhatian yang adil, bahkan dalam hal hak-haknya saya dan suami harus memperlakukan ia sama rata dengan anak-anak saya yang lain.
Baca Juga: Sehari Ditinggal Eyang Kakung, Begini Curahan Hati Sang Cucu Farrah Habibie
Untungnya kakak-kakak angkatnya juga sayang sekali sama anak ini.
Malah mereka yang semangat dan mendorong saya untuk mengadopsi.
Sedangkan untuk pengurusan dokumen memang sangat sulit. Sampai saat ini, setelah lima tahun berlalu, masih terus berjalan.
Baca Juga: Potret Suaminya Digandeng Perempuan Lain Jadi Sorotan, Bella Saphira Buka Suara
Cerita adopsi bukan cuma milik Talita.
Seperti disebutkan di awal, belakangan ini publik sempat diramaikan dengan pemberitaan publik figur di Indonesia, Ruben Onsu yang mengadopsi seorang anak remaja asal Nusa Tenggara Timur, bernama Betrand Peto.
Sampai saat ini, prosedur adopsi sedang ditempuh oleh Ruben dan Sarwendah agar pengangkatan Betrand menjadi anak mereka bisa diterima secara resmi.
Baca Juga: Pesan Terakhir BJ Habibie untuk Melanie Subono: Jangan Berhenti Jadi Pemberontak!
Well, memang ada banyak alasan ketika seseorang memutuskan untuk adopsi, mulai dari tak kunjung diberikan momongan, ingin anak dengan jenis kelamin tertentu, hingga alasan kebaikan.
Ya, sah-sah saja.
Tapi satu yang pasti, bagaimana pun dan apa pun alasannya, proses adopsi tetap harus dipersiapkan dengan matang.
Baca Juga: Segera Lepas Status Janda, Intip Potret Mesra Jill Gladys dan Billy Soelaiman
Ada banyak hal yang harus diperhatikan dan dipertimbangkan ketika pilihan ini akan kita ambil.
Mulai dari persiapan, tahap prosedural adopsi, hingga risiko yang mungkin terjadi.
Pasalnya, adopsi bukan hanya urusan pemenuhan keinginan orangtua semata.
Baca Juga: Anak Elvy Sukaesih Diamankan Polisi Saat Mengamuk dan Bawa Senjata Tajam di Warung
Ada kepentingan anak yang harus dicukupi demi kebahagiaan bersama agar tidak terkena masalah di kemudian hari.
Satu hal yang perlu diingat, punya anak bukanlah alasan untuk pemuasan diri apalagi gengsi.
Misalnya saja karena malu enggak punya anak, merasa kurang lengkap karena enggak punya anak cowok, ikut-ikutan teman yang juga angkat anak, dan lain sebagainya.
Baca Juga: Janji Boy William untuk Adiknya yang Telah Berpulang: Tunggu Aku, Aku akan Jaga Kylie
Sehingga jangan sampai kepentingan kita ini membuat kita mengabaikan kepentingan si anak, apalagi sampai mengabaikan prosedur hukum.
“Kalau kita bergantung pada mengadopsi anak, misalnya punya anak menjadi harmonis, ya, enggak juga. Enggak bisa kita seperti itu.
"Sebagai pasangan yang dewasa, kita tidak bisa menempatkan kunci kebahagiaan pada hal di luar diri kita, misalnya anak,” ujar Mira D. Amir, M.Psi., psikolog anak saat dihubungi NOVA.
Seperti kasus Talita.
Baca Juga: Warga Serbu Kuburan Presiden ke-3 RI untuk Swafoto, Batu Nisan Makam BJ Habibie Miring
Ada banyak tanggung jawab yang dibebankan pada orangtua ketika keputusan adopsi diambil.
Mulai dari melindungi, memberikan kasih sayang, sampai memberikan pendidikan yang layak,
Berat?
Tidak juga.
Baca Juga: Beberkan Kebiasaan Tak Lazimnya Saat Belanja, Zaskia Mecca: Selalu Reflek Bilang Ini ke Kasir
Asal kita benar-benar tahu tujuan adopsi dan mempersiapkannya dengan matang.
Toh, pada akhirnya kita memang harus menjaga dan merawat selayaknya anak kita sendiri.
Ya, bedanya anak ini tidak lahir dari rahim kita saja.
Baca Juga: Tangis Boy William Pecah Saat Ucap Kata Perpisahan di Samping Peti Jenazah Adiknya
Sisanya, ya, sama.
Ada hak dan kewajiban yang perlu kita penuhi.
“Jangan sampai hanya buat si orangtua. Jangan sampai anak diabaikan.
"Jadi anak bukan cuma pelengkap. Dia mempunyai hak seperti anggota keluarga yang lain. Tidak diistimewakan secara berlebihan tetapi juga tidak diabaikan,” ujar Mira.
Baca Juga: Rumah Tangganya Kerap Dihujat, Muzdalifah Kini Beri Peringatan untuk Netizen
Selain itu, mengadopsi anak juga tak terlepas dari beragam risiko yang mengikuti.
Mulai dari risiko anak menderita penyakit atau kelainan tertentu, lalu bisa jadi anak tidak menerima bahwa ia adalah anak adopsi yang akan mengganggu mental dan perkembangannya di masa mendatang.
Atau bahkan risiko jika anak ingin kembali pada orangtua kandungnya.
Baca Juga: Jadi Pemimpin Perempuan Satu-satunya di KPK, Ini 5 Fakta Tentang Lili Pintauli Siregar
Well, semuanya kembali lagi pada dua pertanyaan sederhana, apa tujuan adopsi kita?
Dan apakah kita sudah mempersiapkan diri dengan matang?(*)
Source | : | Tabloid Nova |
Penulis | : | Maria Ermilinda Hayon |
Editor | : | Indira D. Saraswaty |
KOMENTAR