Melansir riset dari The Nature Conservancy (TNC) yang dilakukan pada 2016, salah satu solusi untuk menciptakan kota yang sehat adalah dengan memanfaatkan infrastruktur alami.
Dalam hal ini, hutan mangrove menjadi salah satu infrastruktur alami dengan kemampuannya menyerap dan menyimpan karbon hingga lebih dari 1.000 ton per hektar.
Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem-Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, melalui Balai Konservasi Sumber Daya Alam Jakarta, menjalin kerja sama dengan Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN), berkomitmen untuk merestorasi ekosistem mangrove dan mengimplementasikan program pengelolaan terpadu melalui program MERA (Mangrove Ecosystem Restoration Alliance).
MERA, yang diluncurkan pada 2018, merupakan aliansi kemitraan yang mengedepankan strategi adaptasi berbasis ekosistem, termasuk konservasi dan restorasi mangrove, yang merupakan tindakan prioritas bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat di pesisir dan pelestarian keanekaragaman hayati.
Aliansi kemitraan ini menjadi platform nasional multipihak untuk mengurangi kerentanan masyarakat pesisir, pelestarian sumber daya dan aset, serta upaya mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim.
Wilayah mangrove Angke Kapuk menjadi titik awal berjalannya program MERA bekerja sama dengan Balai Konservasi Sumber Daya Alam Jakarta.
Baca Juga: Pertumbuhan Ekonomi di Bekasi Pesat, Pizza Hut Indonesia Hadirkan Gerai ke-500
Penulis | : | Dionysia Mayang Rintani |
Editor | : | Dionysia Mayang Rintani |
KOMENTAR