NOVA.id - Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Siti Nadia Tarmizi mengatakan, penularan demam berdarah bengue (DBD) terjadi secara cepat.
Ini yang menjadi penyebab tingginya kasus penularan DBD di Indonesia pada awal 2020.
"DBD itu penyakit yang berpotensi menjadi wabah dan kejadian luar biasa (KLB) dikarenakan kecepatan penularannya.
Jadi mengapa tiba-tiba (jumlah) kasus tiba-tiba melonjak jadi tinggi sebab ini karena proses penularan tetap terjadi," ujar Siti di Kantor Kemenkes, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (11/3/2020).
Menurut dia, ada dua kondisi yang menjadi pemicu penularan DBD, yakni iklim tropis Indonesia dan keberadaan nyamuk Aedes aegypti.
"Individu butuh waktu 5-7 hari setelah tergigit nyamuk Aedes aegypti, lalu baru muncul gejala klinis DBD, tetapi bisa jadi orang tidak merasakan gejala klinis, padahal dia sudah positif tertular DBD.
"Kalau daerah yang nyamukmya banyak, ya (risiko) penularan cepat terjadi," ucap Siti.
Lebih lanjut Siti menyampaikan, pemerintah melakukan sejumlah langkah untuk penanganan penularan DBD.
Penanganan dilakukan dengan melibatkan pemerintah daerah dan dinas kesehatan setempat.
"Kalau secara nasional kami sudah ingatkan daerah sebelum masuki masa DBD, lalu kita juga memastikan dinas kesehatan memiliki logistiknya mencukupi mulai dari ketersediaan larvasida, insektisida, persiapan RS, termasuk cairan infus dan juga jarum infus," tutur Siti.
"Kemudian, pada saat terjadi peningkatan kasus besar, Kemenkes akan turun untuk bentuk posko kesehatan dan mencari cara mengatasi agar kasus tak bertambah besar," ucap dia.
Baca Juga: Sering Rancu, Ayo Kenali Gejala DBD yang Semakin Marak di Musim Hujan
Sebelumnya, Siti mengungkapkan, Kemenkes mencatat, ada 17.820 kasus penularan DBD di seluruh Indonesia.
Data ini berdasarkan pemantauan sejak Januari hingga 11 Maret 2020. Dari data tersebut, Kemenkes mencatat 104 kasus kematian akibat penularan DBD.
Menurut Siti, mayoritas kematian akibat penularan DBD terjadi di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).
Baca Juga: Jakarta Waspada DBD, Cegah Penularan dengan Konsumsi 5 Olahan Makanan Ini!
"Saat ini kasus penularan kita di angka 17.820. Angka kematian (akibat DBD) tercatat 104 kejadian.
Untuk angka kematian di NTT tertinggi, yakni dengan 32 orang meninggal," ujar Siti di Kantor Kemenkes, Kuningan, Jakarta Pusat, Rabu (11/3/2020).
Siti juga mengungkapkan, ada empat provinsi lain dengan kasus kematian akibat DBD yang juga tinggi.
Baca Juga: Sama-Sama Berasal dari Nyamuk, Kenali Perbedaan Chikungunya dan DBD
Keempatnya yakni Jawa Barat (15 kematian), Jawa Timur (13 kematian), Lampung (11 kematian) dan Jawa Tengah (4 kematian).
Menurut Siti, jika dibandingkan tahun 2019, jumlah kasus kematian saat ini tercatat lebih rendah.
Pada periode Januari-Maret 2019, jumlah kasus pasien meninggal akibat DBD mencapai 439 kejadian.
Baca Juga: Musim Hujan Datang, Waspada Penyakit DBD yang Pernah Dialami Deretan Artis Ini!
"Sementara itu di periode yang sama kalau tahun ini 104 pasien meninggal akibat DBD," ucap Siti.
Siti juga merinci, ada 10 provinsi dengan kasus penularan DBD tertinggi.
Secara berurutan, ke-10 provinsi dengan penularan tertinggi tersebut adalah Lampung (3.423 kasus), NTT (2.711 kasus), Jawa Timur (1.761 kasus), Jawa Barat (1.420 kasus), Jambi (703 kasus), Jawa Tengah (648 kasus), Riau (602 kasus), Sumatera Selatan (593 kasus), DKI Jakarta (583 kasus) dan NTB (558 kasus).
Kemudian, tercatat pula 10 kabupaten/kota dengan kasus penularan DBD tertinggi, yakni Kabupaten Sikka (1.216 kasus), Kabupaten Lampung Selatan (664 kasus), Kabupaten Pringsewu (591 kasus).
Kemudian, Kabupaten Lampung Tengah (490 kasus), Kabupaten Lampung Timur (378 kasus), Lampung Utara 270, Kota Bandar Lampung (270 kasus), Kabupaten Belitung (256 kasus), Kota Bandung (218 kasus), dan Malang (2018 kasus). (*)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Ada 17.820 Kasus DBD Se-Indonesia, Kemenkes: Penularannya Cepat
Atlet New Balance Triyaningsih Berhasil Taklukan Kompetisi TCS New York City Marathon 2024
KOMENTAR