Pada segi ekonomi, banyak pekerja perempuan yang harus mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) atau dirumahkan. Hingga 16 April 2020, ada sekitar 2.385 orang pekerja yang di PHK dan dirumahkan akibat pandemi global tersebut, sekitar 762 orang atau 31% nya adalah pekerja perempuan.
“Tantangan lain yang dihadapi, yaitu semakin sulitnya kondisi perempuan kepala keluarga dan perempuan pra-sejahtera karena usaha yang terancam akibat kehilangan distributor ataupun pasar. Bahkan, jumlah nasabah program Mekaar PT. PNM (Persero) per 4 April 2020, mengalami penurunan dari 6,4 juta menjadi 4,4 juta nasabah.
Padahal banyak di antara mereka yang menjadi tulang punggung keluarga, bahkan harus menjadi kepala keluarga karena suaminya meninggal akibat pandemi ini,” jelas Menteri Bintang.
Lebih lanjut Menteri Bintang menuturkan, masalah terkait pekerja migran Indonesia (PMI) juga menjadi tantangan tersendiri.
"Pada April 2020, ada sebanyak 4.144 orang PMI yang dipulangkan dari negara-negara terdampak COVID–19, dimana 83% nya merupakan perempuan. Masalah mulai timbul setelah mereka pulang ke Indonesia karena tidak semua PMI memiliki mata pencaharian,” terang Menteri Bintang.
Di samping itu, pendampingan dan pengasuhan bagi anak selama Belajar di Rumah (BdR) juga menimbulkan beban ganda, khususnya bagi perempuan sebagai ibu yang juga bekerja.
Tingginya tingkat stres akibat kesulitan saat pandemi COVID-19, juga berpotensi melahirkan kekerasan berbasis gender (KBG) terhadap perempuan, anak dan kelompok rentan lainnya.
Sejak digaungkan kegiatan BdR di banyak daerah, dilaporkan sejak 14 Maret - 22 April 2020 terdapat 105 kasus kekerasan terhadap perempuan, dari angka ini terdapat 106 korban yang 67 diantaranya mengalami KDRT (Data SIMFONI PPA, 2020).
Penulis | : | Widyastuti |
Editor | : | Widyastuti |
KOMENTAR