NOVA.id – Mendukung upaya pemerintah Indonesia dan WHO, Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI) berkomitmen melarang penjualan dan penggunaan produk tembakau alternatif bagi anak di bawah umur 18 tahun.
Produk tembakau alternatif tersebut juga meliputi rokok elektrik.
Ketua APVI, Aryo Andrianto, mengatakan komitmen ini merupakan bentuk dukungan pihaknya terhadap upaya pemerintah Indonesia dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dalam mencegah penggunaan produk tembakau oleh anak di bawah umur 18 tahun.
“Kami mendukung upaya yang dilakukan Pemerintah Indonesia dan WHO agar anak di bawah umur 18 tahun dan non-perokok tidak dapat mengakses produk tembakau alternatif. Sekali lagi, kami tegaskan bahwa produk tembakau alternatif bukan untuk anak-anak, melainkan ditujukan sebagai solusi bagi perokok dewasa yang tidak bisa berhenti merokok,” katanya.
Salah satu cara APVI untuk mengkampanyekan larangan penjualan produk tembakau alternatif kepada anak di bawah umur 18 tahun ialah dengan memasang poster dan stiker 18+ di seluruh toko-toko yang berada di bawah naungan APVI sebagai bentuk edukasi kepada para konsumen.
Para karyawan toko juga diedukasi untuk menolak pembeli yang belum berusia 18 tahun, serta para anggota APVI di seluruh Indonesia juga secara aktif menyampaikan komitmen ini kepada konsumen.
Dalam setahun terakhir, APVI bersama asosiasi produk tembakau alternatif lainnya telah melakukan sejumlah kegiatan sosialisasi di sejumlah kota seperti Jakarta, Bandung, dan Bali.
“Kami berharap komitmen ini tidak hanya dilakukan oleh APVI, tapi juga seluruh asosiasi dan pelaku usaha di industri produk tembakau alternatif. Hal ini membuktikan bahwa kami, para pelaku usaha, menjalankan bisnis yang selaras dengan upaya Pemerintah Indonesia serta WHO dalam mencegah akses produk tembakau alternatif bagi anak-anak,” jelas Aryo.
Pengamat hukum sekaligus Ketua Koalisi Indonesia Bebas TAR (KABAR), Ariyo Bimmo, menambahkan pemerintah perlu memperkuat upaya pencegahan yang dilakukan oleh para pelaku usaha dan asosiasi dengan menetapkan regulasi khusus bagi produk tembakau alternatif.
Tujuan utama regulasi tersebut adalah agar anak-anak di bawah umur 18 tahun tidak dapat mengakses produk tembakau alternatif.
“Tanpa regulasi, ruang bagi anak-anak untuk mengakses produk tersebut akan tetap terbuka. Regulasi khusus produk tembakau alternatif harus mencakup batasan usia pengguna (18 tahun ke atas), mengatur tentang tata cara pemasaran, peringatan kesehatan yang dibedakan dengan rokok, akses informasi yang akurat bagi konsumen, pengawasan, dan sanksi bagi para pelanggar,” tegas Bimmo.
Bimmo meneruskan bahwa saat ini belum ada regulasi khusus untuk produk tembakau alternatif, sehingga dapat berpotensi terjadi penyalahgunaan.
Padahal, jika diatur, produk tembakau alternatif akan hanya dapat diakses oleh konsumen dewasa berusia 18 tahun ke atas.
Ia menyatakan regulasi tersebut harus disusun berbeda dari peraturan tentang rokok dan dibuat berdasarkan kajian ilmiah serta melibatkan seluruh pemangku kepentingan terkait.
“Produk ini ditujukan hanya bagi perokok dewasa, bukan untuk anak di bawah umur 18 tahun maupun non-perokok. Jadi pemerintah harus segera menyusun regulasi produk tembakau alternatif untuk memberikan perlindungan terhadap generasi muda,” kata Bimmo.
Batasan usia 18 tahun, menurut Bimmo, sesuai dengan Undang Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak.
Pada Pasal 1, disebutkan bahwa anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.
“Dengan adanya pembatasan usia yang jelas, kami harapkan produk tembakau alternatif tidak diakses oleh anak-anak. Sehingga, produk ini dapat dimanfaatkan secara tepat oleh perokok dewasa untuk beralih ke produk tembakau yang lebih rendah risiko,” tutupnya.
Dapatkan pembahasan yang lebih lengkap dan mendalam di Tabloid NOVA.
Yuk, langsung langganan bebas repot di Grid Store.(*)
Atlet New Balance Triyaningsih Berhasil Taklukan Kompetisi TCS New York City Marathon 2024
Penulis | : | Dionysia Mayang Rintani |
Editor | : | Dionysia Mayang Rintani |
KOMENTAR