NOVA.id – Masih banyak di antara kita yang belum paham benar mengenai demensia dan alzheimer.
Demensia sendiri merupakan gejala penyakit yang menyebabkan penurunan fungsi otak.
Sedangkan demensia Alzheimer adalah gangguan penurunan fungsi otak yang mempengaruhi emosi, daya ingat, dan pengambilan keputusan seseorang dan biasa disebut pikun.
Baca Juga: Atasi Gejala Mudah Lupa di Usia Muda dengan Konsumsi 3 Makanan Ini
Untuk memperingati bulan Alzheimer sedunia ke-9, Yayasan Alzheimer Indonesia (ALZI) menghadirkan rangkaian webinar bertema “Let’s talk about Dementia” atau “Mari Berbicara Seputar Demensia”.
Pada bulan ini, akan ada 30 acara webinar yang dapat kita ikuti untuk mengetahui secara lanjut tentang demensia Alzheimer dan bagaimana pandemi mempengaruhi pengalaman orang dengan demensia (ODD).
Tiga webinar di antaranya akan berlangsung di Jakarta pada 5, 12, dan 19 September 2020.
Baca Juga: Sering Lupa? Waspada, Bisa Jadi Tanda Masalah Kesehatan Serius!
Menurut Direktur Regional Alzheimer Asia Pasifik sekaligus Penggagas ALZI DY Suharya, “Berdasarkan penelitian kolaboratif antara London School of Economics dan University College of London, secara global, sekitar 75% kematian pasien yang terpapar covid-19 adalah orang dengan demensia sebagai penyakit penyerta (underlying condition).”
“Usia merupakan faktor terbesar terkait dengan demensia, golongan lansia memiliki risiko paling tinggi terhadap paparan COVID-19, dengan 86% kematian terjadi pada golongan usia 65 tahun ke atas,” jelas DY Suharya.
Lebih lanjut, ia mengungkapkan bahwa kondisi pandemi COVID-19 yang berlangsung saat ini juga membuat banyak orang rentan akan kesepian, kecemasan, dan depresi, tak terkecuali ODD dan caregivers.
Baca Juga: Cegah Demensia dan Alzheimer dengan Konsumsi 5 Makanan ini
Penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) telah mempengaruhi kondisi fisik dan mental masyarakat.
Perubahan-perubahan sikap atau behavior changes yang diadopsi dalam situasi kebiasaan baru juga tampak pada peningkatan kepedulian masyarakat terhadap kesehatan otak.
“Terjadi peningkatan jumlah orang yang bertanya seputar kesehatan mental dan kesehatan otak. Namun, kondisi pandemi COVID-19 membuat banyak di antaranya merasa kesulitan dan takut untuk datang ke rumah sakit dan berkonsultasi secara langsung,” jelas ahli syaraf dan dekan UNIKA Atma Jaya Dr. dr. Yuda Turana SpS.
Baca Juga: Duh, Konsumsi Makanan Pedas Bisa Sebabkan Seseorang Hilang Ingatan
Meskipun beberapa rumah sakit sudah menyediakan pelayanan konsultasi online, namun tidak bisa menggantikan sepenuhnya, pemeriksaan fisik saat kehadiran pasien di rumah sakit.
“Di sisi lain, sistem pelayanan kesehatan yang membatasi pendamping dan adanya ruang isolasi tanpa pendamping, dengan jumlah tenaga kesehatan rumah sakit belum sepenuhnya memadai menjadi permasalahan besar pasien lansia dengan demensia di rumah sakit,” tambahnya.
Pada 2016, di Indonesia diperkirakan telah ada sekitar 1,2 juta ODD, angka ini berpotensi meningkat menjadi 2 juta orang di 2030 dan 4 juta orang pada 2050.
Baca Juga: Canggih, Ini Satu-satunya Rumah Sakit di Indonesia yang Miliki Detektor Kerusakan Otak Dini
Perlakuan yang salah terhadap ODD dapat memperparah kondisi kejiwaan, maka dari itu diperlukan kolaborasi dan kontribusi seluruh pihak termasuk pemerintah untuk meningkatkan kualitas hidup lintas generasi yang lebih sehat.
Salah satu tantangan terbesar penyebarluasan informasi dan peningkatan kepedulian mengenai demensia Alzheimer adalah kurangnya pemahaman hal tersebut sebagai gangguan kesehatan otak.
“Berdasarkan laporan Alzheimer’s Disease International (ADI), tiap 2 dari 3 orang masih berpikir bahwa demensia atau pikun adalah bagian normal dari penuaan,” ujar Direktur Eksekutif Alzheimer’s Indonesia Michael Dirk Roelof Maltimoe.
Baca Juga: Menderita Dementia dan Tak Ingat Tanggal Menikah, Seorang Suami Melamar Istrinya Lagi
Ia menambahkan pentingnya masyarakat, khususnya anak muda, untuk memahami risiko pemicu demensia sebab kebiasaan hidupnya sekarang dapat mempengaruhi kesehatan otaknya di masa depan, maka sebaiknya dilakukan pencegahan dini.
“Kita dapat mengurangi risiko demensia Alzheimer sejak usia muda dengan menerapkan pola hidup sehat, rutin berolahraga, menjaga asupan gizi seimbang, berkegiatan positif termasuk dengan memberi perhatian pada orang tua dan keluarga. Kita jangan maklum dengan pikun,” tutup Michael.
Sejak 2013, Alzheimer Indonesia telah melakukan berbagai inisiatif untuk meningkatkan kepedulian terhadap ODD melalui kegiatan seperti World Alzheimer’s Month, Caregivers Meeting, Counselling Sessions, Dementia Care Skill Training, Strengthening Responses on Dementia in Developing Countries (STRiDE), serta sejumlah kegiatan lainnya.
Baca Juga: Duh, Berjalan Lebih Lambat Bisa Jadi Tanda Demensia, loh! Ini Penjelasannya
Selain di Jakarta, kegiatan webinar di bulan Alzheimer sedunia juga diselenggarakan di beberapa daerah di Indonesia seperti Bekasi, Medan, Semarang, Bandung dan Surabaya, hingga mancanegara di Groningen (Belanda), Belfast (Inggris), dan San Francisco (Amerika Serikat).
Dapatkan pembahasan yang lebih lengkap dan mendalam di Tabloid NOVA.
Yuk, langsung langganan bebas repot di Grid Store.(*)
Penulis | : | Dionysia Mayang Rintani |
Editor | : | Dionysia Mayang Rintani |
KOMENTAR