Sastra Hijau itu Kaya
Ya, sastra hijau yang menyempitkan diri pada tema tunggal memerangi perusakan lingkungan itu dalam praktiknya memberikan kebebasan nyaris tidak terbatas kepada penulisnya.
Kebebasan untuk menokohkan hampir apa saja: pohon, banjir bandang, angin yang senantiasa membisikkan pesan ekologis, tetes hujan, kembang-kembang rumput, bahkan gelombang tsunami di bibir pantai.
Dengan imajinasi seluas cakrawala, seorang anak pembaca sastra hijau tanpa kesulitan menangkap: manusia bukanlah satu-satunya makhluk di muka bumi ini. Ia harus berbagi.
Baca Juga: 5 Ide Dekorasi Perayaan Imlek untuk Diaplikasikan pada Interior Rumah
Diakui atau tidak, binasanya lingkungan hijau merupakan dosa kolektif para orang tua yang telah mewariskan bumi yang gundul, hewan liar yang kehilangan habitatnya, dan aneka bencana buatan manusia lainnya. Semua mesti terlibat dalam gerakan meluruskan kesalahan bersama ini.
Kendati bukan yang pertama, apa yang dilakukan oleh pihak swasta seperti Sayur Kendal belakangan ini patut diikuti.
Sekecil apa pun skalanya, perusahaan sayur-mayur yang menyelenggarakan Sayembara Menulis Cerpen Anak “Kisah Bumi” sepanjang pertengahan Januari–Maret 2021 ini telah melanjutkan sebuah tradisi “hijau.”
Yakni menanamkan kesadaran untuk memelihara lingkungan hidup lewat bacaan yang bermutu kepada anak-anak kita. (*)
Penulis | : | Widyastuti |
Editor | : | Widyastuti |
KOMENTAR