Dengan menggandeng anak muda setempat di daerah asalnya, mereka tidak perlu mencari pembuktian (validasi) ke sejumlah kota besar di Indonesia.
“Dengan berkembangnya teknologi digital saat ini, para pemuda tidak perlu lagi merantau ke kota yang lebih besar untuk memperoleh tingkat penghidupan yang lebih memadai, bahkan mereka bisa menjadi diri sendiri secara lebih optimal di daerah asalnya,” kata Nadia lagi.
Sejumlah hal menarik yang mengulik keinginan Reza membangun movement, sebelum menuju pada tahapan menjadi perusahaan start-up bagi Pantoera, bahwa anak-anak muda di sepanjang pantau utara Jawa itu sebelumnya minder, tidak mudah terbuka (speak up).
Padahal sebenarnya mereka memiliki bakat yang cukup kuat, namun selama ini terpendam begitu saja.
Terbukti saat diminta menampilkan eksistensinya melalui medsos TikTok dan berpose di Instagram (IG), keahlian mereka mulai terlihat, tetapi belum mampu diekspresikan kepada audiens yang tepat dan berpotensi.
Reza menggambarkan, ide untuk menjadikan kisah atau narasi di balik bisnis start-up satu perusahaan, sejatinya selalu dimulai dengan keresahan yang terjadi pada diri sendiri.
“Anak muda itu harus senantiasa merawat keresahan dirinya sendiri, sehingga dari situ akan ada proses mengalami keresahan berpikir. Dari proses berpikir ini akan muncul berbagai ide, sehingga dari berbagai ide tersebut, pada akhirnya akan muncul yang dinamakan validasi ide. Sampai akhirnya perusahaan start-up tersebut akan mampu mengalahkan kekuatan perusahaan (enterprise), bahkan yang besar mampu bertumbuh menjadi perusahaan kelas unicorn.
Atlet New Balance Triyaningsih Berhasil Taklukan Kompetisi TCS New York City Marathon 2024
Penulis | : | Dionysia Mayang Rintani |
Editor | : | Dionysia Mayang Rintani |
KOMENTAR