NOVA.id - “Lagi-lagi enggak bisa mudik! Enggak bisa jalan-jalan. Rencana liburan yang sudah dibuat bareng Ayah-Bunda enggak bisa dilakukan. Pemerintah pakai larang mudik segala, sih,” rengek Yura (10) pada ibu dan ayahnya di rumah.
Dia sudah bosan dengan aktivitasnya selama satu tahun terakhir. Yura ingin segera bertemu dengan kakek-nenek dan sepupu-sepupunya di kampung halaman.
Sebab tahun lalu pun ia hanya bisa silaturahmi virtual karena pandemi Covid-19 ini.
Tak asing dengan kisah tersebut? Ya, karena cerita Yura ini adalah cerita kita semua juga. Anak-anak kita juga merasakan perasaan yang sama.
Baca Juga: Solusi untuk Atasi Screen Time Anak agar Lebih Positif dan Sehat
Bahkan menurut Reynitta Poerwito, psikolog klinis, efek tak bisa mudik (lagi) ini bisa jadi membuat sebagian anak merasa hampa, kesepian, bosan, tertekan, kangen, yang bercampur aduk jadi satu.
“Kalau orangtua kan masih keluar, mungkin masih WFO sekali-sekali atau belanja bahan makanan, tapi anak-anak kan enggak sama sekali. Sekolah, ketemu guru, ketemu teman, cuma bisa virtual,” kata Reynitta saat berbincang dengan NOVA.
Jadi, anak rewel itu wajar. Alih-alih memarahinya, kita justru perlu memberi pengertian pada anak bahwa kebijakan pemerintah itu dibuat untuk “menyelamatkan” kita dari virus tak kasat mata ini, serta menekan angka penularan.
Kita bisa menengok ke belakang, libur Lebaran dan libur panjang tahun 2020 yang dibiarkan, membuat angka kenaikan kasus Covid-19 meningkat tajam.
Baca Juga: Anak Lesu dan Tak Semangat, Begini Cara Ajak Mereka Gembira Bermain
Source | : | Tabloid Nova |
Penulis | : | Siti Sarah Nurhayati |
Editor | : | Dionysia Mayang Rintani |
KOMENTAR