NOVA.id - “Lagi-lagi enggak bisa mudik! Enggak bisa jalan-jalan. Rencana liburan yang sudah dibuat bareng Ayah-Bunda enggak bisa dilakukan. Pemerintah pakai larang mudik segala, sih,” rengek Yura (10) pada ibu dan ayahnya di rumah.
Dia sudah bosan dengan aktivitasnya selama satu tahun terakhir. Yura ingin segera bertemu dengan kakek-nenek dan sepupu-sepupunya di kampung halaman.
Sebab tahun lalu pun ia hanya bisa silaturahmi virtual karena pandemi Covid-19 ini.
Tak asing dengan kisah tersebut? Ya, karena cerita Yura ini adalah cerita kita semua juga. Anak-anak kita juga merasakan perasaan yang sama.
Baca Juga: Solusi untuk Atasi Screen Time Anak agar Lebih Positif dan Sehat
Bahkan menurut Reynitta Poerwito, psikolog klinis, efek tak bisa mudik (lagi) ini bisa jadi membuat sebagian anak merasa hampa, kesepian, bosan, tertekan, kangen, yang bercampur aduk jadi satu.
“Kalau orangtua kan masih keluar, mungkin masih WFO sekali-sekali atau belanja bahan makanan, tapi anak-anak kan enggak sama sekali. Sekolah, ketemu guru, ketemu teman, cuma bisa virtual,” kata Reynitta saat berbincang dengan NOVA.
Jadi, anak rewel itu wajar. Alih-alih memarahinya, kita justru perlu memberi pengertian pada anak bahwa kebijakan pemerintah itu dibuat untuk “menyelamatkan” kita dari virus tak kasat mata ini, serta menekan angka penularan.
Kita bisa menengok ke belakang, libur Lebaran dan libur panjang tahun 2020 yang dibiarkan, membuat angka kenaikan kasus Covid-19 meningkat tajam.
Baca Juga: Anak Lesu dan Tak Semangat, Begini Cara Ajak Mereka Gembira Bermain
Tak tanggung-tanggung, mengutip dari YouTube Sekretariat Presiden, Presiden Joko Widodo terlihat kenaikan kasus harian saat Lebaran 2020 mencapai 93 persen. Ini, kan, berarti hampir dua kali lipat!
Duh, seram bukan? Makanya tak usah berkecil hati. Banyak hikmah di balik larangan ini.
Dengan berdiam di rumah, momen Lebaran kali ini bisa jadi ajang “rehat” bagi sebagian orangtua dari pekerjaannya.
Selain itu juga bisa digunakan sebagai momentum untuk merekatkan kembali hubungan keluarga.
Baca Juga: Beberapa Tips Permainan dengan Anak untuk di Rumah dari Paddle Pop
Nah, untuk mengetahui kegiatan Sahabat NOVA saat libur Lebaran, kami melakukan polling.
Dari 134 orang, 75 persen memilih di rumah saja dan 25 persen memilih staycation dekat tempat tinggal. Ini sejalan juga dengan saran dari Menparekraf Sandiaga Uno.
Staycation sekeluarga menggunakan kendaraan pribadi, memang menjadi alternatif yang relatif aman kalau kita merasa bosan di rumah.
Asal jangan lupakan protokol kesehatan, baik di perjalanan maupun selama di tempat tujuan.
Baca Juga: Makin Dekat dengan Anak Lewat Permainan Tanpa Gadget, Ini Tipsnya
Tapi kalau sudah memutuskan untuk di rumah atau staycation, lalu kegiatannya apa? Masa rebahan saja.
Dari polling, ternyata, jawaban paling banyak adalah menonton dan main games (permainan), masing-masing 32 orang (72 persen).
Tapi, ketika kami lontarkan kembali dua pilihan antara nonton dan melakukan permainan, jauh lebih banyak yang memilih untuk menonton (73 persen dari 136 orang).
Tak heran, sih, karena nonton memang jadi kegiatan paling mudah dan murah untuk dilakukan bersama di rumah.
Baca Juga: Main Bareng Game Online PUBG, Kedekatan Pevita Pearce dan Ariel NOAH Jadi Sorotan Netizen
Banyak Bermain
Bagaimana dengan permainan? Melakukan permainan memiliki manfaat lebih di samping juga menyenangkan. Ya, kita bisa mengajak anak-anak melakukan permainan tradisional atau tempo dulu.
Permainan tempo dulu sebagian besar dilakukan oleh beberapa orang, sehingga memancing adanya interaksi antara anggota keluarga.
Sebagian juga membutuhkan gerak fisik, sehingga baik juga untuk kesehatan. Orangtua nostalgia, anak bahagia, bukan?
“Benar banget, karena kalau permainan tradisional itu memang dibuat untuk saling berinteraksi. Sehingga tingkat interaksi itu bisa jadi sarana bonding kita dengan anak."
Baca Juga: Tiga Permainan Ini Ampuh Usir Bosan Anak, Yuk, Langsung Coba!
Lihat postingan ini di Instagram
"Manfaatnya juga bagus, sesimpel permainan ABC 5 Dasar itu bisa menstimulasi imajinasi anak dan daya pikir anak,” ucap Reynitta.
Sayangnya, masih banyak dari kita yang memilih jalan pintas untuk mengajak anak “berlibur” dengan cara menonton. Padahal permainan lebih kaya manfaatnya.
Nah, jika demikian. Kita sebagai orangtua, bisa kembali mengenalkan permainan tradisional pada anak lengkap dengan cara bermainnya.
Tapi jangan cuman sekadar mengajarkan lalu kita jadi penonton saja. Kita juga harus ikut terlibat di dalam permainannya.
Terlebih, permainan tradisional kan enggak perlu tempat luas atau barang mahal untuk memainkannya. Cukup dengan tangan, permainan bisa langsung dieksekusi.
Kalaupun membutuhkan alat-alat biasanya sederhana dan bisa dibeli dengan harga terjangkau. Sebut saja permainan bola bekel, congklak, atau ular tangga.
Reynitta bilang, “Pilih juga permainan sesuai usia anak. Misal, kalau masih kecil bisa ajak ke permainan imajinasi. Bisa ular tangga misalnya, sekaligus belajar berhitung juga."
"Kalau anak sudah agak besar ajak bermain di permainan fisik, karena mereka cenderung lebih aktif. Bukan fisik yang berat ya, tapi contohnya seperti congklak, main karet, gitu.”
Untuk itu, Tabloid NOVA edisi 1732 menghadirkan beberapa referensi permainan tradisional lengkap dengan peraturannya untuk dimainkan bersama keluarga.
Ada pula rekomendasi toko barang-barang jadul untuk berburu koleksi atau alat-alat untuk dimainkan.
Dapatkan pembahasan yang lebih lengkap dan mendalam di Tabloid NOVA.
Yuk, langsung langganan bebas repot di Grid Store.(*)
Source | : | Tabloid Nova |
Penulis | : | Siti Sarah Nurhayati |
Editor | : | Dionysia Mayang Rintani |
KOMENTAR