NOVA.id - Kopi dan roti di warung ini jadi incaran pengunjung, untuk dinikmati dalam suasana tempo dulu. Sejak dulu sampai sekarang, pesona Kota Bandung seakan tak pernah luntur. Wajar saja jika kota ini masih jadi favorit wisatawan.
Selain suasana alamnya yang sejuk, Bandung juga memiliki banyak kuliner bersejarah yang masih bertahan hingga saat ini.
Salah satunya Warung Kopi Purnama, yang berada di Jalan Alkateri, tak jauh dari alun-alun kota.
Baca Juga: Warung Kopi Imah Babaturan, Menu Rumahan yang Bikin Ketagihan
Pada zaman kolonial, Warung Kopi Purnama dikenal sebagai tempat bercengkerama. Didirikan pada tahun 1930 oleh Jong A Tong, seorang pria keturunan Tiongkok asal Medan, Warung Kopi Purnama jadi warung kopi tertua di Bandung.
Tak heran jika bangunannya jadi salah satu ikon bersejarah kota kembang.
Kepada NOVA, Aldi Rinaldi Yonas (33), generasi ke-4 penerus Warung Kopi Purnama mengisahkan sejarah Warung Kopi Purnama.
Warung itu awalnya bernama Tjiang Shong Shi, yang dalam bahasa Indonesia berarti “silakan mencicipi”.
Baca Juga: Asem Iga, Menu Favorit di Ruang Tengah Cafe dengan Bumbu Rempah Indonesia yang Bikin Super Nagih!
Seiring kebijakan pemerintah pada tahun 1960, yang mengharuskan setiap usaha memakai nama Indonesia, maka buyutnya Aldi saat itu memutuskan mengganti nama warungnya menjadi Warung Kopi Purnama.
“Kami tetap menjaga resep asli, kualitas, hingga suasana hiruk pikuk kekeluargaan (di warung tersebut).
Bangunan, kursi, meja yang asli dari zaman dahulu memberikan kesan dan kenangan tersendiri,” kata Aldi.
Baca Juga: Rekomendasi Kuliner Lokal: 4 Kedai Ketoprak Populer di Jakarta
Menu Tiga Budaya
Tak hanya bentuk bangunan yang khas, Warung Kopi Purnama juga memiliki konsep hidangan menu yang dipengaruhi dari tiga budaya.
“Konsepnya itu peranakan. Jadi campuran etnis, kalau di Malaysia disebutnya Baba-Nyonya, jadi Chinese dan Melayu. Campuran dua budaya, plus ada Belandanya. Kan, kita dijajah Belanda juga,” kata Aldi.
Aldi menyebut menu yang disajikan memang dipengaruhi dari tiga budaya, yaitu Tionghoa, Indonesia, dan Belanda.
Baca Juga: Viral, Croffle Rekomendasi Makanan Lokal Kekinian Ini Patut Dicoba
Misalnya kalau camilan di warung itu ada lumpia, yang disebutnya khas Semarang (Indonesia). Lalu ada
bitterballen yang khas Belanda, kemudian disajikan pangsit dan lontong cap gomeh yang memang dikenal khas Tionghoa.
Cerita Aldi, sajian di Warung Kopi Purnama tak hanya disukai menir Belanda kala itu, tapi juga penikmat kuliner Indonesia hingga saat ini.
Wajar saja jika warung kopi tersebut masih ramai dikunjungi, baik itu orang yang berusia tua maupun muda.
Baca Juga: Cereal Bar di Bogor Ini Patut Jadi Rekomendasi Tempat Makan Kekinian
Selain bisa bernostalgia dengan suasana warung yang masih mempertahankan bangunan aslinya, harga yang ditawarkan di Warung Kopi Purnama juga dirasa masih terjangkau.
Mulai Rp15.000 untuk menu roti, hingga yang paling mahal Rp45.000 untuk satu porsi makanan berat, seperti sop buntut misalnya.
Asal tahu saja, menu roti dan kopi jadi favorit penikmat kuliner di Warung Kopi Purnama. Kata Aldi,
“Kopi dan roti pasti (favorit) dari zaman dulu. Kopi susu dan kopi hitam. Rotinya, srikaya dan roti indekas, itu masih booming dari dulu. Itu khas dari zaman Belanda. Juga roti mentega gula, sarapannya menir Belanda.”
Baca Juga: Nikmati Momen Bersama Keluarga di Rumah Bersama Sajian Khas Ini
View this post on Instagram
Saking favoritnya, banyak pengunjung dari berbagai kota ingin membawa roti srikaya Warung Kopi Purnama.
Hingga akhirnya pada 2014 dibuat selai srikaya khusus kemasan jar agar para pelanggan dapat tetap menikmati roti srikaya di rumah.
Tertarik mengunjungi Warung Kopi Purnama?
Baca Juga: Segarkan Akhir Pekan dengan Rekomendasi Dessert ala Taiwan Ini
Dapatkan pembahasan yang lebih lengkap dan mendalam di Tabloid NOVA.
Yuk, langsung langganan bebas repot di Grid Store.(*)
Penulis | : | Dinni Kamilani |
Editor | : | Dionysia Mayang Rintani |
KOMENTAR